Dari seabrek kasus yang ada, sangat jarang yang diproses secara profesional. Pemerintah cenderung melakukan pembiaran terhadap kasus yang menyerang media dan jurnalis, mengakibatkan kekerasan berulang.
Tindakan represi terhadap jurnalis tak hanya menimpa secara luring tapi meluas ke daring. Ini membuat jurnalis menghadapi tantangan yang makin kompleks di masa pandemi dan ruang aman yang kian menyempit.
Data AJI menunjukkan dalam rentang Mei 2020-akhir April 2021, telah terjadi 14 kasus teror berupa serangan digital. Jumlah itu meliputi 10 jurnalis yang menjadi korban dan empat situs media online. Sedangkan bila dilihat dari jenis serangannya yakni 8 kasus doxing, 4 kasus peretasan, dan 2 kasus serangan distributed denial-of-service (DDos). AJI juga menggarisbawahi bahwa jenis kekerasan yang terlupakan adalah berupa kekerasan seksual.
Berdasarkan data Survei Kekerasan Seksual di Kalangan Jurnalis yang dilakukan oleh AJI Jakarta pada tahun 2020, terdapat 25 jurnalis yang pernah mengalami kekerasan seksual. Bahkan berdasarkan data tersebut, tak sedikit dari korban yang mengalami kekerasan berulang atau lebih dari satu kali, dengan korban didominasi oleh jurnalis perempuan.
Pelaku terbanyak dari kekerasan seksual tersebut adalah narasumber pejabat publik, narasumber non pejabat publik, dan rekan kerja. Adapun rekan kerja yang menjadi pelaku yakni atasan, rekan sekerja sekantor non atasan, dan rekan sesama jurnalis dari media yang berbeda.