Buntut Penolakan Tambang PT DPM, KIP Sumut Digeruduk Massa

Kegiatan PT DPM dianggap resahkan warga

Medan, IDN Times – Gelombang penolakan terhadap PT Dairi Prima Mineral terus bergulir. Tidak hanya perusahaan itu yang didemo warga. Kali ini warga menggeruduk Kantor Informasi Provinsi Sumatra Utara. Warga berunjuk rasa di sana, Senin (29/11/2021).

Massa yang datang adalah para pemuda-pemudi dari sejumlah desa mulai dari, Desa Sumbari, Bongkaras, Bonian, Pandiangan, Kentara, Sumbul dan Sidikalang. Mereka menyampaikan kekecewaan terahadap Komisi Informasi yang dinilai lamban dalam menanganai gugatan sengketa.

Sengketa itu dimohonkan oleh Serly Siahaan, warga Desa Parongil  pada September 2019, atas salinan/copy SK Kontrak Karya (KK) hasil Renegoisasi terbaru 2017 dan salinan/copy SK KK No.272.K/30/D/DJB/2018 Status Operasi Produksi Terbaru pertambangan PT.DPM.

1. Warga butuh informasi karena aktivitas PT DPM sudah berjalan di lapangan

Buntut Penolakan Tambang PT DPM, KIP Sumut Digeruduk MassaSalah satu poster massa penolak PT DPM yang berunjuk rasa di depan Kantor Komisi Informasi Provinsi Sumut, Senin (29/11/2021). (Istimewa)

Sherly disela unjuk rasa itu mengatakan, sudah dua tahun gugatan itu tidak ditanggapi. "Tapi dua tahun berlalu tidak ditanggapi dan bahkan sudah diajukan gugatan ke Komisi Informasi pusat di Jakarta dan sudah tiga kali sidang, makanya kami harap cepat diambil keputusan," kata Sherly.

Warga sangat membutuhkan informasi itu. Lantaran, saat ini, PT. DPM sudah melakukan banyak aktivitas di lapangan. Mulai tahap eksplorasi dan tahap konstruksi seperti pembangunan lokasi penyimpanan bahan peledak, mulut terowongan dan Infrastruktur lainnya. Namun, kata Sherly, izin lingkungan dari PT DPM tidak pernah diperlihatkan kepada warga. Padahal harusnya informasi itu dibuka secara gamblang kepada warga.

2. Kelambanan KIP akan berdampak pada keselamatan warga

Buntut Penolakan Tambang PT DPM, KIP Sumut Digeruduk MassaMassa juga berunjukrasa di depan Kantor Gubernur Sumut. (Istimewa)

Sherly mengatakan, kelambanan penanganan sengketa informasi ini berimplikasi pada keselamatan warga yang hidup di sekitar tambang.

"Maka dari itu kembali mengingatkan KI sebagai badan publik untuk menjalankan mandatnya sesuai amanah UU No. 14 tahun 2008 dan tidak melakukan ketertutupan informasi yang berimplikasi abai terhadap ribuan keselamatan warga dan lingkungan dimana PT. DPM beraktivitas," tutupnya.

Dalam keterangan tertulisnya, massa juga menyebut kembali soal aktifitas pengeboran PT DPM yang menyebabkan kebocoran limbah. Massa juga menyinggung soal bencana banjir bandang pada 2018  di Desa Bongkaras.

Aksi itu tidak hanya dilakukan di Komisi Informasi Provinsi Sumut. Massa juga berunjuk rasa di depan Kantor Gubernur Sumut. Mereka meminta Edy Rahmayadi selaku  gubernur tanggap atas tuntutan masyarakat terkait penolakan terhadap PT DPM.

Unjuk rasa di KIP Sumut ditanggapi oleh Ketua KIP Sumut Robinson Simbolon. Pihaknya menerima aspirasi yang disampaikan masyarakat.

"Kami akan mengkonsultasikannya dan memberikan masukan kepada Komisi Informasi Pusat sesuai dengan apa yang dirasakan dan faktual di Dairi. Karena mereka bersengketa di tingkat pusat maka kami hanya bisa menerima dan memohon bantuan agar kami diberikan akses terhadap semua prosedur yang dilakukan," ujarnya.

