Lulusan Program Studi Sepi Peminat Susah Cari Pekerjaan yang Linear

Nauli Nami pilih kuliah Bahasa Prancis karena dorongan ibu

Medan, IDN Times - Universitas Negeri Medan (Unimed) merupakan salah satu kampus yang mahsyur di wilayah Sumatra Utara. Kampus yang dulunya bernama IKIP ini berfokus mencetak para lulusan yang memiliki daya saing di dunia kerja.

Lulusan Unimed juga dimaksimalkan mampu mengilhami nilai-nilai yang selalu ditanamkan oleh kampus, yakni the caracter building university. Dimana sikap dan karakter menjadi hal yang harus sejalan dengan skill yang dimiliki.

Kampus hijau ini memang mayoritas mencetak para sarjana pendidikan. Sebab, banyak program studi yang golongannya adalah pendidikan. Meskipun begitu, Unimed juga mempunyai program studi yang termasuk ke dalam golongan non-pendidikan. Seperti akuntansi, sastra Indonesia, sastra Inggris, manajemen, seni pertunjukan, dan lain-lain.

Terbaru, Universitas Negeri Medan diminati sebanyak 52.348 pendaftar. Tentu ini menjadi bukti bahwa animo masyarakat terhadap kampus hijau ini cukup tinggi. 

Menurut Kampusimpian.com, program studi Seni Pertunjukan dan program studi Pendidikan Bahasa Prancis merupakan salah satu program studi dengan passing grade rendah di Unimed. Kedua program studi tersebut terletak di Fakultas Bahasa dan Seni.

Passing grade yang rendah bukan berarti program studi tersebut memiliki kualitas yang rendah pula. Yuk kita simak gimana sih komentar dari mahasiswa dan alumni Pendidikan Bahasa Prancis dan Seni Pertunjukan:

1. Nauli Nami pilih kuliah Bahasa Prancis karena dorongan ibu

Lulusan Program Studi Sepi Peminat Susah Cari Pekerjaan yang LinearProdi seni pertunjukan Universitas Negeri Medan (IDN Times)

Nauli Nami, mahasiswa Pendidikan Bahasa Prancis mengatakan jika program studinya sebenarnya telah diisi dosen-dosen yang berkompeten.

“Dosen-dosen di sini menurut saya bagus, skill bahasa Prancis-nya tidak perlu diragukan. Namun, kalau dari segi jumlah kurang sih menurut saya,” ujarnya, Sabtu (19/8/2023).

Mahasiswa semester 11 ini menambahkan jika ia tertarik dengan bahasa Prancis dikarenakan berkat dorongan Ibunya yang merasa bahwa anaknya suka dengan bahasa asing.

“Semakin ke sini saya rasa bahwa belajar bahasa Prancis tidak semudah yang kita bayangkan. Duh, apalagi grammar dan konjugasinya,” ujarnya.

Sementara itu, Rendi Yansyarullah, mahasiswa seni pertunjukan angkatan 2022 juga menyatakan hal yang sama. Dosen di program studinya sangat mumpuni di bidangnya. 

“Saya senang banyak pembelajaran yang saya terima di seni pertunjukan. Apalagi kenal banyak orang dan teman-teman yang hebatnya luar biasa. Di dalam jiwa saya ada seni yang belum dikembangkan. Jadi saya ingin mengembangkannya di seni pertunjukan ini,” kata mahasiswa yang bercita-cita menjadi seniman yang budiman itu.

2. Gak mudah dapat pekerjaan sesuai jurusan kuliah

Lulusan Program Studi Sepi Peminat Susah Cari Pekerjaan yang LinearProdi seni pertunjukan Unimed (IDN Times)

Lulusan program studi pendidikan Bahasa Prancis, Dewi Tri Wibowo mengaku memiliki banyak rintangan dalam mencari pekerjaan yang linear.

“Target awal sebelum kuliah di prodi ini, saya mengingkan bekerja di kedutaan besar atau paling tidak menjadi seorang dosen. Alhamdulillah saya sekarang bisa menjadi seorang dosen walau masih freelance. Menurut pandangan saya, lumayan sulit untuk mendapatkan pekerjaan sesuai jurusan kami. Banyak teman-teman saya yang sekarang bekerja tidak sesuai dengan jurusannya. Misalnya, bekerja di Bank, Kantor Asuransi, guru SD, guru mata pelajaran lain, atau di perusahaan Prancis dan non Prancis lainnya,” tutur Tri.

Perempuan yang berhasil lulus dengan program sarjana selama 3 tahun 9 bulan serta program magister 1 tahun 5 bulan ini, mengatakan bahwa meskipun banyak rintangan mencari pekerjaan yang linear, beberapa lulusan prodinya juga ada yang pekerjaannya sesuai dengan wilayah bahasa Prancis, seperti di perhotelan, pariwisata (guide), atau pengajar bahasa Prancis.

Sementara itu, lulusan program studi seni pertunjukan, Andika Syahputra, merasa bahwa program studinya telah memberikannya banyak bekal untuk bersaing di dunia kerja.

Mantan ketua Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) ini juga membeberkan bahwa lulusan seni pertunjukan tidak sulit mencari pekerjaan, namun membutuhkan waktu dan usaha yang maksimal.

“Di dalam seni pertujukan, para lulusan terbiasa bekerja secara tim. Saya sendiri banyak tergabung dalam event organizer, weeding organizer, atau manajemen sebuah festival. Alhamdulillah saya tidak terlalu lama menganggur. Kalau ditanya apakah pekerjaan saya saat ini sesuai harapan atau tidak, bagi saya hal ini sudah selayaknya kembali pada diri kita. Kita harus menyesuaikan diri dengan keadaan dan kebutuhan pasar," jelasnya.

"Kalau di seni pertunjukan, kita tidak harus menjadi aktor, sutradara, atau koreografer sekalipun. Seni pertunjukan itu banyak lingkupnya. Kita bisa jadi penari, pengkaji, penata lighting, atau kru yang mendukung suatu pertunjukan. Kita harus bisa menyesuaikan diri terhadap apa yang dibutuhkan,” tambah sarjana seni pertunjukan ini yang telah menjadi guru di salah satu sekolah.

3. Berharap kampus gencarnya promosikan prodi-prodi yang sepi peminat

Lulusan Program Studi Sepi Peminat Susah Cari Pekerjaan yang Linearfodors.com

Karena program studi pendidikan bahasa Prancis dan Seni Pertunjukan termasuk salah satu program studi dengan passing grade rendah di Unimed, mereka berharap perlunya kerja sama dari setiap lini.

“Semoga pihak Prodi semakin gencar dan gesit dalam upaya penyebaran dan sosialisasi di sekolah-sekolah khususnya Asahan, Batubara, dan wilayah lainnya yang belum ada memuat pelajaran bahasa Prancis. Nah, luaran akhirnya supaya sekolah tersebut bersedia membuka Mulok (muatan lokal) bahasa Prancis. Hal ini dapat menambah jejaring alumni agar dapat bekerja sebagai pengajar di sana,” pungkas Tri Wibowo.

Baca Juga: Potret Keseruan Pengibaran Bendera Raksasa di Puncak Gunung Sibayak

Topik:

  • Arifin Al Alamudi

Berita Terkini Lainnya