Filosofi Prof Ridha tentang Nasi Panas di Atas Meja Makan Keluarga
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Medan, IDN Times - Nama Prof Ridha Dharmajaya tidak asing lagi didengar untuk kalangan medis. Namun saat ini dia memutuskan terjun ke dunia politik.
Namanya mencuat menjadi bakal calon Wali Kota Medan yang siap bersaing tahun 2024 ini. IDN Times berkesempatan untuk mewawancarai Prof Ridha dan visi misinya untuk pembangunan Kota Medan.
1. Filosofi nasi panas ala Prof Ridha
Fokus Bacalon yang satu ini tidak jauh dari profesinya yaitu kesehatan. Namun, selain kesehatan. Dia menjelaskan tentang visi dan misi yang bisa dilakukannya nanti. Salah satunya dia membeberkan soal filosofi nasi panas.
“Tapi yang pasti, pertama itu kita harus pastikan bahwa ada nasi panas di setiap meja makan keluarga di kota Medan,” kata Prof Ridha.
“Pertama mungkin orang kalau dengar itu, berarti masyarakat kurang makan kan sesederhana itu sebenarnya. Tapi sebenarnya filosofi nasi panas di atas meja keluarga kota medan itu maknanya lebih lebar, kenapa? Kalau bicara nasi panas berarti ada kepala keluarga yang bisa membeli beras disitu atau menyediakan beras paling tidak," kata.
"Dan ada ibu yang memasak disitu karena kalau beli dari luar pasti nasinya dingin diatas meja bukan nasi panas. Maksudnya apa? Kita memberdayakan keluarganya, ini penting. Kenapa? Karena banyak problematika hari ini justru keluarganya tidak berdaya. Ada kepala keluarga yang frustrasi karena tidak bisa mencari penghasilan dan ada penghasilan tapi dia tidak dihormati oleh istri maupun anak-anaknya,” jelasnya.
2. Kasus perceraian yang tinggi menjadi salah satu faktor
Dia mencontohkan secara nasional, saat ini angka perceraian tinggi sekali mencapai angka 500 ribuan lebih tapi 2/3 lebih dari perceraian. Justru bukan perceraian talak tapi perceraian gugat. Sehingga, hal ini menjadi salah satu faktor awal dari lingkaran kemiskinan.
“Artinya, perempuan yang menggugat cerai si istri, kenapa? Kalau itu selalu problemnya ekonomi dimana kepala keluarga tidak bisa mencukupi kebutuhan. Nah, itu yang menjadi dasar sebetulnya,” tuturnya.
Lanjutnya, jika melihat pada satu kondisi di daerah ada anak berusia 4-5 tahun rambutnya pirang. Artinya, anaknya kurang gizi.
“Respon primitif kita kasih makan anaknya. Kasih subsidi makan terus, anaknya sehat. Tapi kalau kita respon lebih jauh ternyata kakak si anak tadi itu putus sekolah, kakaknya lagi terlibat prostitusi. Ibunya juga kurang lebih seperti itu, bapaknya narkoba dan mabuk-mabukan. Misalnya di kalangan nelayan seperti itu, nah kita bisa cek kenapa bapaknya seperti itu,” kata Prof Ridha.
Menurutnya, sebagai nelayan hal yang sulit untuk melaut dikarenakan BBM bersubsidi tidak gampang didapat dan zona tangkapnya dimasukkan kapal-kapal besar.
Sehingga, begitu sampai ke darat, hasil tangkapannya terpukul sama tengkulak-tengkulak lain. Akhirnya, dia bisa jual ikan untuk makan hanya hari itu. Namun, begitu ombak tinggi tidak bisa melaut dan nelayan tidak tahu mau makan apa, akhirnya berhutang dan frustrasi. Maka, menjadi masalah adalah lingkaran kemiskinan dikarenakan keluarga yang tidak berdaya.
“Coba kalau ini diselesaikan, bbm bersubsidinya diberi dan zona tangkapnya dilindungi begitu sampai ke darat harga jual ikannya dijaga. Kita bisa memotong distribusi ikan sampai ke konsumen dia dapat harga yang baik,” tambahnya.
Akhirnya, keluarga tersebut berdaya dan memiliki penghasilan yang baik. Jika, keluarga memiliki penghasilan yang baik. Pasti bapak dan anaknya tidak kurang gizi dan anak lainnya sekolah.
“Tapi kita tidak bisa menyelesaikan masalah sekecil itu tapi dilihat dari suatu hal yang komprehensif,” katanya.
3. Menampung lapangan kerja, tidak hanya memberikan makan
Kemudian, yang kedua menampung lapangan kerja, lebih hanya sekedar memberikan makan. Namun, perlu memberikan lapangan kerja dikondisi saat ini.
“Nah, kita perlu membuat industri bukan membuat pabrik. Harus ada satu industri yang menjadi model dan motor di kondisi kita di medan kita gak mungkin punya lahan yang luas membuat perkebunan, gak mungkin punya tambang itu bukan penghasilan kita tapi kita bisa membuat edit value dari sebuah produk. Misalnya, kita bicara bahwa kita punya kawasan yang akan dijadikan industri, industrinya misal sawit,” katanya.
Masih dalam penjelasannya, dari lahan sawit tadi diolah masuk ke Perkebunan Kelapa Sawit (PKS) lalu PKS punya produk dan masuk ke makanan dan lainnya. Maka, bisa dibuat. Dari sini, pemerintah harus mengambil peran membangun jalan atau jalur transport dari pabrikannya langsung ke pelabuhan.
Baginya, pelabuhan juga harus diperbaiki untuk bisa menerima atau menampung kapal-kapal ini dan bisa dikirim keluar.
“Harus sepeti itu, karena hari ini kita melihat perusahaan daerah atau BUMD itu gak mampu memberikan sesuatu atau memberikan tambahan buat kita,” terangnya.
Meskipun, lanjut Prof. Ridha Pemerintah memiliki dua tangan, tangan kedinasan dan BUMD. Jika, BUMD ini jelas untuk profit, dan service ke masyarakat. Nah, segala sesuatu yang service ini kalau sudah cukup layak dijual bisa dijual. Apa kira-kira yang memiliki potensi untuk mendapatkan keuntungan dari bidang-bidang ini.
Kemudian industri kesehatan, Prof Ridha menilai jika berbicara kesehatan saat ini sudah ada UHC berobat gratis ke rumah sakit. Namun, hal tersebut dikatakannya normal.
“Tapi dengan 3 juta orang tanggungan penduduk kota medan. Kita bukan hanya berpikir ini bisa masuk ke BPJS tapi kita bisa punya BPJS sendiri dengan meng-cover 3 juta orang. Kedua, hari ini pemerintah teriak-teriak kehilangan devisa ratusan triliun akibat pasien berobat ke luar negeri. Nah, sekarang medan ini gateway (pintu gerbang) untuk pasien berobat ke laur negeri,” tuturnya.
Dia mencontohkan pasien dari daerah yang ingin berobat ke luar negeri, dan Kota Medan hanya dilintasi untuk bepergian.
“Ada nande-nande di kaki Gunung Sinabung jarang ke Medan. begitu datang ke Medan belok ke Kualanamu terbang langsung ke Penang. Hanya untuk periksa kesehatan. Artinya, diluar pasar BPJS ini ada masyarakat yang mampu membayar untuk kelas pelayanan yang premier. Kenapa kita gak punya disitu,” tutupnya.
Baca Juga: Prof Ridha Jadi Kader PDIP, Dapat Restu Maju Pilkada Medan