Voice of Forest Ajak Mahasiswa Melawan Perdagangan Satwa Dilindungi

Ungkap maraknya tren perdagangan satwa yang terjadi di Sumut

Medan, IDN Times – Organisasi pegiat lingkungan Voice of Forest (VoF) mengajak mahasiswa menyuarakan dan melawan perdagangan satwa dilindungi. Ini dilakukan untuk terus menekan angka perdagangan satwa yang masih tinggi.

Ini terungkap dalam ConservaTalk atau bincang konservasi yang digelar berkolaborasi dengan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat FISIP USU, Selasa (5/3/2024) malam. Dalam diskusi yang didukung oleh Yayasan Orangutan Sumatra Lestari (YOSL) itu, mereka mengulik kasus perdagangan satwa yang terjadi khususnya di kawasan Sumatra Utara dan Aceh.

Dalam data VoF selama 2023, ada 26 kasus perdagangan satwa liar dilindungi yang terjadi di Provinsi Aceh dan Sumatra Utara. Sebanyak 53 orang menjadi tersangka dalam seluruh kasus.

 

 

1. Melakukan konservasi bukan hanya tugas mahasiswa kehutanan dan biologi saja

Voice of Forest Ajak Mahasiswa Melawan Perdagangan Satwa DilindungiPuluhan mahasiswa ramaikan diskusi perdagangan satwa (IDN Times/Eko Agus Herianto)

Member Voice of Forest, Prayugo Utomo mengatakan jika kasus perdagangan satwa belakangan ini menjadi semacam tren yang buruk. Bagi VoF, mahasiswa harus bersuara dan berpihak pada upaya konservasi satwa.

Dari maraknya tren perdagangan satwa, Yugo menilai jika mahasiswa bisa mengambil peran untuk lebih aware terhadap isu ini. Sebab jika dihitung, dampak perdagangan satwa memberikan kerugian cukup besar bagi negara.

"Isu lingkungan sangat penting untuk dibicarakan, terlebih mahasiswa. Karena yang membicarakan konservasi tidak hanya anak-anak kehutanan atau anak biologi saja. Ini isu yang cukup urgent yang harus kita gaungkan bersama," ungkap Yugo yang juga jurnalis IDN Times.

 

 

 

2. Satwa memiliki peranan masing-masing dalam menjaga ekosistem yang perannya tidak mampu digantikan manusia

Voice of Forest Ajak Mahasiswa Melawan Perdagangan Satwa DilindungiMahdiyyah sampaikan jika setiap satwa punya peranannya sendiri di dalam hutan yang tak bisa digantikan dengan manusia ataupun teknologi (IDN Times/Eko Agus Herianto)

Wildlife Surveyor, Mahdiyyah, mengungkap dampak buruk yang terjadi bila perdagangan satwa terus berlanjut. Di antaranya seperti gangguan pada rantai makanan, penurunan keanekaragaman hayati, ketidakseimbangan ekosistem, sampai ancaman terhadap manusia.

"Apa yang terjadi ketika orangutan hilang? Orangutan ini punya kontribusi besar bagi ekosistem, loh. Bayangkan ketika orangutan tidak mematahi kanopi pohon, maka tidak ada regenerasi baru bagi tumbuhan karena matahari tidak mampu menjangkau apa yang berada di bawah pohon," jelas Mahdiyyah.

Tidak hanya dampak lingkungan yang disebabkan apabila orangutan punah, gajah juga memiliki kontribusi besar bagi ekosistem. Mahdiyyah menyebutkan jika setiap keluarga gajah punya daya jelajah 10 Km setiap harinya dan sembari membuka jalur.

Jika gajah hilang, banyak makhluk hidup yang tidak mampu menggantikan peran itu. Punahnya gajah akan menyebabkan jalur hutan tertutup dan menyebabkan hewan lain sulit bergerak seperti mencari makan, reproduksi, dan lain-lain. Ketidakstabilan ekosistem disebut Mahdiyyah akan terjadi jika gajah semakin langka.

"Hewan punya pekerjaan sendiri di hutan yang tidak bisa digantikan oleh apapun termasuk manusia dan teknologi. Mereka tidak bisa mengganti suatu anugerah alami yang diberi Tuhan itu," katanya.

 

 

 

 

 

3. Masyarakat cenderung melihat isu perdagangan satwa sebagai isu yang sepele

Voice of Forest Ajak Mahasiswa Melawan Perdagangan Satwa Dilindungidiskusi oleh Voice of Foreat ungkap data perdagangan satwa di Sumut sepanjang 2022 dan 2023 (IDN Times/Eko Agus Herianto)

Diskusi terbuka yang diselenggarakan Voice of Forest memantik puluhan mahasiswa yang ikut serta. Salah satunya Ogek, mahasiswa FISIP USU. Setelah mengikuti jalannya diskusi dirinya berpendapat jika pengetahuan soal konservasi alam dan satwa sangat penting.

"Isu perdagangan satwa mungkin saat ini dampaknya belum dirasakan, namun sesungguhnya akan membawa dampak yang sangat besar bagi keberlangsungan ekosistem di kemudian hari. Susahnya bagi kita adalah kita harus membuat kesadaran secara intelektual di tengah masyarakat awam," kata Ogek.

Dirinya berpendapat jika isu perdagangan satwa bagi masyarakat umum sering disepelekan, sebab dampaknya tidak langsung dirasakan. Hal ini disebutnya tidak seperti narkotika yang memberi dampak secara lugas dan dekat dengan masyarakat.

"Awalnya saya merasa aneh, apa korelasinya antara ilmu sosial dengan diskusi perdagangan satwa? Tapi setelah dijelaskan oleh pemateri, bahwa isu lingkungan ini sebenarnya membawa dampak kepada masyarakat sendiri. Sebelum ini saya mikirnya untuk apa isu ini diurusi? Karena, kan, tidak ada juga dampaknya secara langsung ke saya dan keluarga saya, namun tadi Voice of Forest menjelaskan contoh yang real dan membuat saya sadar bahwa ada yang tidak beres dari gejala-gejala perubahan iklim atau akibat dari perdagangan satwa," tutur Ogek.

Dirinya menganggap jika Voice of Forest dan mahasiswa akan melewati perjuangan yang berat untuk menyuarakan isu perdagangan satwa. Sebab baginya sangat sulit untuk menyadarkan orang tentang isu lingkungan.

Melalui diskusi ini Voice of Forest berharap agar Mahasiswa mau terlibat dalam upaya konservasi, khususnya terlibat dalam usaha penyadaran bagi orang lain yang belum mengetahui dampak yang ditimbulkan dari perdagangan satwa.

 

 

 

Baca Juga: Seekor Sapi Betina Diduga Dimangsa Harimau Sumatra di Riau  

Topik:

  • Doni Hermawan

Berita Terkini Lainnya