Teknologi Food Estate tak Terjangkau Petani Humbang Hasundutan

Petani Siria-ria mengenal konsep marsiadapari

Medan, IDN Times - Sejak 2020 Pemerintah Indonesia menjadikan kawasan Desa Siria-ria sebagai food estate. Hingga Juni 2023 luas lahan telah mencapai 482,84 Ha dengan komoditas tanam berupa bawang merah, kentang, kubis, cabai, dan tanaman hortikultura lainnya serta jagung sebagai komoditas tanaman rotasi.

Pengolahan dan pengembangan luas lahan food estade dibantu dengan ketersediaan alsintan berupa traktor oleh Kementerian Pertanian dan penyediaan 7 buah excavator oleh Kementerian PUPR sehingga sampai saat ini total luas lahan yang telah dilakukan pembersihan lahan yaitu 418 Ha.

Pada 2022 lalu Petani di Desa Siria-Ria mendapatkan sosialisasi Teknologi Pertanian sebagai upaya mendorong Desa Siria-Ria menjadi Kawasan smart agriculture. Namun teknologinya dianggap terlalu canggih dan sulit dikuasi masyarakat.

“Petani di Siria-Ria adalah petani tradisional”, jelas J. Lumban Gaol, Kepala Desa Siria-Ria.

Menurutnya petani masih menjalankan sistem pertanian berdasarkan pengetahuan lokal dengan teknologi sederhana, dan mengandalkan sumber daya keluarga petani yang ada.

Sampai saat ini petani di Siria-ria masih mengandalkan tanaman pangan lokal dan tanaman hortikultura yang beragam. Hasil panen ini, selain untuk memenuhi pangan lokal, juga untuk dijual ke pasar lokal.

Pada 2020-2022, total Produksi Food Estate Kabupaten Humbang Hasundutan sampai dengan saat ini adalah 392 Ton Kentang dan 165 Ton Bawang Merah, Kubis (294 Ton), Cabai (271 Ton), Jagung (93 Ton), Tomat (26 Ton), dan Bawang Putih (13 Ton).

Produktivitas maksimum untuk kentang mencapai 24 Ton/Ha, sedangkan bawang merah mencapai 13 Ton/Ha. Total Petani yang terlibat adalah 350 Petani yang tergabung dalam 9 korporasi petani.

Namun Anggota Komisi IV DPR RI Djarot Saiful Hidayat menilai pengembangan kawasan Food Estate (FE) hortikultura berbasis korporasi di kabupaten Humbang Hasundutan (Humbahas) Sumatera Utara (Sumut) belum berjalan optimal.

"Setelah berjalan tiga tahun, kita evaluasi ternyata hasilnya belum optimal tidak seperti yang kita harapkan. Baru terealisasi sekitar 165 hektar dari 215 hektar luas area yang telah dikembangkan melalui dukungan APBN Ditjen Hortikultura. Tindak lanjut untuk bisa mengembangkan sampai dengan 215 hektar itu menurut saya berat," ungkap Djarot saat kunjungan beberapa waktu lalu.

1. Petani Siria-ria mengenal konsep marsiadapari

Teknologi Food Estate tak Terjangkau Petani Humbang HasundutanIlustrasi food estate (Dok. Kementan)

J. Lumban Gaol bercerita saat ini hampir semua keluarga di Desa ini masih memiliki lumbung. Lumbung padi merupakan kebijaksanaan lokal yang diwariskan oleh leluhur mereka. Lumbung padi, adalah penyimpanan padi pada saat panen. Biasanya bentuknya peti kayu berukuran besar, di beberapa rumah, peti ini sekaligus digunakan sebagai tempat tidur.

Petani di Siria-ria, pada umumnya juga masih mengenal konsep marsiadapari (tolong menolong), ketika marsuan (menanam padi) dan panen. Memang untuk pertanian hortikultura lainnya, mereka sudah membayar tenaga kerja di luar keluarga. Namun tenaga kerja yang digunakan juga masih tenaga kerja lokal, alias dari desa itu sendiri,

Lahan-lahan pertanian mereka ditanami berbagai jenis tanaman, seperti jagung, cabe, kol, daun bawang, ubi, singkong, tomat, dan sayuran lainnya. Sangat beragam. Secara tidak langsung, sistem pertanian yang beragam ini juga, menurut mereka, untuk mengantisipasi kerugian yang besar, jika gagal panen atau harga jatuh.

Jika satu produk rugi, masih ada harapan dari produk lain. Tanaman kentang, bawang merah dan bawang putih yang ditanam secara massal dan luas, itu merupakan hal yang baru bagi mereka, setelah kehadiran program Food Estate.

Cara bertani yang diterapkan oleh petani tradisional yang ada di Siria-Ria hingga saat ini, sebenarnya menunjukkan betapa petani tradisional di Tano Batak adalah petani yang cerdas, berdaulat dan tangguh.

Sistem pertanian inilah yang seharusnya dikembangkan oleh pemerintah untuk mendukung kedaulatan pangan bangsa ini. Istilah smart agriculture  yang gencar disosialisasikan oleh pemerintah di wilayah food estate Siria-Ria sebenarnya tidak lebih baik dan canggih dibandingkan pertanian tradisional.

Teknologi smart agriculture yang diperkenalkan, menurut Lumban Gaol, sangat jauh dari jangkauan dan pemahaman petani di desanya. Istilahnya saja sudah sangat asing bagi mereka.

