80 Persen Sarjana di Indonesia Bekerja di Luar Sektor Prodinya
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Medan, IDN Times – Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, Nadiem Makarim hadir ke Universitas Sumatra Utara, Medan dalam rangkaian kunjungan kerjanya, Selasa (26/10/2021). Di sana Nadiem berdialog bersama sejumlah rektor universitas.
Dalam dialog, founder GoJek itu memaparkan soal efektifitas program Merdeka Belajar – Kampus Merdeka (MBKM) yang menjadi unggulannya. Dia mengajak seluruh sivitas akademika sama-sama mendukung MBKM.
Meskipun, banyak tantangan yang harus dihadapi untuk mewujudkannya.
1. Cuma 20 persen lulusan sarjana yang bekerja sesuai dengan Prodi yang dipilihnya
Dalam kesempatan dialog itu, Nadiem memaparkan, selama ini hanya 20 persen lulusan Sarjana yang bekerja sesuai dengan sektor prodinya. Selebihnya, bekerja di luar kompetensi keilmuan yang didapat sesuai program studinya.
"Hanya beberapa persen mahasiswa bekerja sesuai dengan prodinya maksimal hanya 20 persen. 80 persen lulusan kita, tidak masuk dalam sektor didalam prodinya," sebut Nadiem.
Sehingga, kata Nadiem, program MBKM yang tengah digarap menjadi salah satu upaya membangun ekosistem sumber daya manusia yang kuat.
“Jadinya gak apa, selama S1 itu, mahasiswa bisa mencicipi berbagai sektor. Saya 100 persen yakin itu akan membuat, mereka akan lebih kuat,” ungkapnya.
Baca Juga: IWF 2021: Udah Tahu? Ini Perbedaan SEO dan SEM dalam Penulisan Artikel
2. Pimpinan kampus harus memberikan dukungan kepada mahasiswanya
Dalam MBKM, mahasiswa memiliki hak untuk memilih disiplin ilmu di luar prodinya. Baik itu pertukaran mahasiswa ke kampus lain, hingga praktik langsung lapangan. Itu dilakukan dalam periode semester yang sudah ditentukan.
Nadiem mengajak para pimpinan di Universitas memberikan keleluasaan kepada mahasiswanya. Jangan sampai ada tumpang tindih, antara perkuliahan Prodi dengan MBKM.
"Tidak bisa mengandalkan satu disiplin (ilmu), minimal dua atau tiga kadang-kadang. Ini alasannya, ujung-ujungnya untuk mahasiswa. Bukan ego sektoral per Prodi dan Fakultas," sebut Nadiem.
3. Tantangan MBKM harus bisa dilewati
Nadiem mengaku, MBKM yang digagasnya memiliki tantangan besar. Evaluasinya menunjukkan, pada semester pertama program berjalan, pasti ada penolakan hingga proses penyesuaian kurikulum hingga administrasi di kampus. Kemudian masuk tahapan kedua, mulai ada penerimaan. Hingga tahap ketiga, MBKM baru bisa berjalan sepenuhnya.
“Jadi itu prediksi saya. Pasti adaptasi, resistensi, kebingungan, masalah administrasi, kepala Prodinya melakukan restrukturisasi kurikulum. Jadi semua masih syok,” pungkasnya.
Baca Juga: IWF 2021: Copywriter Jadi Pekerjaan yang Tren saat Ini