Polisikan Mahasiswa, Pengamat Pendidikan: Rektor UNRI Antikritik

Kampus pencipta manusia kritis, kok rektornya antikritik?

Medan, IDN Times - Publik dihebohkan dengan keputusan Rektor Universitas Riau (UNRI) yang melaporkan mahasiswanya ke kantor polisi akibat memberinya kritik pedas. "Sri Indarti sebagai broker pendidikan" adalah narasi yang disampaikan salah seorang mahasiswa Universitas Riau bernama Khariq Anhar.

Khariq menyampaikan kritikan tersebut karena dirinya ingin protes tentang mahalnya biaya Uang Kuliah Tunggal (UKT) di kampusnya. Peristiwa Rektor yang melaporkan mahasiswanya ke polisi ini memancing atensi publik, termasuk pula para pengamat pendidikan. 

Eza Budiono selaku pengamat pendidikan Sumatra Utara menganggap jika kasus ini cukup menggelikan. Keputusan Rektor melaporkan mahasiswanya dinilai Eza sebagai bentuk antikritik seorang pimpinan tertinggi.

Baca Juga: Mahasiswa Demo Kenaikan UKT, USU Dianggap Tak Punya Empati

1. Rektor Unri seharusnya menempuh jalur mediasi daripada langsung melaporkan mahasiswanya ke polisi

Polisikan Mahasiswa, Pengamat Pendidikan: Rektor UNRI AntikritikEza Budiono, pengamat pendidikan yang juga merupakan seorang penulis dan mantan Kepala Sekolah di Sumut (dok.istimewa)

Bagi Eza yang merupakan mantan Kepala Sekolah di Tanjung Balai ini, konflik yang menimpa Rektor dan mahasiswa Unri terkesan memberangus budaya kritis yang biasa tercipta di perguruan tinggi. Apalagi disebutnya peristiwa itu hanya berdasarkan beberapa kalimat yang menurut Rektor tidak tepat.

"Kampus itu pencipta manusia yang kritis. Mereka meningkatkan daya pikir mahasiswanya. Namun ketika ada ketidaksepahaman antara dirinya dengan mahasiswa, masa dilaporkan ke polisi? Harusnya pihak kampus punya cara yang arif untuk mengatasi hal tersebut, jangan langsung dipolisikan. Sebaiknya menempuh proses mediasi dulu," kata Eza.

Pria yang juga aktif sebagai guru penggerak itu mengibaratkan seorang rektor seperti orang tua kedua bagi mahasiswa. Sebagaimana layaknya orang tua, ketika ada masalah dengan anaknya harus bisa disampaikan dahulu, dipanggil, lalu mendiskusikan apa yang sesungguhnya terjadi. Bukan justru terkesan anti kritik.

"Jelas-jelas mahasiswa memberi kritikan. Rektor seharusnya bukan membalas dengan melaporkannya ke polisi, tapi membuka sejelas-jelasnya apa yang terjadi. Mahasiswa pastinya memiliki asas praduga yang besar tentang kenapa UKT-nya bisa naik, hingga memunculkan pertanyaan di benak mereka. Pihak kampus seharusnya menjawab semua pertanyaan itu dengan proses mediasi dahulu. Rektor adalah orang yang mengajarkan mahasiswanya untuk kritis, tapi ketika mereka sudah kritis masa Rektor marah-marah?" ungkapnya.

2. Kritikan Khariq Anhar kepada rektornya bagi Eza Budiono tidak sensitif

Polisikan Mahasiswa, Pengamat Pendidikan: Rektor UNRI AntikritikRektor Universitas Riau Sri Indarti (IDN Times/ IG humasuniversitasriau)

Rektor Unri, Sri Indarti, melalui kuasa hukumnya mempermasalahkan narasi yang dilontarkan Khariq Anhar di media sosial. Bagi pihaknya yang telah mendalami perkara ini, narasi yang disampaikan Khariq Anhar dapat tersandung UU ITE.

Namun bagi Eza Budiono yang juga merupakan seorang penulis di Sumatra Utara, apa yang disampaikan Khariq Anhar sah-sah saja. Bahkan ia menilai bahasa yang dilontarkan mahasiswa Unri itu tidak sensitif.

