Aksi tolak tambang emas Martabe di Jakarta (dok.LANTAM)
WALHI mengatakan bahwa saat ini PT Agincourt Resources (AR), operator tambang emas Martabe, dikabarkan tengah berencana membuka lokasi penimbunan atau Tailing Management Facility (TMF) baru di wilayah utara konsesi. Pembukaan ini sedikit bayak akan berdampak buruk pada ekosistem Batang Toru.
Proses pembangunan fasilitas TMF akan dilakukan secara berkala dan dalam waktu yang panjang. Kondisi ini akan memperkecil fragmentasi atau pemisahan habitat yang akan meningkatkan kepunahan satwa.
Dalam aksi ini, mereka setidaknya melayangkan 5 tuntutan pokok. Pertama, mereka menuntut agar Tambang PT. Agincourt segera menghentikan semua eksplorasi dan eksploitasi di wilayah orangutan Tapanuli, terutama di area Keanekaragaman Hayati Kunci (KBA) dan Area Nol Kepunahan (AZE).
Kedua, mereka mendesak agar Tambang PT. Agincourt menghentikan deforestasi di area tambang dan mengurangi area kontrak karya PT Agincourt Resources yang mencakup 30.629 hektar. Banyak dari area ini tumpang tindih dengan hutan lindung di Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah, dan Tapanuli Selatan, yang seharusnya dilindungi dari aktivitas pertambangan dan kegiatan industri lainnya yang merusak.
"Ketiga, kami menuntut penerapan kebijakan Tanpa Deforestasi, Pengambilan Gambut (NDPE) yang sudah diberlakukan oleh anak perusahaan Jardine lainnya, Agro Astra Lestari, agar diterapkan di seluruh operasi PT Agincourt Resources. Kebijakan ini penting untuk memastikan bahwa tidak ada lagi hutan yang hilang akibat kegiatan tambang," tegas Rianda.
Tuntutan keempat, mereka juga tak lupa menyerukan penghormatan terhadap hak asasi manusia, khususnya hak-hak komunitas lokal di sekitar Batang Toru.
"Terakhir, kami meminta agar pemerintah menghentikan kontrak karya PT. Agincourt dan bertanggung jawab atas kerusakan lingkungan hidup yang telah terjadi," pungkasnya.