2. 90 persen petani tidak lagi bergabung dalam skema Program Food Estate

Teknologi Food Estate tak Terjangkau Petani Humbang HasundutanFood Estate Kabupaten Kapuas. (Dok. Kementan)

Pak Mei Manullang, seorang petani yang dulunya bergabung dalam Program food estate di Desa Siria-ria, mengakui bahwa dirinya sangat senang menerima Program Food estate, dengan harapan bahwa program ini akan menguntungkan mereka. Dia menyambut baik pembangunan infrastruktur jalan.

Sebelum ada food estate, kesulitan mereka salah satunya adalah akses jalan yang buruk.  Menurut Pak Mei dan beberapa petani lainnya, tanpa ada Program Food Estate, pemerintah tak akan membangun jalan mereka. Saat ini, di lahan miliknya seluas dua hektar yang tadinya masuk dalam program Food Estate, dia sudah menanam cabai, jagung dan komoditi lainnya yang tidak masuk dalam skema kerjasama dengan Program Food Estate.

Sayangnya, menurut dia, hasilnya belum bisa diandalkan untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Dia masih rutin ke tombak (hutan) kemenyannya dan ke kebun andaliman. Masih menurutnya, kedua produk ini masih produk andalan mereka untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Pak Mei tidak sendiri, 90 persen petani yang tadinya ikut dalam  program ini, tidak lagi bergabung dalam skema Program Food Estate. Bagi yang memiliki modal, mereka mengelola sendiri dengan berbgai jenis tanaman, namun bagi yang tidak memiliki modal mereka menelantarkannya.

Hingga, jangan heran jika banyak lahan food estate yang sudah ditumbuhi ilalang atau terlantar ditinggalkan penduduknya. Mereka kembali mengelola kemenyan, andaliman, dan padi.

Hanya saja, Pak Mei dan kawan-kawannya juga menyimpan kekhawatiran, khusunya terkait dengan kontrak yang sudah sempat mereka tandatangani. Di mana ketika mereka mendapatkan sertifikat atas tanah tersebut, mereka diikat oleh berbagai persyaratan, seperti peruntukan lahan hanya untuk pengembangan food estate.

3. PUPR bangun penyediaan air baku di food estate di Humbang Hasundutan

Teknologi Food Estate tak Terjangkau Petani Humbang HasundutanFood Estate Humbang Hasundutan (Dok. IDN Times)

Bulan lalu, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mendukung pengembangan lahan potensial food estate di Kabupaten Humbang Hasundutan (Humbahas) Sumatera Utara (Sumut) sebagai lumbung pangan nasional.

Kasubdit Air Tanah dan Air Baku Wilayah 1 Direktorat Jenderal (Ditjen) Sumber Daya Air Costandji Nait mengatakan, program pengembangan Food Estate merupakan program Kementerian Pertanian yang memerlukan dukungan.

"Dukungan tersebut berupa penyediaan air baku untuk pertanian Hortikultura dengan target awal seluas 1.000 hektar (ha)," katanya saat mendampingi Kunjungan Kerja (Kunker) Anggota Komite II DPD RI meninjau pembangunan Food Estate di Kabupaten Humbahas, Senin (4/8/2023). 

Pembangunan infrastruktur food estate humbahas di bidang sumber daya air (SDA) ditangani oleh Balai Wilayah Sungai (BWS) Sumatera II TA 2020-2023 dengan anggaran senilai Rp144,4 miliar untuk pembangunan jaringan perpipaan air baku, dan senilai Rp7,5 miliar untuk pembangunan penyediaan air baku Taman Sains Teknologi Herbal dan Hortikultura (TSTH2) Pollung sebagai pusat riset untuk menghasilkan bibit komoditi pangan yang unggul. 

Selain itu, Balai Besar Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) Sumatera I membantu dukungan konektivitas menuju kawasan Food Estate Humbahas (TA 2020- 2021) melalui jalan akses sepanjang 8,59 km, pembangunan jalan akses TSTH2 sepanjang 8,60 km, dan dua buah jembatan (Jembatan Aek Nauli I dan Parsingguran) masing-masing sepanjang 25 meter. Dilanjutkan pada TA 2021-2022 berupa pembangunan jalan akses sepanjang 5,70 km ke kawasan TSTH2 Pollung. 

Kementerian PUPR melalui Balai Prasarana Permukiman Wilayah (BPPW) Sumatera Utara juga telah mendukung pengembangan Food Estate Humbahas melalui Pembangunan Fasilitas Taman Sains Teknologi Herbal dan Hortikultura (TSTH2) Pollung. Dikerjakan melalui APBN TA 2021-2023 dengan nilai kontrak sebesar Rp90,4 miliar oleh kontraktor PT. Brantas Abipraya (Persero). 

Pekerjaannya meliputi Gedung Riset Pertanian, Gedung Riset Herbal I, Smart Green House, Screen House, Gedung Rumah Kontrol Pertanian, Gedung Mess Karyawan, Gedung Utilitas Riset, Gardu Listrik, Lab. IPA, Reservoir, Rumah Jaga, Infrastruktur Kawasan, Pagar Keliling, dan Sebagian Vegetasi pada Kawasan TSTH2. 

Bupati Humbahas Dosmar Banjarnahor mengapresiasi upaya yang dilakukan pemerintah pusat untuk menggulirkan program food estate hasil kerja sama dengan berbagai pihak dengan memanfaatkan lahan tidur.

"Kehadiran program ini memberikan dampak positif terhadap peningkatan penghasilan para petani," sebab sejumlah lahan yang tadinya tidak produktif sekarang sudah bisa dimanfaatkan," ungkapnya.

Topik:

  • Arifin Al Alamudi

Berita Terkini Lainnya