Kantor ACT Sumut Tutup, Pengumpulan Donasi Dihentikan

Penutupan dilakukan pasca pencabutan izin PUB

Medan, IDN Times  - Kasus dugaan penyelewengan dana donasi oleh lembaga Aksi Cepat Tanggap (ACT) terus menjadi sorotan publik. Pemerintah sudah mencabut izin Pengumpulan Uang dan Barang (PUB) melalui SK Menteri Sosial pada 5 Juli 2022 lalu.

Kantor-kantor ACT di daerah terimbas. Sebagian besar menutup operasionalnya. Termasuk di Sumatra Utara.

1. Kantor ditutup sampai waktu yang belum ditentukan

Kantor ACT Sumut Tutup, Pengumpulan Donasi DihentikanPaket bantuan ACT selama Ramadan 1443 Hijriah (dok. ACT)

Di Sumatra Utara, Kantor ACT tutup sementara. Penutupan kantor dilakukan sejak, Kamis (7/7/2022).

“Dari kemarin kita sudah tutup, instruksi dari ACT Pusat tidak boleh ada aktivitas. Kita mengikuti instruksi dari pusat saja," sebut Marketting Communication ACT Sumut Edi Purnomo lewat pesan singkat kepada IDN Times, Jumat (8/7/2022).

Baca Juga: Izin PUB Dicabut Mensos, Aktivitas ACT Sumut Masih Berlangsung

2. ACT Sumut juga hentikan pengumpulan donasi

Kantor ACT Sumut Tutup, Pengumpulan Donasi DihentikanPresiden ACT Ibnu Khajar (kiri) saat memberikan paket sembako dalam Operasi Pangan Murah di Masjid Assuada, Kecamatan Koja, Jakarta Utara, Jumat (15/10/2021) (Foto: dok ACT)

Selain menutup kantor, ACT Sumut juga menghentikan seluruh kegiatan mereka. Termasuk soal pengumpulan donasi publik. “Benar (dihentikan),” imbuh Edi.

3. ACT sebut Kemensos terlalu reaktif lakukan pencabutan izin

Kantor ACT Sumut Tutup, Pengumpulan Donasi DihentikanMantan Ketua Dewan Pembina Aksi Cepat Tanggap (ACT) Ahyudin. (ANTARA/HO-ACT)

Dalam keterangan resminya, Rabu (6/7/2022), Presiden ACT Ibnu Khajar mengaku kaget dengan pencabutan izin PUB itu. Dia mengklaim selama ini pihaknya berusaha kooperatif untuk membuka transparansi pengelolaan keuangan.

Pihaknya telah menemuipanggilan dari Kemensos pada Selasa (5/7/2022). Dia mengaku sudah menjelaskan secara rinci.

“Artinya kami telah menunjukkan sikap kooperatif. Kami juga sudah menyiapkan apa saja yang diminta oleh pihak kemensos, terkait dengan pengelolaan keuangan,” ujarnya.

Tim legal Yayasan ACT, Andri TK menilai keputusan pencabutan izin yang dilakukan oleh Kemensos terlalu reaktif. Berdasarkan Peraturan Menteri Sosial RI No 8/2021 tentang Penyelenggaraan Pengumpulan Uang atau Barang (PUB) pasal 27 telah dijelaskan adanya proses yang harus dilakukan secara bertahap.

“Melalui Pasal 27 itu disebutkan sanksi administrasi bagi penyelenggara PUB yang memiliki izin melalui tiga tahapan. Pertama, teguran secara tertulis, kedua penangguhan izin, dan ketiga baru pencabutan izin. Hingga kini kami masih belum menerima teguran tertulis tersebut,” jelasnya.

Berdasarkan ketentuan Pasal 6 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan berbunyi: “Pembiayaan usaha pengumpulan sumbangan sebanyak-banyaknya 10% (sepuluh persen) dari hasil pengumpulan sumbangan yang bersangkutan”.  

Sedangkan dari hasil klarifikasi, Presiden ACT lbnu Khajar mengatakan bahwa menggunakan rata-rata 13,7 persen dari dana hasil pengumpulan uang atau barang dari masyarakat sebagai dana operasional yayasan.  

Dalam laporan Majalah Tempo bertajuk , pengelolaan dana donasi hingga ratusan miliar diduga bermasalah. Mantan Presiden ACT, Ahyudin, disebut terseret dalam masalah penyelewengan dana.

Pimpinan sekaligus pendiri ACT itu  diduga menyelewengkan dana untuk kepentingan pribadi. Mulai dari membeli rumah dan perabotannya hingga transfer bernilai belasan miliar.

ACT juga diduga menyelewengkan dana – dana lainnya. Tercatat, ACT diduga menunat 23 persen dari Rp3,018 miliar yang terkumpul untuk Komunitas Surau Sydney Australia. Kemudian ACT diduga melakukan pemborosan untuk gaji Ahyuddin yang mencapai Rp250 juta per bulan hingga sejumlah fasilitas mewah lainnya.

Masih dalam laporan Tempo, Ibnu Khajar mengungkap bahwa perusahaan yang dipimpinnya ini memang menggunakan uang donasi dari masyarakat, namun hanya 13,5 persen untuk operasional perusahaan dan keperluan esensial lainnya. Bahkan, Ibnu juga menyebut bahwa ACT merupakan sebuah wadah yang menampung uang donasi, bukan sebagai lembaga zakat murni.

Peneliti filantropi, Hamid Abidin menilai pemotongan itu terlalu besar. la mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan yang menyebutkan potongan maksimal untuk donasi sosial hanya 10 persen. Sedangkan zakat, infak, dan sedekah maksimal 12,5 persen.

Baca Juga: 12 Fakta Kasus ACT, Gaji Bos 'Selangit' hingga Donasi untuk Al Qaeda

Topik:

  • Doni Hermawan

Berita Terkini Lainnya