Banyak Pengungsi Afghanistan Depresi, Potensi Bunuh Diri Tinggi

30 kali aksi bunuh diri digagalkan

Medan, IDN Times – Pengungsi luar negeri asal Afghanistan menjadi polemik di Indonesia. Unjuk rasa para pengungsi menuntut pemberangkatan ke negara ketiga terus terjadi.

Para pengungsi menuntut Komisioner Tinggi Perserikatan Bangsa-bangsa untuk Pengungsi (UNHCR) dan Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) bertanggung jawab atas nasib mereka. Karena mereka merasa terkatung-katung hidup di Indonesia bertahun-tahun.

“Yang kami minta sama UNHCR dan IOM, perhatikan saudara saudara kita, pengungsi asal Afghanistan. Yang sudah bertahun di sini tanpa ada kebebasan,” kata Koordinator Aksi Muhammad Juma, Selasa (10/5/2022).

Mereka memang kembali menuntut dengan berunjuk rasa di depan Gedung Forum Nine CIMB Niaga, tempat UNHCR berkantor. Setiap kali unjuk rasa dilakukan, mereka tidak pernah  mendapatkan jawaban positif dari UNHCR. Meski pun setelah mereka menggelar aksi menginap selama 48 hari di depan gedung Forum Nine, November 2021 lalu UNHCR menyebut, sudah ada 50 orang pengungsi di Indonesia yang diproses untuk diberangkatkan ke negara ketiga.

“Untuk yang ada di Medan, sudah ada diproses. Kurang lebih 15 orang sudah diproses. Dari sekitar 350 orang. Itu pun kami belum tahu, apakah memang sudah diproses betul atau tidak,” ungkapnya.

1. Massa menilai UNHCR pembohong

Banyak Pengungsi Afghanistan Depresi, Potensi Bunuh Diri TinggiMassa pengungsi luar negeri asal Afghanistan berunjuk rasa di depan Gedung Forum Nine CIMB Niaga, tempat di mana UNHCR berkantor, Selasa (10/5/2022). (IDN Times/Payugo Utomo)

Teriakan UNHCR pembohong menggema dari puluhan massa. Lantaran, para pencari suaka itu menilai UNHCR hanya memberikan janji tanpa bukti.

“Banyak kawan kawan yang sebelumnya, dua tahun diproses tidak ada kabar baru. Akhirnya, mereka minta maaf karena prosesnya berhenti,” kata Juma.

Juma mendesak agar UNHCR tetap melanjutkan proses pemberangkatan ke negara ketiga. Sehingga, para pengungsi korban konflik di Afghanistan bisa kembali meneruskan kehidupannya.

“Karena di sini (Indonesia) kita tidak punya hak. Tidak ada hak pendidikan, hak bekerja, hak pendidikan dan lainnya. Tidaka da kebebasan,” kata Juma.

Baca Juga: Anak yang Diduga Tertular Hepatitis Misterius di Sumut Meninggal 

2. Depresi mental menjadi ancaman, tidak sedikit pengungsi bunuh diri

Banyak Pengungsi Afghanistan Depresi, Potensi Bunuh Diri TinggiMassa pengungsi luar negeri asal Afghanistan berunjuk rasa di depan Gedung Forum Nine CIMB Niaga, tempat di mana UNHCR berkantor, Selasa (10/5/2022). (IDN Times/Payugo Utomo)

Kata Juma, selama hidup di penampungan di Indonesia, mereka memang mendapat biaya hidup. Satu kepala keluarga, sambung Juma, mendapat biaya Rp1.250.000 per bulan. Ditambah Rp500 ribu untuk yang masih berusia anak. Tidak sedikit pengungsi yang sudah hidup di Indonesia selama 10 tahun.

Meski mendapat berbagai fasilitas, tetap saja hak mereka dibatasi. Depresi mental menjadi ancaman serius bagi para pengungsi.

“Sekitar 85 persen pengungsi terganggu mentalnya. Kami juga  meminta tolong cek kesehatan mental kami. Kawan-kawan saya depresi dan stres. Sudah bicara sendiri, berkelahi, hingga mengeluarkan kata kata  kotor,” katanya.

Yang terparah, tidak sedikit pengungsi luar negeri yang nekat mengakhiri hidupnya. Juma mencatat, ada 16 orang yang meninggal karena bunuh diri. Penyebabnya diduga karena depresi. Di Kota Medan, seorang pengungsi sempat melakukan aksi bakar diri dalam unjuk rasa pada 30 November 2021. Beruntung, pengungsi berinisial AS itu berhasil diselamatkan.

“Sudah 30 kali lebih, kita menggagalkan upaya bunuh diri. Ini persoalan yang serius,” katanya.

Selama ini, diakui Juma, UNHCR dan IOM sudah melakukan pembinaan kesehatan mental. Namun dia menilai tidak maksimal.

3. Para pengungsi tidak ingin kembali ke Afghanistan, mereka takut dibunuh

Banyak Pengungsi Afghanistan Depresi, Potensi Bunuh Diri TinggiMassa pengungsi luar negeri asal Afghanistan berunjuk rasa di depan Gedung Forum Nine CIMB Niaga, tempat di mana UNHCR berkantor, Selasa (10/5/2022). (IDN Times/Payugo Utomo)

Para pengungsi tetap menuntut diberangkatkan ke negara ketiga. Mereka tidak ingin kembali ke Afghanistan. Para pengungsi takut dibunuh oleh para Taliban yang kini berkuasa di sana. Karena para pengungsi mayoritas adalah etnis Hazara yang dinilai tidak sejalan dengan Taliban.

Sementara itu Indonesia bukanlah bagian dari negara ketiga. Karena Indonesia tidak menekan Konvensi 1951 terkait status pengungsi. Ini adalah perjanjian multilateral yang mendefinisikan status pengungsi, dan menetapkan hak-hak individual untuk memperoleh suaka dan tanggung jawab negara yang memberikan suaka.

Massa pernah menyasar Konsulat Jenderal Amerika Serikat di Medan. Karena Amerika merupakan satu dari sekian banyak negara penandatangan konvensi itu.

Sampai berita ini diturunkan, belum ada keterangan resmi terbaru dari UNHCR. Pihak UNHCR belum menjawab konfirmasi dari IDN Times.

Dalam unjuk rasa yang lalu Communication Associate UNHCR Indonesia Dwi Prafitria menjelaskan, Saat ini kuota pemberangkatan sangat terbatas. Begitu juga daya tampung di negara tujuan. Proses untuk memberangkatkan para pengugsi juga tidak sebentar.

“Karena kuota, negara ketiga ini sangat terbatas jumlahnya. Jadi, prosesnya juga tidak sebentar, cukup lama. Sangat disayangkan, secara global penempatan ke negara ketiga ini sangat terbatas. Jadi kesannya menjadi lama sekali. Tapi sebenarnya prosesnya berjalan terus,” kata Dwi.

Selama 2021, kata Dwi, pihak UNHCR sudah memberangkatkan 300-an pengungsi ke negara ketiga. Dwi tidak menampik tidak ada kepastian waktu kapan pengungsi bisa diberangkatkan. Lantaran, keputusan ada pada negara penerima. Pihaknya hanya menjalankan prosedur yang disyaratkan. Saat ini, beberapa negara yang menerima pengungsi antara lain Amerika, Australia, Kanada dan lainnya.

Baca Juga: Taksi Tabrak Pemotor dan Pejalan Kaki, Satu Tewas dan Satu Luka 

Topik:

  • Doni Hermawan

Berita Terkini Lainnya