Ada 8 Ribu Kasus HIV/AIDS Tidak Terdata di Sumut

Yuks jangan beri stigma buruk terhadap ODHA

Medan, IDN Times – Kasus infeksi Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Syndrome (HIV/AIDS) meningkat signifikan di Sumatra Utara dalam kurun waktu empat tahun terakhir. Data Kementerian Kesehatan menunjukkan, Sumut menduduki peringkat lima dalam jumlah kasus pada 2021 dengan total 13.150 kasus.

Dari jumlah tersebut, kasus orang dengan HIV berjumlah 7.451 kasus dan AIDS berjumlah 5.699 kasus. Namun nyatanya, angka ini hanya yang tercatat. Ada sekitar delapan ribu lebih kasus yang tidak tercatat di Sumut.

1. KPA Sumut sebut pendataan kasus masih kurang baik

Ada 8 Ribu Kasus HIV/AIDS Tidak Terdata di SumutIlustrasi Logo AIDS (IDN Times/Mardya Shakti)

Ketua Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Sumut Ikrimah Hamidy mengatakan, jumlah yang tercatat adalah berdasarkan Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang terdata di pelayanan kesehatan. Sementara, yang tidak tercatat karena proses pendataan yang kurang baik.

“Namun ini data yang tercatat berdasarkan NIK. Di luar ini juga ada yang tidak terdata lagi yang sudah terpapar gak tahu dimana ada sekitar 8 ribu an orang. Karena pendataannya kurang bagus,” jelas Ikrimah, di kantor KPA Sumut, Selasa (30/11/2021).

Dalam empat tahun terakhir, kata Ikrimah, data yang masuk ke SIHA (Sistem Informasi HIV AIDS dan IMS) menunjukkan peningkatan. Pada Juli 2018, jumlah kasus terinfeksi HIV di Sumut berjumlah 3.840 orang dan AIDS 5.038 orang sehingga total 8.877 orang dan berada di ranking 7.  Kemudian Agustus 2019, kasus HIV berjumlah 4.182 orang dan AIDS 5.180 orang.

“Totalnya 9.362 orang dan Sumut berada di ranking enam. Kemudian Juli 2020 totalnya adalah 12.615 dan Juli 2021 HIV nya adalah 7.451 kasus dan AIDS 5.699 dengan total 13.150 orang,” jelasnya.

2. Angka kasus terus naik meski kewaspadaan masyarakat melemah karena narkoba

Ada 8 Ribu Kasus HIV/AIDS Tidak Terdata di SumutIlustrasi Dukungan pada Penderita AIDS (IDN Times/Mardya Shakti)

Kata Ikrimah, saat ini pencanangan Indonesia bebas dari HIV/AIDS tahun 2030 melalui program three Zero terus digalakkan oleh pemerintah pusat hingga daerah. Salah satu upayanya dengan terus melakukan sosialisasi sehingga mencegah kasus baru muncul. Kemudian menyarankan orang yang terpapar untuk segera melakukan perobatan. Termasuk menghilangkan stigma buruk dan diskriminasi terhadap ODHA.

“Akumulasi sejak 1996 ada sekitar 2 ribu lebih orang meninggal karena HIV/AIDS di Sumut. Kemudian ada 8 ribu orang yang tidak terfollow. Jadi datanya itu ada kurang lebih 21 ribu orang yang didata oleh dinas kesehatan provinsi Sumut. Maret 2021 datanya ada 22.086 orang,” ujar Ikrimah.

Kasus terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Meskipun masyarakat juga mulai menyadari cara pencegahannya. Namun tingkat kewaspadaan melemah di tengah masifnya pengguna narkoba

“Yang terpapar (HIV) dari jarum suntik itu tidak ada lagi, jadi masyarakat itu semakin sadar. Termasuk sudah jarang mengonsumsi putaw. tapi, sekarang orang pakai sabu. Nah, disitulah pengguna sabu kadang – kadang tidak terkontrol. Jadi terkadang berhubungan seks tidak pakai kondom bahkan sesama partner yang memakai sabu,” ungkapnya.

3. Pemahaman soal HIV/AIDS di tengah masyarakat masih rendah

Ada 8 Ribu Kasus HIV/AIDS Tidak Terdata di Sumuthivplusmag

Direktur Medan Plus Erwin mengatakan, saat ini pemahaman masyarakat akan penyebaran HIV/AIDS masih rendah. Ini juga akan membuat risiko tertular menjadi tinggi.

“Tahun 2020 ada penelitian kecil yang dikembangkan di Indonesia terkait pengetahuan informasi masyarakat tentang pemahaman HIV dan AIDS itu jumlahnya hanya 17 persen. Itu menunjukkan bahwa tingkat ketidakpedulian masyarakat untuk mau mencari informasi HIV/AIDS itu secara baik dan benar sangat minim,” ujar Erwin.

Tantangan juga ada pada petugas pendamping ODHA di pusat layanan. Mereka harus benar – benar bisa mengembalikan rasa kepercayaan diri kliennya tentang kondisi yang mereka alami saat ini.  

"Minimal mereka bisa menerima dirinya dalam kondisinya yang sekarang ini. Karena proses orang yang baru di diagnosa HIV, pasti nomor satu yang dipulihkan adalah memulihkan kepercayaan dirinya. Jadi pendampingan terhadap klien tidak cukup 2-3 kali. Kita juga harus mengontak keluarga mereka untuk bisa memberikan motivasi sendiri,” katanya. 

Sejauh ini dikatakan Erwin, untuk pola pendampingan yang dilakukan pendukung sebaya atau Medan plus di 10 kabupaten/kota berbasis layanan. Para pendukung sebaya secara langsung jemput bola di pusat layanan dukungan perawatan dan perobatan bagi ODHA. Namun, terkadang masih ada stigma dan diskriminasi terjadi selama pendukung sebaya terhadap klien.

"Teman - teman di pusat layanan kesehatan juga masih banyak merasakan stigma dan diskriminasi terhadap ODHA. Makanya banyak juga dia pindah layanan dari satu kota ke kota lain. Karena mereka tidak ingin statusnya dibuka di khalayak umum,” pungkasnya.

Baca Juga: Diduga Depresi, Pengungsi Afghanistan di Medan Bakar Diri

Topik:

  • Arifin Al Alamudi

Berita Terkini Lainnya