Museum Perjuangan Pers, Simpan Surat Kabar Pertama di Indonesia

Yuk belajar sejarah di museum ini

Medan, IDN Times - Kota Medan dikenal dengan beragam tempat wisata, salah satunya sejarah. Salah satu tempat wisata yang sayang dilewatkan ada Museum Perjuangan Pers di Medan. Wisata ini berlokasi di Jalan Sei Alas No.6, Sei Sikambing D, Kecamatan Medan Petisah.

"Sebelum kemerdekaan kita sudah berjuang. Jadi dengan adanya Museum Pers ini, mengajak anak-anak muda mengetahui para pejuang dan perjuangan pers di Sumatera Utara," ujar Muhammad Tok Wan Haria (TWH), seorang wartawan senior di Sumatera Utara, yang berinisiatif menjadikan rumahnya sebagai Museum Pers di Medan.

1. Museum Perjuangan Pers miliknya TWH menyimpan ratusan arsip koran

Museum Perjuangan Pers, Simpan Surat Kabar Pertama di IndonesiaMuseum pers di Medan (IDN Times/Masdalena Napitupulu)

Saat ditemui IDN Times di rumahnya, TWH bercerita Museum Perjuangan Pers miliknya itu menyimpan ratusan arsip koran, bahkan koran pertama yang terbit di Indonesia pada 1744 ada di sini. 

"Koran itu berjudul Bataviase Nouvelles. Surat kabar pertama terbit di Indonesia (Hindia-Belanda). Ini adalah wajah surat kabar tersebut nomor 10 tanggal 12 Oktober 1744. Ini salah satu koleksi di Museum Perjuangan Pers," ujarnya sembari menunjuk ke arah koran yang sudah di tempel di dinding pintu. 

2. Museum ini didirikan sejak 2019

Museum Perjuangan Pers, Simpan Surat Kabar Pertama di IndonesiaMuseum pers di Medan (IDN Times/Masdalena Napitupulu)

Museum ini didirikan sejak 2019. Namun, koleksi yang disimpannya sudah lama dikumpulkan. Terlihat dari arsip-arsip foto hingga koran yang begitu rapi dikoleksinya. 

Dari masa bekerja sebagai insan pers, sampai kini menjadi pembicara di beberapa kampus. Ya, sejak berusia senja, Muhammad TWH sering diundang menjadi tokoh pers yang menginspirasi dengan karya-karyanya. 

3. Keinginan untuk membuat museum pers ini sudah lama diidamkannya

Museum Perjuangan Pers, Simpan Surat Kabar Pertama di IndonesiaMuseum pers di Medan (IDN Times/Masdalena Napitupulu)

Pria usia 88 tahun ini lahir di Aceh Utara 15 November 1932. Istrinya bernama Kartini.  TWH bercerita, keinginan untuk membuat museum pers ini sudah lama diidamkannya.

Kecintaannya pada dunia menulis membuatnya fokus berkarya. Ia bahkan sudah menulis 25 buku yang dimulainya sejak 1986. Buku yang baru saja dibuatnya adalah kumpulan feature dari beberapa perjalanannya saat melakukan liputan, salah satunya saat ia meliput ke Amerika Serikat kala itu. Buku itu diberi judul "Nuansa Perjalanan Muhammad TWH".

Saat melihat buku itu, TWH ternyata menyelipkan beberapa puisi. Sebagai insan pers, katanya, harus serba bisa. Ia juga mengingatkan agar menguasai bahasa asing. 

TWH saat itu meminati tulisan olahraga lantaran perjalanan meliput ke Luar Negeri lebih besar peluangnya. "Jalan-jalannya banyak," ujarnya seraya tertawa.

Baca Juga: Kisah Veteran Muhammad TWH, Berjuang Lawan Belanda 

4. TWH sejak kecil sudah akrab dengan dunia membaca dan menulis

Museum Perjuangan Pers, Simpan Surat Kabar Pertama di IndonesiaMuseum pers di Medan (IDN Times/Masdalena Napitupulu)

TWH sejak kecil sudah akrab dengan dunia membaca dan menulis. Ayahnya merupakan penanggung jawab radio rimba raya yang juga Kepala Penerangan Tentara Resimen Divisi V di Bireuen. Ayahnya juga seorang koresponden harian "Penyedar".

Katanya, Ayahnya saat itu kerap memberikan tulisan stenografi untuk dibaca. Kemudian, ia melihat kebiasaan ayahnya yang menyadur berita lewat radio dan dituangkan ke tulisan stenografi. 

Kebiasaan ayahnya itu membuat TWH penasaran. Hingga pada usia 16 tahun saat ia menjadi Tentara Pelajar Islam di Aceh, ia ditempatkan di bagian penerangan. Yang tugasnya memberikan informasi pada era kemerdekaan kala itu. 

5. TWH usia 22 tahun bergabung menjadi wartawan

Museum Perjuangan Pers, Simpan Surat Kabar Pertama di IndonesiaMuseum pers di Medan (IDN Times/Masdalena Napitupulu)

Kemudian, TWH usia 22 tahun bergabung menjadi wartawan. Pada awal karirnya, TWH berkerja di Mimbar Umum pada 1954. 

Dalam perjalanan karirnya, TWH  pernah menjadi satu-satunya perwakilan Indonesia untuk meliput ke Amerika Serikat. Tahun 2011, Muhammad TWH mendapatkan "Press Card Number One" dari PWI Pusat.

TWH memiliki hobi menyimpan arsip. Dari hobinya itu ia berkeinginan untuk membuat museum di rumahnya. TWH hafal semua jenis barang yang dikoleksi beserta semua latar belakang sejarahnya. 

6. Jam operasional, Senin-Minggu mulai pukul 10.00-17.00 WIB

Museum Perjuangan Pers, Simpan Surat Kabar Pertama di IndonesiaMuseum pers di Medan (IDN Times/Masdalena Napitupulu)

Dia ingin, agar sejarah Pers di Sumut dan Sumatera bahkan di Indonesia tidak hilang begitu saja. Jika kelak dia sudah tiada, semua dokumen penting tersebut bisa terawat dan terjaga sepanjang masa. Kata TWH, sejak museum ini banyak pelajar dan mahasiswa yang berkunjung. Ini yang membuat TWH senang.

"Mahasiswa Universitas Sumatera Utara (USU) dan beberapa universitas lainnya, menjadikan data di museum sebagai bahan skripsi mereka. Mereka senang. Saya juga senang mereka bisa menyelesaikan studinya," ucapnya tersenyum.

Bagi yang ingin berkunjung ke tempat ini, TWH tidak memberlakukan uang masuk alias gratis. Jam operasional, Senin-Minggu mulai pukul 10.00-17.00 WIB.

Baca Juga: Bendera Merah Putih Pertama di Kota Medan Ada di Museum TNI 

Topik:

  • Doni Hermawan
  • Arifin Al Alamudi

Berita Terkini Lainnya