Gerakan Edukasi, Jangan Tiru Konten Negatif di Sosial Media

Lebih bijak dalam memilih konten sebelum diunggah

Medan, IDN Times - Rangkaian Webinar Literasi Digital di Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara kembali bergulir dengan tajuk “Yuk Tambah Produktif di Era Digital”.

Pada webinar yang menyasar target segmen umum dan mahasiswa, dihadiri oleh sekitar 815 peserta daring. Hadir dan memberikan materinya secara virtual, para narasumber yang berkompeten dalam bidangnya, yakni Ida Ayu Prasastiasih Dewi, Communication Specialist; Muhammad Arif Rahmat, Certified Life Coach; Parlindungan Purba, Ketua Yayasan Sari Mutiara Medan, Mantan Anggota DPD RI 3 Periode 2004 - 2019; dan Rudy Sofyan, Ketua Komisi Pendidikan Senat Akademik Universitas Sumatera Utara.

Ida Ayu Prasastiasih Dewi menyampaikan lebih baik bijak di awal, yaitu dengan berinteraksi yang sopan, menggunakan Bahasa yang baik, menghargai karya orang lain. Karena menggunakan media digital jangan baru menyesal kemudian.

1. Buatlah konten yang bermanfaat

Gerakan Edukasi, Jangan Tiru Konten Negatif di Sosial Mediapexels/karolina-grabowska

Menurutnya salah satu yang membuat orang orang yang memilih membuat konten-konten kontroversial padahal kita harus hati-hati dalam pembuatan konten. Kita cenderung menampilkan yang bahagia dan sempurna untuk mendapat pengakuan. Maka buatlah konten yang bermanfaat mengikuti konten positif lainnya.

“Tidak usah meniru konten yang negatif. Tugas kita adalah mencari dan mengikuti serta mempromosikan mereka yang membuat konten positif dalam gerakan edukasi untuk masyarakat Indonesia,” jelasnya.

2. Ini nih arti Risiko siber

Gerakan Edukasi, Jangan Tiru Konten Negatif di Sosial Mediahttps://www.redpoints.com/blog/cybercrime/

Muhammad Arif Rahmat mengatakan media digital adalah seperti pisau bermata dua, ada ruang tetapi ada juga resikonya. Ada manfaat ada juga keburukannya. Penggunaan aplikasi digital sudah sangat familiar di Indonesia. Banyak yang sudah mengalami Ketika sudah menyentuh media digital. yaitu resiko cyber.

'Risiko siber' adalah risiko kerugian yang terkait dengan sistem teknologi. Risiko ini dapat berupa kerugian keuangan, gangguan operasional, masalah hukum dan tanggung jawab, atau rusaknya reputasi usaha/pribadi. “Semoga kita bisa memahami resiko ini meskipun tidak bisa dihilangkan,” ujarnya.

Parlindungan Purba menjelaskan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi menimbulkan disruptive-innovative dalam berbisnis. Revolusi Industri 4.0 plus Covid19 dan MBKM memaksa perubahan secara radikal hampir di semua sektor kehidupan kita.

Perubahan tersebut harus disikapi secara arif dalam konteks perubahan mindset (cara berpikir) dan culture (kebiasaan) SDM pendidikan. Revolusi industri 4.0 memaksa pendidikan menyiapkan sistem digital agar siap menghadapi dunia kerja di Era Digital.

“Dalam jangka pendek AI bisa menciptakan pengangguran (yang terselubung oleh dampak Covid 19), namun pada saat yang sama terdapat rekrutmen SDM muda baru secara masif (digital talent),” jelasnya.

3. Lebih bijak dalam memilih konten sebelum diunggah

Gerakan Edukasi, Jangan Tiru Konten Negatif di Sosial MediaPexels.com/Artem Beliaikin

Rudy Sofyan menuturkan sadari betul bahwa akun medsos dilihat secara publik, termasuk semua postingan di dalamnya. Oleh karena itu, harus lebih bijak dalam memilih konten sebelum diunggah.

“Meskipun platform media sosial saat ini memiliki fitur privasi yang dapat diatur, namun tak ada salahnya menggunakan media sosial dengan lebih baik dan bermanfaat sehingga tidak menyinggung pihak lain,” ungkapnya.

Della Dwi Oktarina selaku Key Opinion Leader menyampaikan bahasa ini memang menjadi bahasa yang dipakai sehari hari. Jika dibicarakan dengan teman sebaya mungkin masih satu frekuensi, tetapi tidak kepada orangtua.

Maka jika bermedia sosial kita harus menggunakan Bahasa yang baku karena media digital dilihat oleh semua orang. Membanjiri instagram dan social media lainnnya dengan hal positif serta memanfaatkannya untuk belajar serta membangun konektivitas jadi kita bisa membuat social media dengan penggunaan yang produktif.

Topik:

  • Arifin Al Alamudi

Berita Terkini Lainnya