3. Penolakan terhadap PT DPM sudah berlangsung lama

Buntut Penolakan Tambang PT DPM, KIP Sumut Digeruduk MassaMassa penolak PT DPM berunjuk rasa di depan Kantor KI Sumut, Senin (29/11/2021). (Istimewa)

Penolakan terhadap aktifitas PT DPM di Dairi sudah berlangsung lama. Perusahaan pertambangan itu dinilai merusak lingkungan dan membahayakan masyarakat yang hidup di sekitarnya.

Aksi unjuk rasa penolakan terhadap PT DPM sudah berulang kali dilakukan masyarakat. Dilansir dari laman jatam.org, kawasan tempat PT DPM di Kabupaten Dairi adalah kawasan penting pertanian, sumber-sumber air dan kawasan hutan, yang menjadi penopang dan ruang hidup masyarakat. Mereka menuntut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tidak menerbitkan izin untuk PT DPM. Khususnya pada dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) yang belakangan tengah dibahas adendum atau perubahannya.

Dalam Adendum itu, PT DPM mengusulkan untuk melakukan 3 (tiga) perubahan izin lingkungan, yaitu perubahan lokasi gudang bahan peledak; mengubah lokasi Tailing Storage Facility (TSF); dan penambahan lokasi mulut tambang (Portal).

Dari jumlah tersebut, perubahan fasilitas penyimpanan bahan peledak dan perubahan fasilitas penyimpanan tailing adalah yang paling memprihatinkan.

Melalui Addendum ANDAL tersebut, PT DPM berencana memindahkan TSF berupa Dam Tailing dari lokasi semula di kawasan hutan lindung yang 500 Meter dari lokasi pabrik pengolahan, dipindahkan ke Bondar Begu, Dusun Sopokomil yang berjarak 2 km dari lokasi semula dengan status lahan untuk penggunaan lain dan penggunaan lahan pertanian kering dan semak belukar.

Dalam artikel JATAM disebut, dua ahli internasional  mengatakan jika rancangan fasilitas bendungan tailing yang diusulkan jauh di bawah standar internasional dan standar yang disyaratkan oleh hukum Indonesia. Apalagi disebut jika pembangunan tailing dekat dengan pemukiman. Belum lagi soal lokasi yang juga disebut sebagai lokasi rawan gempa. Risiko terburuk, bendungan akan hancur dan limbah akan membanjiri Dusun Sopokomil.

Masyarakat saat ini juga khawatir dengan keberadaan gudang penyimpan bahan peledak tambang yang jaraknya dekat dengan pemukiman. Gudang itu disebut hanya berjarak 50 Meter dari pemukiman di Dusun Sipat, Desa Longkotan.

Kemudian, upaya penolakan juga dilakukan oleh masyarakat dengan menyerahkan petisi 2.200 tanda tangan kepada KLHK. Ephorus Gereja Batak Protestan telah menulis surat kepada DPM, menyatakan bahwa gereja menolak untuk merelokasi gereja Sopokomil demi keperluan pembangunan fasilitas penyimpanan tailing yang diusulkan tersebut.

Direktur Perhimpunan Bantuan Hukum dan Advokasi Sumatra Utara (BAKUMSU) Tongam Panggabean dalam keterangan tertulisnya menyebut jika PT DPM sudah melanggar hukum.

"Persetujuan fasilitas penampungan tailing belum diumumkan secara publik sesuai persyaratan hukumnya. Namun, saat ini sudah bisa kita lihat pekerjaan lapangannya (sudah dimulai). Kami percaya DPM sudah mengabaikan hukum di Indonesia." Ungkap Tongam.

“Kami meminta pemerintah Indonesia untuk mencabut izin sebelumnya yang sudah diberikan untuk tambang ini dan menuntut perusahaan tersebut,” imbuhnya.

