Perdagangan Satwa Dilindungi di Sumut Rugikan Negara Ratusan Miliar

Voice of Forest sesali maraknya perdagangan satwa di medsos

Medan, IDN Times - Organisasi konservasi alam, Voice of Forest, mengadakan diskusi "KonservaTalk" terkait maraknya perdagangan satwa di wilayah Sumatra Utara dan Aceh, Selasa (16/01/2024). Tak hanya membuat satwa dilindungi menjadi langka dan punah, mereka melihat tren ini juga sebagai suatu isu yang dapat merugikan negara.

Voice of Forest melalui membernya, Prayugo Utomo, mengatakan jika di Sumatra Utara sendiri khususnya, negara harus menelan kerugian sebesar Rp137,78 miliar dari perdagangan satwa dilindungi. Yang di mana besaran kerugian tersebut bisa untuk dialokasikan pada giat-giat konservasi.

1. Perdagangan satwa dilindungi marak diperjualbelikan secara online

Perdagangan Satwa Dilindungi di Sumut Rugikan Negara Ratusan MiliarVoice of forest bahas tren perdagangan satwa dilindungi (IDN Times/Eko Agus Herianto)

Prayugo Utomo yang menjadi narasumber dalam acara ini memaparkan sebuah data yang telah pihaknya dapatkan. Di mana hampir 95 persen pelaku perdagangan satwa merupakan penjual di tingkat tapak, baik itu pemburu, agen, ataupun kurir. 

"Keuntungan mereka di perdagangan satwa sebenarnya cukup sedikit. Beberapa agen yang saya temui itu kehidupannya jauh dari kata mewah. Tapi mereka nekat melakukan perdagangan satwa padahal ada ancaman pidana," sesalnya.

Dirinya juga menerangkan modus perdagangan satwa yang tengah terjadi. Di mana paling besar ialah perdagangan yang dilakukan via online, khususnya di sosial media.

"Salah satu yang nyata adalah adanya informasi satwa dilindungi yang terdapat kasusnya di Facebook. Ada pedagang yang menawarkan dan ada semacam komunitas pencinta satwa. Artinya, para pedagang sudah secara terang-terangan dan gamblang melakukan penjualan satwa di medsos," kata Prayugo.

Baca Juga: Khawatir Kondisi Medan Zoo Saat Ini, Influencer Medan Buka Donasi

2. Para pedagang satwa dilindungi menggunakan rekening bersama untuk memuluskan aksi

Perdagangan Satwa Dilindungi di Sumut Rugikan Negara Ratusan MiliarPolda Sumut menangkap dua orang yang menjual kulit harimau dan sisik tenggiling, Kamis (9/10/2023). (Dok Polda Sumut)

Prayugo menerangkan jika pelaku perdagangan satwa dilindungi memiliki sistem yang cukup rapi. Mulai dari transaksi hingga distribusi.

"Para pelaku perdagangan satwa dalam melakukan transaksi keuangan, mereka menggunakan rekening bersama. Di mana itu memang dikhususkan untuk perdagangan satwa," jelasnya.

Beberapa kasus dan pelaku yang ditemui Prayugo sering dilakukan di jalur pantai Timur Sumatra. Yang mana jalur ini disebutnya sebagai jalur darurat perdagangan satwa.

"Untuk mengirimkan barang, para pedagang biasa menggunakan jasa ekspedisi atau dibawa langsung oleh kurir yang diutus. Di mana kita tahu sendiri jika hal ini semakin keruh, perdagangan satwa dapat mempercepat laju kepunahan, mengancam keberlangsungan ekosistem, dapat menjadi vektor penyakit zoonosis, hingga merugikan ekonomi negara," jelasnya.

 

3. Di Aceh sedang tren perdagangan tubuh satwa, sementara di Sumut yang dijualbelikan adalah satwa hidup

Perdagangan Satwa Dilindungi di Sumut Rugikan Negara Ratusan MiliarAcara ConservaTalk yang diadakan Voice of Forest, Selasa 16/01/2024 (IDN Times/Eko Agus Herianto)

Sementara itu, Indra Kurnia selaku Direktur Konservasi YOSL-OIC, menerangkan bahwa kerugian negara sebesar Rp137,78 Miliar di antaranya adalah dari temuan perdagangan harimau sebanyak 13 ekor, di mana perekornya negara rugi Rp1,2 miliar. Untuk individu orang utan, negara juga rugi Rp800 juta, sementara kasus yang ditemukan ada 10 individu orang utan.

"Jika di Aceh yang tren adalah perdagangan bagian tubuh satwa, maka di Sumut yang sedang tren adalah satwa dalam kondisi hidup. Kerugian negara sebanyak Rp137,78 miliar ini dihitung harga valuasi, seperti biaya dibawa dari alam, direhabilitasi, sampai kembali lagi ke alam," kata Indra.

Melihat maraknya kasus perdagangan satwa yang dilindungi, Indra mendesak jika pemerintah harus mengerahkan berbagai upaya untuk memutus tindak ilegal ini. Di mana pihaknya menilai jika hal tersebut tak hanya semata sebagai tugas KLHK (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan).

"Saya memandang dalam kasus perdagangan satwa, harus ada kolaborasi dari dua kementerian. Sebab, jika perdagangan satwa dilakukan di media sosial, ini bukan hanya menjadi kerja KLHK, namun juga harus ada pantauan Kominfo di sini. Kominfo harus menyasar ke market place perdagangan satwa di media sosial yang saat ini tengah marak. Market place yang seperti ini harus diblokir. Entah itu kata kunci dan lainnya," desaknya.

Baca Juga: Kian Memprihatinkan, Medan Zoo Harus Benahi Total Pengelolaan

Topik:

  • Doni Hermawan

Berita Terkini Lainnya