7 Fakta Perjuangan Nelayan Tradisional Melawan Pukat Trawl

KNTI berharap pemerintah dapat menindak tegas pukat trawl

Tanjung Balai, IDN Times - Sekretaris DPD Kesatuan Nelatan Tradisional Indonesia (KNTI) Tanjung Balai - Asahan, Dada Sanjaya Ritonga mengatakan ada sekitar 1.500 nelayan tradisional dengan mata pencarian dari hasil kekayaan laut. Namun, setiap kali melaut mereka cemas atas keberadaan pukat trawl.

Sejak itu, pukat trawl menjadi musuh terbesar bagi mereka untuk kelangsungan hidup para nelayan tradisional disekitaran.

Tak hanya berdiam diri. Ribuan nelayan tradisional kala itu juga pernah melawan, karena kerap kali memasuki zonasi wilayah nelayan tradisional dan dianggap merusak ekosistem di laut.

1. Pembakaran kapal trawl menjadi sejarah bagi nelayan tradisional

7 Fakta Perjuangan Nelayan Tradisional Melawan Pukat TrawlPerjuangan nelayan tradisional melawan pukat trawl di Tanjung Balai (IDN Times/Indah Permata Sari)

Salah satu perlawanan yang mencuat ke publik adalah pembakaran kapal trawl tahun 2016. Saat itu, puncak kemarahan para nelayan tradisional tak terkendali dan menjadi sejarah.

“Kejadian awalnya, kapal trawl ini menabrak jaring nelayan tradisional. Ya jadi gak ada lah ikannya. Karena sudah berkali-kali terjadi seperti itu, ya marah lah,” ucapnya.

Momen ini membuat pertemuan antara pengusaha pukat trawl bersama nelayan tradisional. Namun, alasannya zona tangkap antara nelayan trawl dan nelayan tradisonal sama.

Hingga berujung tanpa titik temu. Dengan kukuh, pengusaha tak merasa bersalah sehingga tak ingin melakukan ganti rugi. Persolaan kian berlanjut sampai akhirnya ratusan nelayan tradisional jadi korban.

Emosi nelayan mulai meluap sehingga bertindak membakar kapal trawl yang ada di tengah dan pinggir laut.

“Saat itu nelayan tradisional teramat kesal. Bahkan sudah mengadu ke, pemerintahan kota, gubernur, sampai ke Polda. Tapi mereka hanya bicara, tapi aksi tidak ada,” ujarnya.

2. Usai pembakaran pukat trawl, aktivitas terhenti dan berdampak positif pada nelayan tradisional

7 Fakta Perjuangan Nelayan Tradisional Melawan Pukat TrawlPerjuangan nelayan tradisional melawan pukat trawl di Tanjung Balai (IDN Times/Indah Permata Sari)

Fakta lain, dalam titik perjuangan nelayan tradisinal setelah kejadian itu, aktivitas kapal trawl sempat terhenti sekitar 3 bulan. Dampaknya pun terasa. Hasil tangkapan nelayan tradisional yang sebelumnya hanya mendapat hasil tangkapan 2 Kg menjadi 15 Kg.

Menurutnya, alat tangkap yang dipakai kapal trawl menghancurkan laut. Sebab, alat tangkapnya sampai ke dasar laut. Akibatnya, benih ikan turut terjaring dan merusak terumbu karang.

“Karena alat itu langsung ke dasar laut. Jangan kan ikan, sampah sekecil pun dapat,” ujarnya.

Beranjak dari tahun 2016, situasi terkini yang dirasakan nelayan tradisional tidak cukup berbeda. Kapal trawl tetap beraktivitas meski secara aturan tidak diperbolehkan, terkhususnya di areal tangkap nelayan tradisional.

“Regulasi ada tapi tidak berjalan, tidak ada eksekusi. Yang akhirnya nelayan ini jenuh. Padahal kami hanya ingin menjaga laut ini supaya banyak ikannya, kelestariannya, supaya bisa dinikmati generasi mendatang,” ungkapnya.

“Artinya kenapa mereka (kapal trawl) bisa jalan? Karena ada di belakang mereka pengusaha besar, pejabat, serta aparat yang memback-up. Yang kasihan nanti bukan nelayan saja. Lautnya jadi korban. Kita harap pemerintah dan seluruh aparat agar benar-benar menegakkan aturan yang ada,” sambungnya.

3. Pukat mini trawl jadi ancaman

7 Fakta Perjuangan Nelayan Tradisional Melawan Pukat TrawlPerjuangan nelayan tradisional melawan pukat trawl di Tanjung Balai (IDN Times/Indah Permata Sari)

Di lain pihak, Dahli Sirait seorang pengusaha lokal, lebih detail, mengatakan yang juga menjadi musuh nelayan tradisional di Tanjung Balai adalah kapal pukat mini trawl.

