Raih Gelar Doktor, Ramdeswati Pohan Kaji Politik Identitas

Angkat Khofifah Indar Parawansa sebagai informan kunci

Medan, IDN Times- Minimnya keterlibatan perempuan dalam pesta demokrasi membuat Ramdeswati Pohan, selaku Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi Pembangunan (STIK-P) Medan menulis Disertasi berjudul "Komunikasi Politik Khofifah Indar Parawansa Dalam Memperoleh Dukungan Partai Politik Dan Tokoh Nahdlatul Ulama Pada Pemilihan Gubernur Jawa Timur Tahun 2018".

Komisioner Informasi (KI) Provinsi Sumatra Utara periode 2014-2022 ini mengambil tema soal politik identitas karena terinspirasi dari dialog-dialognya dengan Wali Kota Banda Aceh, Illiza Sa'aduddin yang kalah dalam pemilihan Wali Kota Banda Aceh 2017 lantaran adanya kampanye hitam.

Dalam pemilihan itu dikatakan bahwa memilih perempuan hukumnya haram. Ditambah, ia tidak memiliki modal materiil yang cukup.

"Politik uang dalam tiap gelaran pemilihan tidak bisa kita ingkari, bukan lagi menjadi rahasia pada sebuah tayangan TV Indonesia Lawyer Club, salah seorang Bakal Calon Kepala Daerah Mattatili membongkar praktik beli perahu untuk memuluskan pencalonan, tidak tanggung-tanggung - kuasa hukum Mattatili menyebut angka 40 Milyar untuk satu Partai pemilik kursi gemuk," katanya saat sidang promosi gelar doktor dari Universitas Islam Nusantara (UIN) Sumatera Utara, Senin (15/8/2022).

1. Penelitian tentang keterpilihan Khofifah Indar Parawansa menjadi Gubernur Jawa Timur 2018

Raih Gelar Doktor, Ramdeswati Pohan Kaji Politik IdentitasIDN Times/Masdalena Napitupulu

Ramdeswati mengatakan, fakta-fakta tersebut memicunya untuk melakukan penelitian tentang keterpilihan Khofifah Indar Parawansa menjadi Gubernur Jawa Timur 2018.

"Hal itu berbanding terbalik dengan Khofifah, di mana Khofifah mendapat dukungan penuh dari ulama dan mampu menggandeng dua partai besar untuk mendukungnya sebagai calon Gubernur hingga akhirnya menang. Ini juga sebuah succes story tentang kepemimpinan perempuan. Kalau bukan perempuan yang menuliskan, siapa lagi?," ujar Ketua Forum Jurnalis Perempuan Indonesia (FJPI) periode 2015-2018 itu.

2. Melakukan penelitian di empat kota

Raih Gelar Doktor, Ramdeswati Pohan Kaji Politik IdentitasIlustrasi surat suara (ANTARA FOTO/Oky Lukmansyah)

Ramdeswati menyampaikan proses dalam menulis disertasi bukan hal mudah, pasalnya ia harus mengatur waktunya di tengah kesibukan menjadi Komisioner di KI Provsu saat itu. Ia melakukan penelitian di empat kota yaitu, Surabaya, Jakarta, Jombang dan Medan selama satu tahun pada 2019-2020.

"Saya mewawancarai tujuh narasumber baik secara online maupun offline dikarenakan masih dalam suasana pandemik," sebut perempuan yang pernah menjadi Wakil Ketua Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Sumut 2006-2010.

Baca Juga: Raih Gelar Doktor, Usman Kansong Tulis Populisme Islam di Pilkada DKI

3. Khofifah Indar Parawansa sebagai informan kunci

Raih Gelar Doktor, Ramdeswati Pohan Kaji Politik IdentitasIDN Times/Masdalena Napitupulu

Adapun empat narasumber yang berhasil ditemui Ramdeswati adalah Sholahuddin Wahid (alm) - Zainuddin Amali selaku etua DPD Golkar Jatim 2018, Hinca Panjaitan Sekjen Partai Golkar 2019 dan Khofifah Indar Parawansa sebagai informan kunci dan tiga narasumber pengaya data yaitu Surokhim selaku Dosen Politik d Universitas Trunojoyo Madura dan Rohani sebagai Ketua Muslimat NU-Sumut.

Dengan adanya penelitian ini, Ramdeswati menyebutkan dirinya ingin memberikan sumbangsih pemikiran kepada perempuan yang ingin terjun ke dunia politik. Ia juga berharap hasil penelitian ini dapat menjadi bahan praktis untuk para politisi atau pun para calon kepala daerah, khususnya dalam upaya dan strategi meraih dukungan penuh dari partai-partai politik.

4. Potensi prempuan untuk jadi pemimpin sangat dibutuhkan

Raih Gelar Doktor, Ramdeswati Pohan Kaji Politik IdentitasIDN Times/Masdalena Napitupulu

Tak hanya itu, Ramdeswati juga melihat potensi prempuan untuk jadi pemimpin sangat dibutuhkan.  "Ketika perempuan jadi pemimpin, dia akan lebih tahu apa yang dibutuhkan masyarakat khususnya perempuan," ucapnya. 

Menurutnya, posisi setara itu harus dilakukan dalam berbagai kegiatan termasuk pesta demokrasi. 

"Perempuan harus setara di mana-mana. Dalam kegiatan apapun dan di dalam politik juga harus berani," ujarnya. 

Ia melihat masih ada beberapa bias di masyarakat yang menilai bahwa perempuan dinilai kompeten ketika sudah berbuat. Namun akan berbeda dengan laki-laki. 

"Saya melihat, perempuan bisa dan diakui kalau sudah berbuat. Kalau laki-laki belum berbuat tapi punya garis kekuasaan, pasti langsung diakui," ungkapnya. 

Baca Juga: Penulisan Gelar Doktor yang Benar, Jangan Sampai Keliru!

Topik:

  • Doni Hermawan

Berita Terkini Lainnya