Voice of Forest: Tiap Bulan Ada Satu Satwa Dilindungi Dijualbelikan

Sumut dan Aceh rugikan negara Rp288 miliar

Medan, IDN Times - Kasus perdagangan satwa dilindungi masih langgeng terjadi setiap tahunnya. Sepanjang 2022 dan 2023, Voice of Forest (Yayasan Suara Hutan Indonesia) mencatat ada 26 kasus perdagangan satwa liar dilindungi yang terjadi di Provinsi Aceh dan Sumatra Utara.

Dari jumlah tersebut, penegak hukum menetapkan total 53 orang sebagai tersangka kasus perdagangan satwa liar dilindungi. Dalam dua tahun terakhir, Voice of Forest melakukan monitoring terhadap publikasi kasus perdagangan satwa di media massa.  

1. Jenis satwa dilindungi yang paling banyak diperjualbelikan adalah tenggiling

Voice of Forest: Tiap Bulan Ada Satu Satwa Dilindungi Dijualbelikantenggiling sunda di atas pohon (commons.wikimedia.org/Frendi Apen Irawan)

Jumlah tersangka yang melakukan perdagangan satwa dilindungi diperoleh berdasarkan monitoring media massa yang dilakukan Voice of Forest selama dua tahun terakhir. Diyakini masih banyak lagi kasus yang tidak masuk radar pemberitaan media. 

"Di Aceh terjadi 13 kasus perdagangan satwa liar dilindungi pada tahun 2022 dan 7 kasus pada 2023. Sedangkan di Sumut 12 kasus perdagangan Satwa Liar Dilindungi pada tahun 2022 dan 5 kasus pada 2023," ucap member Voice of Forest Prayugo Utomo pada acara KonservaTalk, Selasa (16/01/2024).

Jenis satwa terbanyak yang diperjualbelikan adalah tenggiling. Pada tahun 2022 di Aceh terjadi perdagangan Satwa 6 ekor burung beo Tiong Mas, 2 Lembar Kulit Harimau, 1 awetan beruang madu, dan 23,8 kg sisik tenggiling.

Sedangkan di Sumut telah diperjualbelikan 4 individu orangutan Sumatra, 1 ekor binturong, 5 ekor burung dilindungi, 1 kera hitam Sulawesi, 1 buaya sinyulong, 20 buaya muara, 3 ular sanca, 2 kura-kura kaki gajah, 257 kg sisik tenggiling, 10 pcs paruh rangkong, dan 8 pcs lidah tenggiling.

"Pada tahun 2023, di Aceh ada 2 individu orangutan yang diperjualbelikan, 2 lembar kulit harimau, dan 1 gading gajah. Sedangkan di Sumut ada 2 individu orangutan Sumatra yang diperjualbelikan, 1 ekor burung, 80 ekor blangkas, 1 lembar kulit harimau, 197 kg sisik tenggiling, dan 5 pcs paruh rangkong," papar Yugo.

 

Baca Juga: Influencer Medan Kumpulkan Donasi Rp82 Juta untuk Medan Zoo

2. Ada kasus jual-beli satwa dilindungi yang dikendalikan dari dalam penjara

Voice of Forest: Tiap Bulan Ada Satu Satwa Dilindungi Dijualbelikanilustrasi di penjara (pexels.com/RDNE Stock project)

Jika dirata-ratakan, tiap bulan terjadi satu kasus pedagangan satwa liar dilindungi di Provinsi Sumatra Utara dan Aceh. Angka ini disebut Prayugo sangat memprihatinkan. 

“Jika kita lihat dua tahun terakhir angka kasus dan jumlah pelaku menurun. Namun kami meyakini bahwa angka kasusnya lebih tinggi dari yang dilakukan penindakan atau pun yang terpublikasi. Kami masih melihat sejumlah kasus yang tidak terungkap,” kata Yugo yang juga merupakan Jurnalis IDN Times.

Perdagangan satwa dilindungi disebut Voice of Forest sebagai kejahatan yang terorganisir dan sangat rapi. Mulai dari tingkat tapak hingga pembeli akhir. Bahkan dalam sejumlah kasus, Voice of Forest menduga ada keterlibatan aparat penegak hukum dan militer.

“Dalam investigasi yang pernah kami lakukan, ditemukan satu kasus perdagangan satwa yang dikendalikan dari dalam penjara. Pelakunya juga merupakan residivis dalam perkara yang sama. Seolah tidak ada efek jera ketika pelakunya sudah menjalani hukuman,” kata Yugo. 

3. Aceh dan Sumut rugikan negara sebesar Rp288 miliar lewat jual-beli satwa dilindungi

Voice of Forest: Tiap Bulan Ada Satu Satwa Dilindungi DijualbelikanAcara ConservaTalk yang diadakan Voice of Forest, Selasa 16/01/2024 (IDN Times/Eko Agus Herianto)

Sementara itu Direktur Konservasi Yayasan Orangutan Sumatera Lestari – Orangutan Information Centre (YOSL-OIC) Muhammad Indra Kurnia mengatakan, pihaknya telah memantau vonis hukuman dalam kasus satwa dilindungi yang dinilai jauh panggang dari api. 

"Dari total 144 pelaku yang ditangkap selama tujuh tahun terakhir di Aceh dan Sumut, hanya tiga orang yang dihukum di atas tiga tahun penjara. Sementara 141 lainnya dihukum kurang dari tiga tahun penjara. Seluruh pelaku ditangkap dari total 92 kasus yang terjadi pada tahun 2016 sampai 2023," sebut Indra.

Indra juga menyoroti soal potensi kerugian keuangan negara dalam kasus perdagangan satwa dilindungi. Dalam tujuh tahun terakhir, kasus perdagangan satwa dilindungi di Aceh dan Sumatra Utara berakibat pada kerugian keuangan negara senilai Rp288,3 miliar. Valuasi ini merujuk pada perhitungan yang dilakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).  

Sebagai ilustrasi, jika Rp288 miliar, dikonversikan kepada harga satu bibit pohon hutan dengan nilai Rp20 ribu, maka bibit itu bisa untuk menghutankan kembali lahan yang setara dengan luas 12.133 lapangan sepakbola berstandar FIFA.

"Perdagangan satwa masih membutuhkan perhatian serius lintas pihak. Masifnya perdagangan, menjadi ancaman bagi kelangsungan keanekaragaman hayati. Jurnalis, pegiat lingkungan, akademisi dan kelompok lainnya bisa berkolaborasi bersama mencegah perdagangan satwa liar dilindungi," pungkasnya.

 

Baca Juga: 5 Fakta Kebakaran Hutan, Bisa Menyebabkan Bencana!

Topik:

  • Doni Hermawan

Berita Terkini Lainnya