Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IMG_20250714_142734.jpg
Warga Pulau Rempang, Nur Suarni (65) yang diduga alami tindak kekerasan (IDN Times/Putra Gema Pamungkas)

Intinya sih...

  • Diduga dipersekusi, korban alami traumaInsiden terjadi saat 600 personel gabungan melakukan penggusuran. Nur Suarni diduga diseret paksa dan mengalami cedera tulang belakang serta lebam di tubuhnya.

  • Polisi disebut halangi akses keadilanPihak SPKT Polresta Barelang menolak laporan keluarga korban. Kapolresta membantah tudingan tersebut dan menyatakan pihaknya tetap menerima laporan.

  • Ancaman terhadap masyarakat adat dan hak atas tanah di Pulau RempangPenggusuran paksa di Rempang memperpanjang konflik agraria dan mengancam kehidupan warga, serta merusak sumber penghidupan masyarakat adat.

Batam, IDN Times - Tim Solidaritas Nasional untuk Rempang mengecam keras dugaan kekerasan yang dialami oleh seorang warga lanjut usia, Nur Suarni (65) saat proses penggusuran rumah di kawasan Tanjung Banon, Pulau Rempang, Selasa (8/7/2025) lalu.

Nur Suarni diduga diseret secara paksa oleh petugas dan kini dirawat akibat trauma. Peristiwa ini memicu sorotan terhadap tindakan Tim Terpadu Badan Pengusahaan (BP) Batam serta kinerja aparat kepolisian.

Menurut Direktur YLBHI-LBH Pekanbaru, Andri Alatas, peristiwa tersebut tidak hanya menunjukkan pelanggaran terhadap hak warga negara, tetapi juga melanggar hukum pidana.

"BP Batam telah melakukan perbuatan yang tidak manusiawi dan melanggar HAM. Dari mana wewenang BP Batam membawa warga negara secara paksa di luar kehendaknya? Ini bentuk nyata perampasan kemerdekaan," kata Andri dalam pernyataannya, Kamis (10/7/2025).

1. Diduga dipersekusi, korban alami trauma

Warga Kampung Tua Rempang Cate, Pulau Rempang, Batam, Nur Suarni (65) saat berada di depan kantor Polresta Barelang (IDN Times/Putra Gema Pamungkas)

Insiden bermula ketika sekitar 600 personel gabungan dari TNI, Polri, Satpol PP, dan Ditpam BP Batam mendatangi rumah Rusmawati, warga Tanjung Banon, untuk melakukan penggusuran. Nur Suarni, kakak Rusmawati, disebut berada di lokasi saat itu dan menjadi sasaran aparat.

Ia diduga diseret paksa ke dalam kendaraan milik petugas Ditpam tanpa persetujuan, lalu disekap di dalam mobil. Tidak hanya itu, ia sempat tak sadarkan diri selama perjalanan sebelum akhirnya diturunkan di hunian sementara di Tembesi.

Dari hasil rontgen, tulang belakang Nur Suarni bergeser dan menjadi tidak normal, hal itu diduga akibat tindakan paksa yang dilakukan Ditpam BP Batam. Selain itu, di sekujur tubuh Nur Suarni juga mengalami lebam.

Tim Solidaritas menyatakan, tindakan tersebut merupakan bentuk perampasan kemerdekaan warga negara, yang juga termasuk dalam kategori pelanggaran hak asasi manusia. Tindakan itu disebut melanggar sejumlah pasal dalam KUHP, antara lain Pasal 328 tentang penculikan dan Pasal 333 tentang perampasan kemerdekaan.

2. Polisi disebut halangi akses keadilan

Gedung Polresta Barelang, Kota Batam (IDN Times/Putra Gema Pamungkas)

Lebih lanjut, Andri mengkritik pihak Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polresta Barelang yang disebut menolak laporan dari pihak keluarga korban dan menyarankan pelaporan dilakukan ke Ketua Tim Terpadu BP Batam. Menurutnya, sikap itu bertentangan dengan Pasal 5 KUHAP serta Peraturan Kapolri Nomor 7 Tahun 2022.