Pukat mini ini biasanya beraktivitas di wilayah nelayan tradisional. Cara kerjanya, kapal menarik pukat yang ditebar ke laut. Ini menjadi fakta tambahan bahwa, nelayan tradisional terus melakukan perjuangan demi kelangsungan hidupnya.

“Masalahnya, pukatnya itu menjaring semua jenis hasil laut. Mulai udang, cumi, dan lainnya. Gambaran pukat mini ini, pakai tali ris untuk membuka kantong jaring, terus berpapan. Itu salah satu ciri-cirinya,” ujar Dahli.

“Intinya, kapal trawl ini posisinya aktif menarik jaring. Sementara kalau kapal nelayan tradisional pasif, artinya jaring ditebar dan mengikut arus. Kalau jumlah pukat mini trawl di sini ada ribuan lah,” tambahnya.

Ia menyampaikan yang menjadi catatan bahwa nelayan pukat mini trawl itu rata-rata datang dari Asahan. Dulu, mereka datang dari Asahan dan menjual hasil tangkapan di Tanjung Balai. Kini, mereka menangkap dan menjual di Tanjung Balai.

Alasan nelayan ingin bekerja di kapal pukat mini karena dapat melaut kapan saja. Sehingga pendapatan yang didapat, sekitar Rp200 ribu per harinya, lebih stabil. Sedangkan nelayan tradisional tidak tentu karena bergantung pada kondisi laut.

Selain itu, jenis pukat mini dapat diatur sesuai dengan keinginan nelayan ingin menangkap apa.

Semisal, harga udang lagi mahal, pukatnya diatur untuk menangkap udang, dan begitu juga dengan yang lain.

4. Permasalahan juga ada pada akses untuk mendapatkan BBM

7 Fakta Perjuangan Nelayan Tradisional Melawan Pukat TrawlPerjuangan nelayan tradisional melawan pukat trawl di Tanjung Balai (IDN Times/Indah Permata Sari)

Tidak hanya persoalan alat tangkap, fakta lainnya para nelayan tradisional juga mengalami permasalahan akses untuk mendapatkan BBM.

“Untuk soal BBM begini, misalnya harga di SPBU itu per liter Rp 6.800. Karena akses terbatas, biasanya pakai jasa agen yang mengambil pakai jeriken. Itu ongkosnya per liter Rp 2.000. Masalahnya sering kondisinya, minyak kosong dan harga naik, tapi tangkapan kosong. Di situ lah nelayan menjerit,” ungkapnya.

Oleh karena itu, lanjutnya, KNTI mendorong untuk bekerja sama dengan Pertamina untuk membangun Stasitun Pengisian Bahan Bakar Umum Nelayan (SPBUN). Menurutnya program itu sedang dicanangkan akan siap tahun ini. Konsep SPBUN ini nantinya akan diperuntukkan hanya ke nelayan tradisional dengan spesifikasi kapal 10 GT.

“Jadi kelompok yang disasar itu memang nelayan tradisional. Semoga ini terealisasi,” tutupnya.

5. Pemerintah belum menyediakan fasilitas yang mencukupi kepada nelayan tradisional

7 Fakta Perjuangan Nelayan Tradisional Melawan Pukat TrawlWali Kota Tanjung Balai, Waris Tholib (IDN Times/Indah Permata Sari)

Sementara itu, Waris Tholib selaku Wali Kota Tanjung Balai mengatakan salah satu persoalan yang didapati Pemerintah saat ini ialah belum dibangunnya Tempat Pelelangan Ikan (TPI) untuk para nelayan. Sehingga pemerintah tidak mendapatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari pelelangan ikan.

Padahal dari 197 ribu penduduknya, ada lebih dari 15 ribu yang bekerja sebagai nelayan (tradisional maupun bukan). Ada sekitar 1.500 kapal penangkap ikan dan 98 gudang penyimpanan. Bahkan setiap harinya, dari data Dinas Perikanan, lebih 200 ton ikan masuk ke Kota Tanjung Balai.

“Kami berharap Kota Tanjung Balai ini mendapat PAD dari pelelangan ikan. Kondisi ini sekaligus membantu para nelayan. Kemarin kita berupaya bahwa ada surat dari kementerian apakah nelayan di sini yang menangkap ikan di luar perairan, Selat Malaka misalnya, apakah harus melelang ke Batam,” ujarnya.

“Kalau ia, maka itu akan menimbulkan banyak pekerja di gudang yang nganggur. Beruntung saat ini hal itu sudah bisa dilakukan. Selain itu, kenapa para nelayan ini tidak memberikan upeti lewat PAD, ya karena memang TPI tidak ada. Jadi mereka membawa penghasilan sampai ke gudang dibongkar langsung masuk ke dalam truk dibawa ke Belawan,” sambungnya.

