dok.Istimewa/Bhisma Adinaya Tani Group
Dedi menambahkan, di saat perekonomian nasional sudah mengalami 2 kali kontraksi berupa pertumbuhan negatif dibawah 0 persen selama 2 kali berturut-turut, sehingga Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan bahwa sejak tahun lalu Indonesia sudah memasuki masa resesi, tetapi di saat itu pula ternyata pertanian masih tetap berdiri kokoh, bahkan di tahun 2021 PDB pertanian tetap melejit disaat sektor lain masih minus.
"Pada saat kita terpuruk karena COVID-19 NTP (Nilai Tukar Petani) kita hanya sekitar 99 persen atau menurun drastis. Namun demikian tahun ini bahkan bulan lalu BPS (Badan Pusat Statistik) sudah merilis, ternyata NTP dan NTUP (Nilai Tukar Usaha Pertanian) kita naik lagi mencapai 104 persen," jelasnya.
Di samping itu, variabel pembangunan pertanian lain termasuk pada tahun 2019-2020 mengalami kenaikan 15 persen. Begitu pula di kuartal I sampai Il tahun 2021 ini dibandingkan tahun lalu tetap melesat ekspor kita ke mancanegara.
"Kita juga tahu bahwa akibat COVID-19 ini seluruh anggaran kementerian di potong (recofusing) untuk penanggulangan COVID-19. Anggaran kementerian pertanian bahkan dipotong lebih dari 1/3 nya, sehingga yang biasanya mendapatkan alokasi anggaran kurang lebih Rp21 triliun menjadi hanya Rp14 triliun," ungkapnya.
Dampaknya, semua program pembangunan pertanian mengalami penurunan. Tapi yang menjadi pertanyaan, imbuh dia, mengapa produksi pertanian, NTP-NTUP dan ekspor masih tetap meningkat, padahal sarana prasarana dan program turun akibat COVID-19.
"Tapi saya yakin seyakin-yakinnya bahwa ini semua karena kinerja dari seluruh petani dan nelayan di seluruh pelosok tanah air. Saya yakin petani tetap turun ke sawah, ke ladang dan ke kebun untuk menggenjot produksi, sehingga produksi meningkat, NTP meningkat dan ekspor juga meningkat," jelasnya.