4. PT DPM klaim gudang handak aman

Buntut Penolakan Tambang PT DPM, KIP Sumut Digeruduk MassaIlustrasi Tambang (IDN Times/Aditya Pratama)

Klarifikasi datang dari pihak PT DPM. Achmad Zulkarnain, Head of Health Safety Environment and Corporate Relations PT Bumi Resources Minerals (BRM) sebagai perusahaan yang memiliki 49 persen saham di PT  DPM mengatakan, saat ini gudang Bahan Peledak (Handak) yang sudah berdiri adalah bangunan sementara. Untuk gudang Handak permanen, sampai saat ini belum dibangun karena proses adendum Amdal yang masih dalam pembahasan.

Achmad menyebut jika gudang Handak sementara itu aman. Meskipun dia tidak menampik soal jarak dengan pemukiman yang hanya puluhan meter. Sebelum pembangunan gudang Handak sementara, pihaknya juga menyebut sudah melakukan sosialisasi.

“Kami yakin bahwa, gudang handak itu cukup aman. Kalau tidak aman, iziinnya tidak akan dikeluarkan oleh pihak kepolisian. Proses perizinan gudang handak sementara itu, dikeluarkan oleh kepolisian. Dalam hal ini mabes Polri. Tetapi dalam prosesnya kami, bikin surat itu dari Polsek, Polres Polda sampai Mabes Polri. Tidak hanya bahan peledaknya, tapi termasuk penggunaan bahan peledaknya,” ungkap Achmad kepada IDN Times, Senin malam.

Dia kembali meenjelaskan, dalam penyimpanan Handak, PT DPM juga  memerhatikan prinsip keamanan Semua komponen bahan peledak diletakkan terpisah. Gudang Handak juga dalam pengawasan pihak kepolisian.

“Dari gudang handak ini, semua bahan peledaknya belum ada yang dipakai satupun,” ungkapnya.

Dalam perubahan Amdal yang diajukan, gudang Handak juga akan dibangun jauh dari  pemukiman. “Gudang handak kita pindahkan agak jauh dari lokasi pabrik. Posisinya juga lebih jauh dari pemukiman warga,” imbuhnya.

5. Kebocoran limbah hingga banjir bandang 2018 juga dibantah

Buntut Penolakan Tambang PT DPM, KIP Sumut Digeruduk MassaIlustrasi pasca-banjir bandang (ANTARA FOTO/Abriawan Abhe)

Achmad juga memberikan klarifikasi terkait informasi yang menyebut aktifitas pengeboran pada 2012 menyebabkan kebocoran limbah. Achmad tidak menampik soal aktifitas pengeboran. Namun dia menolak, ada limbah yang bocor akibat pengeboran. Kata dia , ketika dilakukan pengeboran pada kedalaman 20 meter, terjadi rekahan batuan yang mengakibatkan bentonit atau tanah lempung ke luar.

“Bentonit bahan pupuk juga. Bentonit ke luar ke permukaan. Memang warnanya agak hitam. Tapi itu kan kalau dibilang kerusakan lingkungan, itu dilaporkan, alat bor dicabut, itu selesai,” katanya.

Achmad kemudian menampik jika banjir bandang pada Desember 2018 disebabkan oleh pembangunan infrastruktur PT DPM. Lantaran pembangunan dilakukan pada Mei 2019.

“Artinya banjir bandang terjadi lebih dulu. Baru PT DPM membangun infrastruktur. Jadi gak bisa dituduhkan itu akibat PT DPM,” tukasnya.

Sampai saat ini, PT DPM masih menunggu persetujuan Amdal dari  pemerintah. Ini adalah adendum pertama sejak Amdal PT DPM terbit pada 2005. Perubahan yang diajukan, kata Achmad, untuk mengurangi beban lingkungan dari aktifitas pertambangan.

“Meski tujuannya untuk mengurangi beban lingkungan, tapi bukan berarti KLHK, bisa menerbitkan, meloloskan adendumnya begitu saja. Tetap melalui proses dan kajian,” pungkasnya.

Baca Juga: Diduga Depresi, Pengungsi Afghanistan di Medan Bakar Diri

Topik:

  • Arifin Al Alamudi

Berita Terkini Lainnya