Waris menyadari pemerintah belum menyediakan fasilitas yang mencukupi kepada nelayan. Namun pihaknya masih berusaha meyelesaikan peraturan terkait hal itu dan menyampaikannya ke gubernur, DPRD, Bappenas, DPR RI, hingga menteri agar TPI dibangun di Tanjung Balai.

“Begitu TPI dibangun Rusdanya juga sudah selesai dan sekaligus bentuk proses retribusi ini pasti akan kami lakukan. Inilah salah satu PAD besar yang kita harapkan dalam waktu dekat membantu kondisi keuangan APBD Pemerintah Kota Tanjung Balai,” ungkapnya.

6. Jaminan kesehatan untuk nelayan tradisional diakui belum ada

7 Fakta Perjuangan Nelayan Tradisional Melawan Pukat TrawlPerjuangan nelayan tradisional melawan pukat trawl (IDN Times/Indah Permata Sari)

Di sisi lain, ia mengungkapkan persoalan lain yang dihadapi nelayan ialah soal jaminan kesehatan.

Dia mengaku Sejauh ini telah mengundang para pengusaha untuk datang dan mempekerjakan para nelayan sebagai anak buah kapal (ABK). Namun para pengusaha itu masih belum dapat memfasilitasi untuk beberapa hal seperti jaminan kesehatan dan upah di bawah UMR.

Oleh karena itu, pihaknya mendaftarkan sekitar 15 ribu nelayan agar mendapatkan BPJS Tenaga Kerja. Terkait upah di bawah UMR, pihaknya telah mengimbau melalui Dinas Tenaga Kerja agar para nelayan diberikan upah memang sesuai standart UMR di Indonesia.

Dia mengklaim pula telah memikirkan cara membantu nelayan lewat bantuan UMKM yang akan diberikan ke istri atau keluarga nelayan. Program itu telah berjalan. Ada 5 ribu nelayan yang sudah mendaftar sedangkan 10 ribu lagi belum tercover.

“Semoga dalam waktu 2 tahun ini, upaya itu sudah berbuah,” sebutnya.

7. KNTI berharap Pemerintah tindak tegas aktivitas kapal trawl

7 Fakta Perjuangan Nelayan Tradisional Melawan Pukat TrawlKetua Umum KNTI, Dani Setiawan (IDN Times/Indah Permata Sari)

Sementara itu, Dani Setiawan selaku Ketua Umum KNTI mengatakan keresahan atas keberadaan trawl ini tidak hanya dirasakan nelayan tradisonal di Tanjung Balai melainkan di seluruh Indonesia. Secara nasional ada beberapa faktor yang menjadi ancaman nelayan tradisional.

Pertama, faktor alam seperti cuaca ekstrim. Hal ini membuat ketidakpastian nelayan untuk melaut sehingga berimbas pada menurunnya ekonomi.

Kedua, faktor yang bersifat struktural. Misalnya soal Bahan Bakar Minyak (BBM). Sekitar 70 persen biaya melaut nelayan untuk membeli BBM. Tetapi akses nelayan untuk membeli BBM bersubsidi sangat sulit.

"Belum lagi kalau kita bicara struktural yang lain, seperti misalnya perlindungan sosial yang minim. Padahal semakin hari, kondisi yang dihadapi perubahan alam tidak menentu. Kondisi nelayan jadi rentan," ungkapnya.

Untuk konteks di Sumut, Dani mengungkapkan nelayan tradisionalnya sangat aktif menolak keberadaan kapal trawl. Meski begitu, kondisi nelayan di Sumut secara umum tidak lebih baik dari yang sebelumnya.

"Kalau dulu, meski nelayan di Sumut berkompetisi keras dengan kapal trawl tapi sumber daya perikanannya relatif terjaga. Mereka masih bisa menangkap ikan dalam jumlah yang banyak dan bisa menghidupi keluarganya," jelasnya.

Sedangkan sekarang, lanjut Dani, sumber daya perikanannya berkurang. Padahal ancaman dari kapal trawl masih tetap berlangsung.

Menurutnya kapal trawl harus ditolak karena merusak ekosistem laut. Selain itu, kapal trawl punya alat tangkap dengan tingkat efektivitas yang tinggi sehingga mengurangi daya tangkap nelayan tradisional.

"Di sini lah kebijakan Pemerintah harusnya lebih tegas untuk melarang aktivitas kapal trawl di perairan di Indonesia khususnya di Sumut ini," pungkasnya.

Baca Juga: PSMS Masuk Grup 1, Ini Rival-rivalnya di Liga 2 Musim 2023/2024

Topik:

  • Arifin Al Alamudi

Berita Terkini Lainnya