Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Psikolog Sorot Kendala Pendidikan Daring untuk Anak di Masa Pandemik

ilustrasi anak-anak (IDN Times/Dwifantya Aquina)

Medan, IDN Times - Hari ini 23 Juli diperingati sebagai Hari Anak Nasional. Satu hal yang selalu disorot adalah soal pendidikan anak. Di masa pandemik ini banyak orangtua yang khawatir dengan pendidikan anaknya karena sudah hampir dua tahun harus belajar daring. 

Orangtua melihat masih sangat kurang efektif, sehingga kemampuan siswa jauh dibawah standar yang berlaku. Menurutnya di sisi lain, para orangtua khususnya Ibu sulit menjadi guru yang baik bagi anaknya.

"Hal ini selain kurangnya pemahaman tentang materi yang diajarkan, sebagian orangtua menjadi marah dan kurang sabaran menghadapi anaknya ketika mereka dianggap tidak mampu menyerap pelajaran," ujar Psikolog, Irna Minauli, Jumat (23/7/2021).

Sehingga banyak orangtua yang menerapkan standar sesuai dengan kemampuannya sebagai orang dewasa, dan lupa bahwa kemampuan anaknya masih belum sepenuhnya berkembang.

1. Banyak distraksi selama belajar daring karena smartphone di luar keperluan belajar

Belajar bersama anak-anak (IDN Times/Besse Fadhilah)

Hal ini juga mengakibatkan banyaknya distraksi (mengalihkan perhatian ke yang lain), selama belajar daring antara lain dipengaruhi oleh penggunaan smartphone yang di luar dari keperluan belajar.

"Suatu penelitian menunjukkan bahawa hanya 10 persen saja waktu yang digunakan anak untuk mencari materi pelajaran via Google, sisanya lebih banyak dihabiskan untuk sosial media, menonton YouTube, belanja, chatting atau bermain games," jelasnya.

"Banyak anak yang beralasan ingin mencegah kejenuhan dengan bermain HP. Padahal semakin lama mereka bermain HP maka semakin berkurang minatnya pada pelajaran," tambah Irna.

2. Dampak anak bermain smartphone, cenderung miliki rentang perhatian rendah

Foto hanya ilustrasi. (Unsplash/igorstarkoff)

Irna juga menilai bahwa, dampak dari anak-anak yang terlalu lama bermain smartphone ini cenderung memiliki rentang perhatian yang lebih rendah, sehingga konsentrasinya mudah teralihkan dan minat bacanya juga menurun karena membaca buku dirasakan tidak seasyik bermain games.

"Dari segi lamanya waktu yang dihabiskan untuk mengikuti pelajaran via zoom seringkali menimbulkan kelelahan (zoom fatigue) dan kebosanan. Hal ini karena kurangnya interaksi antara guru dan murid serta antara satu murid dengan lainnya," tuturnya.

Tak hanya itu, masalah kesehatan mental yang jugamuncul selama masa pandemi ini berupa depresi dan gangguan kecemasan. Kasus melukai diri sendiri (self-harm) tampaknya semakin meningkat. Hal ini antara lain disebabkan karena ketidakmampuan anak mengelola kemarahan dan stres yang dialaminya.

3. Sebagai solusinya, ajak anak untuk melakukan kreativitas dan produktivitas

Irna Minauli (IDN Times/Yurika Febrianti)

Ia juga menambahkan, untuk mengatasi hal tersebut khususnya kejenuhan dalam masa PPKM ini, anak dapat lebih kreatif dan produktif. Sebagai solusi atau salah satu contoh kecil adalah, mengajak anak menata kembali kamarnya, memilih pakaian yang sudah tidak dapat digunakan sehingga bisa disumbangkan pada mereka yang membutuhkan.

"Semangat membantu orang lain dapat dikembangkan dan diasah selama pandemik ini. Anak diajarkan untuk berempati pada orang lain dengan membantu mereka yang membutuhkan. Dengan demikian, ketrampilan sosial anak dapat ditingkatkan," jelasnya.

Irna menyampaikan kalimat quotes yang sering diutarakan kepada banyak orang yakni, "low profile but high profit."

"Kita harus bersikap rendah hati, karena nantinya akan memiliki banyak manfaat atau keuntungan," tutupnya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Doni Hermawan
Indah Permatasari
Doni Hermawan
EditorDoni Hermawan
Follow Us