Jurnalis Diintimidasi Aparat Liput Demo, KontraS: Arogan dan Norak

KontraS dukung jurnalis bikin laporan

Medan, IDN Times – Kasus intimidasi oknum diduga aparat terhadap Jurnalis indozone.id Armand Raden saat liputan ricuh Omnibus Law, Kamis 8 Oktober 2020, menuai kritik pedas dari berbagai elemen. Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Sumatra Utara memberikan kritik pedas terhadap tindakan intimidasi itu.

Tindakan intimidasi atau bahkan kekerasan terhadap jurnalis sudah berulang terjadi sejak era reformasi. Namun kasus ini selalu terulang seolah tidak ada tindakan konkret dalam penindakannya.

1. Aparat harusnya menghormati kerja-kerja jurnalistik

Jurnalis Diintimidasi Aparat Liput Demo, KontraS: Arogan dan NorakAparat kepolisian berjaga di depan DPRD Sumut, Kamis (8/10/2020). (IDN Times/Prayugo Utomo)

Koordinator KontraS Sumut Amin Multazam mengatakan, kasus kekerasan dan intimidasi terhadap jurnalis saat meliput unjuk rasa menjadi preseden buruk di era reformasi. Khususnya yang diduga dilakukan oleh aparat penegak hukum.

“Artinya belum ada perubahan signifikan dari prilaku aparat keamanan yang seharusnya menghormati kerja-kerja jurnalis yang dengan tegas dilindungi oleh undang-undang,” ujar Amin, Selasa (13/10/2020).

Baca Juga: Demo Omnibus Law Ricuh, Jurnalis di Medan Dipaksa Hapus Foto Kekerasan

2. Tindakan aparat yang memaksa jurnalis menghapus bahan liputan adalah norak

Jurnalis Diintimidasi Aparat Liput Demo, KontraS: Arogan dan NorakMassa AKBAR Sumut berunjuk rasa menolak pengesahan Omnibus Law UU Cipta Kerja di DPRD Sumut , Senin (12/10/2020). (IDN Times/Prayugo Utomo)

Armand Raden sebelumnya diintimidasi oleh beberapa oknum diduga aparat kepolisian. Dia dipaksa menghapus gambar kekerasan aparat saat menangkap pengunjuk rasa di DPRD Sumut. Raden yang dalam posisi terjepit terpaksa menghapus gambarnya. Bahkan saat itu, Armand yang juga anggota Pewarta Foto Indonesia (PFI) Medan sempat ditarik oleh oknum diduga petugas berpakaian sipil.

Menurut Amin, tindakan yang dilakukan oknum itu sangat memalukan. Mencoreng nama baik polisi yang saat ini tengah membangun citra baik di tengah masyarakat.

“Tindakan intimidasi dan memaksa jurnalis menghapus gambar/rekaman milik rekan-rekan jurnalis merupakan bentuk arogansi yang norak sekaligus memalukan. Pimpinan kepolisian harusnya segera menindak oknum-oknum ini,” tukasnya.

Amin pun mendorong para jurnalis yang menjadi korban melakukan pelaporan. Bersolidaritas dengan berbagai elemen untuk mendesak kasus intimidasi itu diproses.

“Ini dilakukan agar proses advokasi yang dilakukan mampu memenuhi rasa keadilan dan menjadi contoh untuk peristiwa-peristiwa mendatang,” tegasnya.

3. Penghalang-halangan kerja jurnalistik terancam pidana 2 tahun penjara

Jurnalis Diintimidasi Aparat Liput Demo, KontraS: Arogan dan NorakMassa AKBAR Sumut dihadapkan barikade polisi saat akan masuk ke kawasan DPRD Sumut. Mereka menarik diri dari kawasan unjuk rasa karena situasi yang semakin tidak kondusif. (IDN Times/Prayugo Utomo)

Sebelumnya, Ketua PFI Medan Rahmad Suryadi mengatakan, kasus intimidasi ataupun kekerasan terhadap jurnalis menjadi preseden buruk untuk aparat keamanan. "Seharusnya oknum aparat sudah memahami bahwa kerja-kerja jurnalis dilindungi oleh Undang-undang No 40 Tahun 1999 tentang Pers dan tidak ada pembenaran untuk mengintimidasi jurnalis yang bertugas. Mudah-mudahan kejadian serupa tidak terulang lagi," ungkapnya.

Intimidasi yang dilakukan oknum aparat itu bisa dikategorikan sebagai upaya penghalang-halangan tugas jurnalistik. Dalam Pasal 18 Ayat (1) UU Pers menyebutkan, bahwa setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (Lima ratus juta rupiah).

Sementara itu, Kepala Bidang Humas Polda Sumut Kombes Tatan Dirsan Atmaja menyampaikan permohonan maafnya kepada jurnalis yang mendapat intimidasi. Tatan juga menyesalkan tindakan oknum tersebut. Pihaknya akan melakukan evaluasi di jajaran.

“Saya akan mengingatkan anggota dilapangan untuk bisa menjalin komunikasi dengan kawan kawan insan pers. Yang pasti ini tidak ada unsur kesengajaan,” ujar Tatan, Minggu (11/10/2020).

Untuk diketahui, kasus kekerasan terhadap jurnalis kembali marak selama unjuk rasa menolak Omnibus Law di sejumlah daerah.

Catatan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) hingga 10 Oktober 2020, ada 28 kasus intimidasi dan kekerasan terhadap jurnalis saat melakukan peliputan unjuk rasa Omnibus Law. Kasus kekerasan yang paling disorot adalah pengerusakan alat, perampasan data hasil liputan dan penahanan.

Baca Juga: Demo Omnibus Law Ricuh, KontraS Sumut: DPR RI Harus Bertanggung Jawab

Topik:

  • Doni Hermawan

Berita Terkini Lainnya