Jalan Terjal Masyarakat Adat Kawasan Toba Lawan PT Toba Pulp Lestari

Konsisten bela Sorbatua dan pengesahan UU masyarakat adat

Simalungun, IDN Times - Masyarakat adat Simalungun tak berhenti menyuarakan pembebasan tokoh adat Sorbatua Siallagan dan penutupan PT. Toba Pulp Lestari (PT. TPL). Kali ini mereka menyuarakan hal tersebut lewat malam solidaritas yang dihelat di tepi Danau Toba, khususnya Parapat, Sabtu (6/4/2024).

Aksi ini dihadiri oleh banyak elemen masyarakat yang terhimpun dalam kelompok masyarakat adat seperti dari Simalungun, Toba, Natumingka, Dairi, Tapanuli Utara, bahkan Sihaporas.

Mereka beramai-ramai menggaungkan tutup TPL, karena perusahaan tersebut dinilai telah mengakibatkan kerusakan lingkungan.

Baca Juga: Ikut Aksi Membela Sorbatua, Istri dan Anak Roganda Diteror di Rumahnya

1. Semakin solid perjuangkan pembebasan Sorbatua Siallagan

Jalan Terjal Masyarakat Adat Kawasan Toba Lawan PT Toba Pulp Lestariratusan masyarakat adat menonton pertunjukan dan film dokumenter di kawasan Toba (IDN Times/Eko Agus Herianto)

Kasus penangkapan Sorbatua Siallagan telah lebih dari 2 Minggu. Malam solidaritas yang dihelat di Pagoda Parapat dinilai sebagai bentuk dukungan mereka terhadap ketua adat Dolok Parmonangan itu.

"Kami menunjukkan bahwa kami masih ada dan terus bertambah banyak untuk Pak Sorbatua. Kita masih menggalang solidaritas yang lebih luas dan menggalang perancangan apa yang harus kita lakukan untuk pembebasannya. Kami tidak ingin kasus ini terus terjadi dan ada masyarakat yang ditersangkakan dengan tidak wajar karena memperjuangkan wilayah adatnya," ujar Jhon, Ketua dewan Aliansi Masyarakat Adat Nasional (Aman) wilayah Tano Batak.

Terakhir kali pihaknya bertemu dengan Sorbatua di Polda, yang bersangkutan sedang dicek kesehatannya. Jhon akan memantau terus kasus ini, sekali pun jika Sorbatua akan ditindak ke pengadilan.

"Yang kita lihat sepertinya Polda akan melimpahkan kasus ini ke Kejaksaan untuk kemudian dibawa ke sana untuk ditersangkakan. Sepertinya sudah dipersiapkan untuk dibawa ke meja pengadilan," tuturnya.

2. Selain bencana ekologis, masyarakat adat juga kerap alami perselisihan sesama saudara

Jalan Terjal Masyarakat Adat Kawasan Toba Lawan PT Toba Pulp LestariRitual adat yang dilakukan di malam solidaritas sebagai upaya mengharapkan perlindungan bagi masyarakat adat Sabtu, 06/04/2024 (IDN Times/Eko Agus Herianto)

Sejak datangnya PT. TPL, Jhon menyebutkan jika wilayah adat di kawasan Danau Toba terdapat banyak sekali persoalan. Mulai dari masalah ekologis hingga hilangnya tanah adat.

"PT. TPL merampas dan menghilangkan wilayah-wilayah adat, di mana masyarakat adat itu hidup secara turun-temurun. Masyarakat di wilayah tanah Batak atau kawasan Danau Toba kehilangan tempat ataupun sumber kehidupan. Selain itu juga konflik di antara kami sesama orang Batak juga disebabkan oleh TPL ini. Sesama saudara diadu domba, yang awalnya kami rukun jadi berselisih," jelas Jhon.

Sementara untuk dampak ekologis, Jhon mengatakan jika mereka merasakan langsung limbah perusahaan yang berdampak pada polusi yang bau.

"Sudah menjadi bagian dari keseharian kami bau limbah yang disebabkan PT. TPL. Air bersih dan ikan juga cukup sulit ditemukan. Artinya sungai ikut tercemar imbas PT. TPL. Kehidupan ekonomi kami juga terancam, mereka membabat sumber kehidupan kami, misalnya kemenyan," katanya.

Jhon melanjutkan jika dari kemenyan saja mereka dapat melangsungkan kehidupan. Bahkan untuk biaya bersekolah. Jika pohon kemenyan dibabat, kehidupan mereka juga terancam.

3. Minta masyarakat adat dilihat sebagai bukti berdirinya suatu negara

Jalan Terjal Masyarakat Adat Kawasan Toba Lawan PT Toba Pulp Lestarianak-anak sekolah adat Sihaporas menari tor-tor bersama (IDN Times/Eko Agus Herianto)

Besar harapan Jhon agar hak-hak masyarakat adat diakui oleh negara. Dirinya menceritakan jika dahulu sekitar tahun 2021 menteri KLHK sempat meninjau masalah yang mereka alami. Namun sampai saat ini belum membuahkan hasil yang memuaskan bagi mereka.

"Kami berharap pemerintah atau negara segera mengesahkan undang-undang untuk pengakuan perlindungan hak-hak masyarakat adat. Selain itu kami berharap untuk Sumatera Utara segera mengesahkan Perda yang menaungi hal yang sama terkait hak masyarakat," ujar Jhon.

Masalah sertifikat tanah yang tak kunjung selesai dan dinilai justru memberikan hak penuh kepada PT. TPL, Jhon mengatakan jika jauh sebelum PT. TPL menguasai wilayah mereka, masyarakat adat sudah duluan menempatinya.

"Ada bukti-bukti dari makam leluhur yang sekarang sudah diklaim jadi kawasan PT TPL. Kami harus dilihat sebagai bukti berdirinya suatu negara. Masyarakat adat ini sudah menempati wilayahnya bahkan jauh sebelum negara ada. Kami salah satu cikal-bakal negara ini ada," pungkasnya.

Baca Juga: Malam Solidaritas Masyarakat Adat, Wujud Melawan Kejahatan Lingkungan

Topik:

  • Arifin Al Alamudi

Berita Terkini Lainnya