[FOTO] Perajin Sanggul Gadang, Melestarikan Budaya Pesisir Bersama PLN

Cerita perajin go digital bersama Rumah BUMN PLN

Zainal Arifin (65) dan istrinya Rosmiati Chaniago (64) tetap membuat sanggul gadang dan ikke. Aksesoris pengantin di adat pesisir. sanggul gadang adalah aksesoris yang dipakai pengantin perempuan di bagian kepala. Sedangkan Ikke dipakaikan di kepala laki-laki.

Pasangan suami istri ini sudah menjadi perajin sanggul gadang dan ikke sejak tahun 1980-an. Mereka meneruskan usaha orangtua yang sudah menjadi perajin sejak 1960-an.

Bentuk sanggul gadang memanglah unik. Seperti mahkota, dengan beberapa propert tembaga berwarna keemasan. Jika dipakai, akan menambah keanggunan pengantin perempuan. Sedangkan ikke, menyerupai ikat kepala, berwarna hitam dengan riasan benang emas.

Sanggul gadang dan ikke bisa ditemui pada acara pernikahan yang memakai adat pesisir. Sanggul gadang dan ikke dipadukan baju khas pesisir berwarna merah dengan berbagai ornamen lain yang melekat.

Alasan mereka tetap menjadi perajin sampai saat ini adalah untuk menjaga budaya pesisir Sibolga-Tapanuli Tengah. Dua daerah yang dulunya merupakan satu kawasan sebelum dimekarkan.

“Ilmu membuat sanggul gadang dan ikke ini turun temurun dari nenek kami, ke ibu sampai ke saya. Kalau suami, belajar sebelum kami menikah dulu,” ujar Rosmiaty, saat ditemui di kediamannya, Jalan Sibuluan Nalambok, Kecamatan Sarudik, Kabupaten Tapanuli Tengah, Sabtu (27/1/2021) lalu.

Rumah mereka sudah menjadi tempat produksi selama lebih dari 30 tahun. Semua pekerjaan dilakukan dengan cara manual. Hanya beberapa riasan dari tembaga yang harus dipesan dari Bukittinggi, Sumatra Barat.

Di dalam salah satu ruangan rumahnya, keduanya kompak membuat sanggul gadang dan ikke. Rosmiati menjahit. Sedangkan suaminya memasang riasan dengan telaten.

Zainal dan istrinya merupakan, satu-satunya perajin di kawasan Tapanuli Tengah dan Sibolga. Pembuatan sanggul gadang dan ikke selama ini hanya berdasarkan pesanan. Sempat surut saat diawal pandemik COVID-19 terjadi. Namun sekarang mulai meningkat lagi.

Zainal pun bercerita, selama ini mereka menjual sanggul gadang ke beberapa agen. Satu set sanggul gadang dan ikke dijual dengan harga sekitar Rp1,5 juta kepada agen. Belakangan mereka tahu jika disparitas harga antara agen ke pembeli terlalu besar. Terkadang agen bisa menjualnya di harga Rp2 juta atau lebih.

“Jadi ada orang yang datang ke rumah kami. Dia baru tahu kalau selama ini kami yang membuat sanggul gadang dan ikke.  Selama ini mereka tahu dari agen, ini barang dari Bukit Tinggi,” ujar Zainal.

Zainal dan Rosmiati pun mulai berpikir bagaimana mereka mengembangkan usaha rumahannya itu. Mereka pun bergabung dengan Rumah BUMN PLN Sibolga awal 2020. Di sana, mereka mulai diberikan pemahaman tentang pemasaran digital melalui media sosial. Sekarang, pembeli langsung memesan kepada mereka.

“Kami posting di facebook itu. Jadi sekarang ada yang datang langsug atau pun pesan dari media sosial,” kata Zainal.

Zainal merasakan betul manfaat bergabung di Rumah BUMN PLN.  Sejak itu juga penghasilan mereka makin moncer. Dalam sebulan, jika orderan lancar, mereka bisa membuat 10 sampai 15 satu set sanggul gadang.

“Terkadang ada yang pesan dari luar pulau Sumatra. Ini bisa juga digunakan untuk oleh-oleh. Ataupun dipakai saat acara kenegaraan oleh pejabat,” ungkapnya.

Selain menjadi perajin, Rosmiati ternyata aktif menjadi Induk Inang atau orang yang mengawal prosesi pernikahan yang memakai adat pesisir. Dia juga yang memasangkan sanggul gadang dan ikke ke pengantin.

“Sejak gadis saya sudah aktif menjadi Induk Inang. Selain itu, kami juga membuat pakaian adat untuk anak-anak. Biasanya ada Taman Kanak-kanak (TK) yang memesan untuk wisuda dan pawai hari besar,” katanya.

Mereka berharap, dengan bergabung di Rumah BUMN, usaha mereka bisa tetap bertahan. Mereka ingin tetap menjadi pelestari budaya pesisir yang kini kian hilang di tengah era modern yang tidak bisa  dibendung.

Baca Juga: Pernah Disebut Gila, FESMON Go Digital Digeber Rumah BUMN

Pasangan suami istri ini sudah berpuluh tahun menjadi perajin pakaian adat pesisir

[FOTO] Perajin Sanggul Gadang, Melestarikan Budaya Pesisir Bersama PLNRosmiati tengah menyelesaikan jahitan baju adat di kediamannya, Kecamatan Sarudik, Kabupaten Tapanuli Tengah, Seumatra Utara, Rabu (27/1/2021). (IDN Times/Prayugo Utomo)

Mereka tetap menjadi perajin untuk mempertahankan budaya pesisir yang kian punah

[FOTO] Perajin Sanggul Gadang, Melestarikan Budaya Pesisir Bersama PLNRosmiati tengah menyelesaikan jahitan baju adat, sedangkan suaminya merampungkan pesanan sanggul gadang. di kediamannya, Kecamatan Sarudik, Kabupaten Tapanuli Tengah, Seumatra Utara, Rabu (27/1/2021). (IDN Times/Prayugo Utomo)

Ilmu membuat sanggul gadang diturunkan langsung oleh orangtua mereka

[FOTO] Perajin Sanggul Gadang, Melestarikan Budaya Pesisir Bersama PLNZainal memeriksa ornamen yang akan dipasangkan pada sanggul gadang. (IDN Times/Prayugo Utomo)

Sanggul gadang mulai dipasarkan secara daring sejak mereka bergabung di Rumah BUMN yang dikelola PLN

[FOTO] Perajin Sanggul Gadang, Melestarikan Budaya Pesisir Bersama PLNDengan telaten, Zainal memeriksa ornamen sanggul gadang pesanan dari luar kota. (IDN Times/Prayugo Utomo)

Selama bergabung di Rumah BUMN, omzet mereka mulai meningkat

[FOTO] Perajin Sanggul Gadang, Melestarikan Budaya Pesisir Bersama PLN

Mereka berharap, Rumah BUMN PLN tetap melakukan pendampingan supaya sanggul gadang tetap eksis

[FOTO] Perajin Sanggul Gadang, Melestarikan Budaya Pesisir Bersama PLN

Baca Juga: Infrastruktur Digeber, PLN Pastikan Listrik Food Estate di Sumut Andal

Topik:

  • Arifin Al Alamudi

Berita Terkini Lainnya