Perang Promo Antar Operator, Pengemudi Ojek Online Bisa Jadi Korban

Keputusan Kemenhub harus menjadi perhatikan semua pihak

Medan, IDN Times - Pengamat ekonomi Kota Medan Gunawan Benyamin menilai perang tarif, promo dan diskon antar penyedia layanan ojek online (Ojol) bisa mengancam penghasilan jutaan pengemudi transportasi online dan keberlangsungan bisnis ini.

Pada satu sisi, kegiatan ini menguntungkan konsumen dan membuat konsumen punya banyak pilihan.

Akan tetapi, di sisi lain akan ada kompetitor yang mati karena tidak kuat modal dan bertahan terhadap persaingan bisnis tidak sehat. Dampaknya, akan banyak pengemudi yang kehilangan pekerjaan.

"Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 348 Tahun 2019 yang menjadi dasar hukum tidak mengatur secara spesifik tentang aturan promo yang menjadi salah satu pemicu perang tarif. Kondisi ini harus menjadi perhatian khusus karena langkah yang diambil pada akhirnya tidak menguntungkan semua pihak," kata Gunawan Benyamin, Senin (13/5).

"Sebaiknya ojol membentuk asosiasi yang menaungi kepentingan bersama. Jangan dibiarkan sehingga memicu persaingan yang tidak sehat," sambungnya.

Baca Juga: Detik-detik Menegangkan Lengsernya Soeharto dari Kursi Presiden

1. Solusinya adalah membentuk satu organisasi yang bisa menengahi kepentingan semua pihak

Perang Promo Antar Operator, Pengemudi Ojek Online Bisa Jadi KorbanDokumen Pribadi

Gunawan menerangkan, indikasi terjadinya perang tarif ini hanya akan menguntungkan ojol yang memiliki modal besar. Usaha transportasi lain justru akan mengikut apa yang dilakukan perusahaan besar.

Ujung-ujungnya, praktik di lapangan nanti bentuknya akan monopoli atau oligopoli. Muncul-lah ojol yang dominan.

"Jadi sesama pebisnis ojol sebaiknya bertemu, membahas keberlangsungan bisnis mereka. Kita berharap mediasinya dilakukan kementerian perhubungan," ujarnya.

Kalau dibiarkan begitu saja, menurut dia, berarti membiarkan mekanisme pasar yang bekerja. Tentunya yang kuat modalnya yang berpeluang menang. Solusi terbaiknya adalah membentuk wadah dalam satu organisasi yang bisa menengahi kepentingan semua pihak.

Kalau mengacu ke mekanisme pasar, selalu konsumen yang diuntungkan. Tetapi keberlangsungan bisnis ojol serta nasib pengemudinya juga tidak bisa diabaikan begitu saja.

"Bisnis ini, kan menyerap banyak tenaga kerja. Sayang kalau banyak yang jadi pengangguran karena ojol kalah bersaing. Ujung-ujungnya nanti KPPU yang terpaksa harus turun tangan di situ. Terlebih, bisnis ini juga menguasai hajat hidup transportasi masyarakat," tegas Gunawan.

2. KPPU Kota Medan mengaku masih melakukan kajian terkait perang promo tersebut

Perang Promo Antar Operator, Pengemudi Ojek Online Bisa Jadi KorbanANTARA/ WAHYU PUTRO

Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Kota Medan Ramli Simanjuntak mengaku pihaknya sedang melakukan kajian.

"Ya, inilah yang kita kaji, kita monitor. Apakah perang promo dan diskon ini tujuannya untuk konsumen atau untuk menyingkirkan pesaingnya," kata Ramli kepada wartawan dihari yang sama.

Kalau untuk konsumen, Ramli memastikan akan diuntungkan. Akan tetapi, jika tujuan promo itu untuk menyingkirkan pesaing dan setelah nanti pesaingnyanya tersingkir kemudian promo itu hilang, inilah yang sedang diteliti dan dimonitor perilakukanya.

"Sementara masih itu, karena baru berlangsung dua minggu ini, kan? Perlakuan tarif, kan dimulai 1 Mei. Kita mengimbau, promo dan diskon sah-sah saja. Tapi jangan sampai perang yang mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat untuk tujuan menyingkirkan pesaing," tegasnya.

3. Jika dibiarkan terlalu lama, perang tarif ini dikhawatirkan akan menimbulkan kondisi pasar ojol menjadi tidak jelas

Perang Promo Antar Operator, Pengemudi Ojek Online Bisa Jadi Korbanpricebook.co.id

Berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan (Kemenhub) Nomor 348 Tahun 2019, kenaikan tarif ojek online dari Rp2.200 per kilometer menjadi Rp3.100 per kilometer mulai diberlakukan pada 1 Mei 2019.

Keputusan ini dinilai banyak pihak akan menurunkan penghasilan pengemudi karena permintaan konsumen juga diprediksi drastis turun. Kesejahteraan para pengemudi berada di ujung tanduk.

Perang tarif berupa promo dan diskon yang sekarang terjadi menurut banyak pihak harus dihentikan agar perkembangan industri ride hailing tidak terganggu. Dikhawatirkan, semua usaha transportasi hanya dikuasai segelintir pihak, dilanjutkan dengan peluang merger dengan perusahaan yang sulit berkembang dan berkompetisi.

Akhirnya monopoli, ini adalah salah satu cara menguasai pasar. Apalagi jika pemerintah tidak mengaturnya dengan baik.

Peneliti Ekonomi Bursa Efek Indonesia (BEI) Poltak Hotradero pada satu kesempatan menilai pemerintah tak perlu menetapkan tarif, jika jor-joran perang di industri ojek online itu tetap terjadi di arena promo yang terus menerus.

Apalagi, faktanya, penetapan tarif ojek online oleh pemerintah itu tidak mempertimbangkan dari sisi masyarakat pengguna atau konsumen. Bahkan, bila dibiarkan terlalu lama, perang tarif itu dikhawatirkan akan menimbulkan kondisi pasar ojek online menjadi kian tak jelas.

Baca Juga: Diduga Gelembungkan Suara Caleg, KPU Medan Laporkan PPK ke Bawaslu

Topik:

  • Arifin Al Alamudi

Berita Terkini Lainnya