Tren Pasangan Calon Kepala Daerah Tunggal Meningkat, Apa Sebabnya?

Mahalnya mahar politik jadi salah satu pemicu

Setiap tahun jumlah Pasangan Calon Tunggal pada Pilkada di Indonesia terus meningkat. Dalam Buku yang diterbitkan Bawaslu berjudul “Buku 3 Catatan Pengawasan Pemilihan 2020”, pada tahun 2015, dari 269 Pilkada di Indonesia hanya ada tiga calon tunggal alias paslon yang melawan kotak kosong.

Jumlah itu terus meningkat pada tahun-tahun berikutnya.

Pada tahun 2017, dari 107 pilkada, ada 9 paslon tunggal. Setahun berikutnya, dari 171 gelaran Pilkada, ada 16 pasangan calon yang harus melawan kotak kosong.

Kemudian pada tahun 2020 jumlahnya meningkat drastis lebih dari delapan kali lipat dibanding Pilkada tahun 2015. Dari total 270 Pilkada di Indonesia, ada 25 paslon yang melawan kotak kosong.

1. Mahalnya mahar politik jadi salah satu pemicu

Tren Pasangan Calon Kepala Daerah Tunggal Meningkat, Apa Sebabnya?Tren meningkat Calon Tunggal pada Pilkada (Sumber Data: Bawaslu)

Sekretaris Komisi Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Wilayah Sumut, Muhammad Fajar Fadli mengatakan tren peningkatan calon tunggal ini cukup mengkhawatirkan untuk demokrasi Indonesia. Terlebih ada di dua daerah calon tunggal malah kalah oleh kotak kosong, seolah paslon tunggal tersebut benar-benar bukan tokoh atau sosok yang diinginkan oleh pemilih.

Menurutnya munculnya calon kepala daerah tunggal ini tak lepas dari mahalnya “mahar politik”. Egopun muncul, paslon yang memiliki banyak uang memborong semua dukungan parpol agar tidak ada paslon saingan.

“Kualitas demokrasi di Indonesia sedang diuji dengan tren melawan kotak kosong semakin meningkat,” ujarnya.

Dengan fakta tersebut, kata Fajar, menjadi tantangan bagi para partai politik di Indonesia untuk lebih bekerja keras menjalankan mesin partainya untuk dapat menghadirkan calon kepala daerah yang berkualitas dan diinginkan masyarakat.

Dengan harapan masyarakat akan benar-benar merasakan demokrasi dalam pemilihan kepala daerah dengan memilih tokoh atau sosok yang diinginkannya karena sepatutnya.

“Itulah fungsi partai politik sebenarnya, bukan hanya semata-mata karena mahar politiknya sesuai,” tegasnya.

2. Fenomena baru di Indonesia, paslon kalah dari kotak kosong

Tren Pasangan Calon Kepala Daerah Tunggal Meningkat, Apa Sebabnya?Warga melintas di dekat baliho ajakan memilih kotak kosong pada masa kampanye Pilkada serentak 2020 di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, Kamis (26/11/2020). ANTARA FOTO/Abriawan Abhe

Dari aspek regulasi, menurut Fajar memang ada peluang bagi calon independen atau perseorangan dalam Pilkada. UU Pilkada Nomor 10 Tahun 2016 mengatur syarat dukungan bagi pasangan perseorangan.

Namun pada realisasinya syarat dukungan tersebut cukup berat karena dihitung berdasarkan DPT daerah masing-masing. Dilihat data yang dihimpun KIPP pada pelaksanaan Pilkada 2020 lalu, ada 203 calon independen yang mendaftar ke KPU, namun  hanya 70 pasangan calon yang dinyatakan lolos.

Situasi ini mendorong salah satu paslon nekat memborong semua dukungan parpol.

Namun, Fajar berpendapat, kondisi ini membuat masyarakat marah dan akhirnya tergerak mendukung kotak kosong. Terbukti pada tahun 2018 terjadi di Pilwako Makassar dan 2020 pada Pilkada Kutai Kartagegara, pasangan calon kalah dari kotak kosong.

3. Syarat calon dari jalur independen perlu diperbaharui

Tren Pasangan Calon Kepala Daerah Tunggal Meningkat, Apa Sebabnya?KPU Kabupaten Kediri gelar pengundian tata letak bagi calon tunggal, IDN Times/ istimewa

Menurut Fajar, untuk menurunkan tren paslon tunggal vs kotak kosong ini maka persyaratan calon dari jalur independen perlu diperbaharui untuk memberikan pilihan alternatif bagi pemilih. Serta mendorong Parpol mendukung paslon yang benar-benar pilihan rakyat, bukan berdasarkan nilai maharnya.

Salah satu Pilkada dengan paslon tunggal vs kotak kosong yang disoroti Fajar adalah pada Pilkada Kabupaten Humbang Hasundutan, Provinsi Sumatera Utara tahun 2020. Kotak kosong hampir mengalahkan paslon petahana dengan perolehan 52,5 persen (51.861 suara) berbanding kotak kosong 47,5 persen (46.940 suara).

Ia menilai pada kasus ini memperlihatkan adanya gerakan masyarakat yang diduga terkoordinir  untuk memilih kotak kosong. Karena masyarakat kecewa paslon yang didukung tidak mendapatkan dukungan parpol dan tidak lolos jalur pendaftaran independen atau perseorangan.

“Ini tidak bisa dianggap remeh. Pemerintah harusnya mengatur regulasi yang lebih terperinci terkait ruang-ruang partisipasi masyarakat dalam Pemilu maupun Pilkada, mengatur Kembali tentang persyaratan calon perseorangan, agar tren paslon tunggal melawan kotak kosong bisa menurun. Jika regulasi tidak berubah, jumlah calon tunggal pada Pilkada serentak 2024 nanti bisa jadi akan meningkat,” jelas Magister Ilmu Administrasi Publik ini.

Baca Juga: Anak Eks DPRD Langkat yang Tewas Ditembak Menangis Minta Tolong Jokowi

Topik:

  • Arifin Al Alamudi

Berita Terkini Lainnya