Yuk Intip Strategi ET.45 Bertahan di Tengah Zaman Serba Digital

Medan, IDN Times - ET.45 Music Store salah satu toko yang menyediakan koleksi musik di Kota Medan. Saat mengunjungi ruko yang berada di Jalan Mangkubumi No.10C itu, Apriani, seorang penjaga toko tengah duduk di meja kasir. Ia memasang lagu Mandarin dengan volume yang tak begitu besar, sehingga tak mengganggu pengunjung yang datang.
Toko itu penuh tumpukan CD/VCD/DVD yang ditaruh di rak yang ditata secara berbilik-bilik. Namun, ada yang unik pada rak di sisi kanan pintu masuk, ya, terdapat koleksi Vinyl yang disusun rapi. Sehingga mengundang pandangan mata para pengunjung yang masuk ke toko. Sekilas, jika dilirik ke arah koleksi Vinyl, ada album Ebiet G Ade, Noah, Kahitna, Taylor Swift, Iwan Fals, Bonjovi dan The Beatles.
Tak hanya koleksi Vinyl yang beragam, banyak juga koleksi film lama.
"Di sini koleksi kita lengkap, kak, film dan musik segala usia," ujar wanita yang sudah bekerja 20 tahun di ET.45 itu. Hari itu, Apriani tak banyak bercerita soal ET.45, hanya sebatas koleksi yang tersedia dan menyarankan untuk bertanya langsung ke Ownernya, Hansen Teo.
1. Di tengah pandemik kondisi bisnis tidak sesuai ekspektasi dan target yang ditentukan

Lebih lanjut, IDN Times mewawancarai Hansen Teo (56), owner ET.45, Senin (7/6/2021). Ia bercerita bagaimana perkembangan ET.45 dikepung zaman yang serba digital hingga strategi yang dilakukan hingga bertahan di tengah pandemik COVID-19 ini.
Katanya, kondisi bisnis ET.45 saat ini, tidak sesuai ekspektasi dan target yang ditentukan. "Kondisi bisnis sebenarnya semua ekspektasi itu lari, perencanaan dan target, semua itu tidak tercapai," ujarnya.
"Memang Bisnis yang saya jalani ini kan entertainment, semua ini untuk menghibur orang. Kemudian yang menghibur itu, bisa kembali menghibur individual, tapi juga orientasinya lebih menghibur ke umum. Bagaimana kami bisa menghibur dan berkreasi tanpa berkumpul. Pandemik ini sangat berefek sekali," tambahnya.
2. Meskipun mengalami kendala, ia tak menyangka ada tren baru yang bisa mendongkrak penjualan

Namun meskipun mengalami kendala, ia tak menyangka ada tren baru yang bisa mendongkrak penjualan di tokonya. Seperti munculnya fans K-POP dari berbagai kalangan dan usia. Serta tren penikmat Vinyl atau piringan hitam.
"Gak hanya di Medan saja tapi di belahan dunia. Berarti kelihatan sekali, secara virtual dan online rata-rata orang di Medan ini sudah digital minded," kata Hansen.
3. Di tengah pendemik COVID-19, ET.45 juga melakukan penjualan secara online

Tak hanya itu, dalam menghadapai pandemik COVID-19, ia juga melakukan berbagai strategi yang di antaranya menjual DVD atau bentuk lainnya, secara online.
"ET.45 ini kan format physical, DVD, Air Kit dan Vinyl. Awalnya dulu sebelum adanya digital masih banyak saingan. Tapi sekarang tidak, satu-satunya di Medan ya ET.45. Bagaimana ET.45 mengikuti pasar dalam kondisi begini. Pertama kami tetap dibantu dengan online," tuturnya.
Selain online, ET45 juga mengandalkan penjualan secara konvensial di lima outlet yang tersisa. Ia mengaku, hadirnya outlet ET.45 sejak 1984 membuat integritas perusahaan mereka diakui seluruh Indonesia.
4. Saat ini, muncul tren penikmat piringan hitam didukung dengan alat pemutar yang mudah ditemui

Katanya, kepercayaan penikmat musik bisa dilihat ketika mereka berani membeli CD/DVD/VCD dalam jumlah banyak secara online. Meski tidak membeli secara vendor, tapi mereka berani beli melalui online.
Belum lagi, munculnya penikmat musik lewat piringan hitam. Ia menilai tren itu didukung dengan alat pemutar Vinyl yang mudah ditemui dan harganya beragam. Mulai dari Rp175 juta-Rp200 juta.
"Kemudian, banyak juga yang di dalam kondisi pandemik ini mereka di rumah. Kalau mereka di rumah saja, hiburan mereka hanya sebatas digital tentu saja akan membosankan," ujar Hansen.
Ia melanjutkan, sedangkan mereka yang butuh fisiknya, nilai seninya lebih tinggi dan mereka penikmat sejati. "Sehingga dia beli dan itu utuh, bisa disimpan dan dipegang," tuturnya.
Hansen menganalogikan penikmat musik sejati dengan buah durian asli dan pancake durian yang sudah diolah. Jika dinikmati tentu lebih enak yang asli daripada yang diolah. "Biasanya gampang dapat itu tidak disayangi. Kalau mahal itu valuable," katanya.