Sementara itu, Kapolresta Barelang, Kombes Pol Zaenal Arifin membantah tudingan tersebut. Ia mengatakan, pihaknya tetap menerima kehadiran warga dan memberikan arahan sesuai prosedur hukum.

"Kami tetap memproses pemeriksaan atau pengaduan. Masyarakat memiliki hak untuk melapor, tetapi tetap ditelaah apakah laporan itu memenuhi unsur atau tidak," kata Zaenal di Polresta Barelang, Jumat (11/7/2025).

Ia menyebut, korban perlu menjalani visum et repertum agar laporan dapat diperkuat secara hukum. "Kalau semua mengaku dianiaya, buktinya apa? Siapa yang bisa membuktikan bahwa yang bersangkutan mengalami luka? Ya hanya dokter," tutupnya.

3. Ancaman terhadap masyarakat adat dan hak atas tanah di Pulau Rempang

Seruan penolakan PSN Eco City oleh masyarakat Pulau Rempang (IDN Times/Putra Gema Pamungkas)

Dari sisi lingkungan dan hak masyarakat adat, Manajer Kampanye dan Keadilan Iklim WALHI Riau, Ahlul Fadli menjelaskan, penggusuran paksa di Rempang memperpanjang konflik agraria dan mengancam kehidupan warga.

"Penggusuran ini bukan sekadar kehilangan rumah, tetapi juga menghilangkan sumber penghidupan masyarakat. Perusakan kebun dan rumah warga tanpa musyawarah adalah pelanggaran HAM," kata Ahlul.

Ia juga mengkritik pendekatan pembangunan PSN Rempang Eco-City yang lebih menekankan investasi ketimbang perlindungan atas hak warga. Proyek ini merupakan bagian dari program strategis nasional, dan melibatkan investasi dari perusahaan asal Tiongkok, Xinyi Group.

Tim Solidaritas pun menyampaikan sejumlah desakan kepada pemerintah, termasuk mendorong Komnas HAM untuk menyelidiki dugaan pelanggaran HAM berat, mendesak Ombudsman RI mengusut dugaan maladministrasi dalam proses penggusuran, serta meminta DPR RI mengevaluasi proyek Rempang dan mempertimbangkan pembubaran BP Batam.

Sebelumnya, Sehari pasca penertiban itu, upaya konfirmasi dilakukan kepada Kepala Biro Umum BP Batam, Muhammad Taufan. Iamenyatakan bahwa penertiban dilakukan sesuai prosedur karena bangunan tersebut berada di dalam kawasan Rempang Eco City Tanjung Banun.

"Sebanyak 600 personel dari TNI, Polri, Ditpam, Satpol PP, dan Kejari Batam terlibat dalam kegiatan tersebut," kata Taufan, Rabu (9/7/2025).

Ia menjelaskan bahwa pendekatan persuasif dan humanis telah dilakukan terhadap warga yang bersangkutan. Namun karena tetap menolak, tim melanjutkan proses penertiban.

"Upaya pendekatan persuasif dan humanis sebelumnya juga telah dilaksanakan tim kepada warga yang bersangkutan. Namun, dikarenakan yang bersangkutan tetap menolak, maka dilaksanakan upaya penertiban," ujarnya.

Taufan menambahkan, penertiban ini diharapkan dapat mempercepat proses pembangunan infrastruktur dan realisasi investasi di kawasan tersebut.

"Mengingat, di lokasi tersebut saat ini sedang dalam proses pematangan lahan dan pembangunan infrastruktur dasar oleh Kementerian PU. Selanjutnya akan dilaksanakan pembangunan rumah oleh Kementerian Transmigrasi, rencananya akan dimulai awal Agustus 2025," katanya.

Upaya konfirmasi kembali dilakukan kepada Taufan pada, Kamis (10/7/2025) lalu terkait dugaan persekusi dan penyekapan oleh petugas Ditpam BP Batam, namun belum mendapat tanggapan.

Konfirmasi juga diajukan kepada Wali Kota Batam sekaligus Kepala BP Batam, Amsakar Achmad. Hingga berita ini diturunkan, Amsakar belum memberikan pernyataan.

Editorial Team