"Menurut saya tidak sensitif kritiknya. Dasar kritikannya sebenarnya adalah kampusnya. Kampus ini, kan, produknya adalah sesuatu yang telah melewati giat analisis dan sudah dilakukan pembuktian. Namun apakah pihak kampus sudah meneliti perkembangan ekonomi keluarga mahasiswanya sehingga mengikuti kebijakan menaikkan UKT? Kalau UKT dinaikkan tanpa ada analisis perkembangan ekonomi mahasiswanya, berarti kampus mencederai prosedur dan didikannya sendiri. Kampus yang sering mengajarkan mahasiswa untuk senantiasa menganalisis sesuatu, tapi kampus justru tak melakukannya," jelas Eza.

Eza melihat tidak banyak sektor usaha yang mengalami kenaikan, sehingga sedikit pekerja yang gajinya bertambah. Bahkan, pegawai negeri saja gajinya hanya naik sekitar 8 persen. Yang mana jika dihitung dari gaji pokoknya, gaji pegawai negeri paling tidak mengalami kenaikan hanya Rp200 ribu saja.

"Itu PNS loh yang gajinya cuma naik Rp200 ribuan, sementara di lain sisi UKT justru naik sampai di atas 50 persen rata-rata se-Indonesia. Ini berarti, kan, sama sekali tak melihat kondisi dari mahasiswanya sendiri. Makanya kritikan itu saya anggap wajar dan tidak sensitif, karena berangkatnya dari kondisi ekonomi yang dialami setiap mahasiswa. Karena tidak semua mahasiswa yang orang tuanya sanggup, sehingga akhirnya beberapa mahasiswa yang terancam gak sanggup bayar UKT pilihannya adalah berhenti kuliah atau cuti sembari mencari kerja untuk dapat membayar UKT," kata pria yang juga pernah menjadi pemenang sayembara cerita anak Balai Bahasa Sumatra Utara ini.

3. Eza takut para mahasiswa tidak berani lagi menyampaikan aspirasi

Polisikan Mahasiswa, Pengamat Pendidikan: Rektor UNRI AntikritikEza Budiono guru penggerak asal Sumut (dok.istimewa)

Kenaikan UKT diketahui terjadi hampir di seluruh kampus di Indonesia. Hal tersebut didasari oleh Permendikbud nomor 2 tahun 2024 yang baru saja disahkan. Imbas dari permendikbud ini ramai mahasiswa yang protes. Termasuk yang terjadi di USU maupun UNRI.

Kasus Rektor yang melaporkan mahasiswanya ke polisi membuat Eza was-was. Ia cukup mengkhawatirkan jika banyak mahasiswa ataupun anak muda yang berani memyampaikan aspirasinya.

"Kalau seperti ini besok-besok tak ada lagi yang berani menyampaikan aspirasi di jalan. Seperti ia mengatakan A langsung dipolisikan, mengatakan B dipolisikan. Saya lebih menyarankan jika kampus mesti memikirkan kenapa mahasiswa melakukan kritik seperti itu, lalu lakukanlah refleksi. Kalau kritikannya tak benar, ya, sampaikanlah yang benar itu. Kalau benar, ya, kampus harus memperbaiki semuanya," terang Eza.

Dirinya berharap mahasiswa tetap menyampaikan aspirasinya dan tetap bersuara. Karena baginya mahasiswa merupakan ujung tombak perubahan yang memiliki semacam keistimewaan untuk menyampaikan gagasan.

"Mahasiswa harus tetap menyampaikan aspirasinya dan harus mengenal dulu bagaimana orang yang sedang kita kritisi, lalu memilah kata-kata yang memang paling pas untuk mereka. Kalau akhirnya itu semua tetap dipolisikan, jangan takut. Saya yakin netizen Indonesia atau masyarakat Indonesia juga akan tetap membela para mahasiswa," pungkasnya.

Baca Juga: Rektor Universitas Riau Polisikan Mahasiswanya karena Kritik UKT

Topik:

  • Arifin Al Alamudi

Berita Terkini Lainnya