Vonis Ringan TNI Penyiksa Warga Sibiru-biru, KontraS: Bentuk impunitas

Medan, IDN Times - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan Sumatera Utara (KontraS Sumut) melontarkan kritik keras terhadap vonis ringan yang dijatuhkan kepada dua prajurit TNI, yakni Praka Saut Maruli Siahaan dan Praka Dwi Maulana Kusuma. Keduanya terbukti bersalah dalam kasus penyerangan dan penganiayaan terhadap warga Kecamatan Sibiru-Biru, Kabupaten Deliserdang.
Keduanya divonis hukuman masing-masing 7 bulan 24 hari dan 9 bulan penjara. Putusan tersebut dinilai tidak mencerminkan keadilan terhadap korban dan memperkuat budaya impunitas di tubuh militer. KontraS Sumut pun menegaskan pentingnya reformasi peradilan militer agar korban memperoleh keadilan yang semestinya.
1. Putusan dinilai tak adil, korban alami luka berat dan trauma

Dalam catatan KontraS Sumut, para korban penganiyaan mengalami luka fisik serius, seperti kepala bocor akibat benda tumpul, memar di punggung, kening berdarah, serta wajah bengkak. Bahkan dalam rangkaian kejadian, satu orang dinyatakan meninggal dunia. Tidak hanya itu, mereka pun mengalami trauma psikologis dan tidak bisa kembali beraktivitas seperti biasa.
“IVonis ringan yang dijatuhkan tidak sebanding dengan dampak nyata dari penganiayaan itu sendiri. Ini merupakan bentuk impunitas,” tulis Ady Kemit, Staf Advokasi KontraS Sumut, Jumat (4/7/2025).
Vonis ringan tersebut dinilai tidak memenuhi prinsip dasar keadilan dan bertentangan dengan asas equality before the law atau persamaan di hadapan hukum.
2. Hakim dinilai lebih fokus ke perdamaian dan permintaan maaf

Dalam pengamatan KontraS selama proses persidangan, majelis hakim disebut lebih banyak menggiring pada upaya perdamaian antara pelaku dan korban. Hal ini dikhawatirkan mengaburkan substansi pelanggaran serius yang dilakukan oleh aparat berseragam.
“Dalam beberapa kesempatan, hakim terus mengejar adanya pemberian maaf dari korban,” lanjut Ady.
Alasan seperti permintaan maaf, emosi sesaat, dan riwayat dinas sering kali dijadikan pertimbangan meringankan hukuman. Padahal, pertimbangan tersebut tidak sebanding dengan penderitaan korban.
3. KontraS desak pemecatan dan reformasi peradilan militer

KontraS Sumut juga menilai vonis ringan tersebut memperkuat dugaan bahwa impunitas masih kuat di lingkungan militer. Prajurit pelaku pun masih mengenakan seragam dan belum dipecat.
“Hukum harus ditegakkan seadil-adilnya; sejatinya negara tidak boleh menanggung pelaku kejahatan di tubuh kemiliteran,” tegas Ady.
KontraS mendesak Pangdam I/Bukit Barisan untuk memproses pemecatan kedua prajurit tersebut, sekaligus menyerukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem peradilan militer yang selama ini dinilai tidak berpihak pada korban.
Sebelumnya, Pomdam I/Bukit Barisan menetapkan 25 prajurit Yon Armed menjadi tersangka dalam kasus penyerangan brutal di Sibirubiru yang menyebabkan satu korban jiwa dan lainnya luka-luka. Peristiwa mencekam pada 8 November 2024 ini menjadi trauma bagi masyarakat.
Korban meninggal dunia adalah Raden Barus, 61 tahun, warga Dusun IV Cinta Adil, Desa Selamat, Kecamatan Sibiru-biru, Kabupaten Deliserdang. Ia meninggal dunia diduga akibat ditusuk menggunakan senjata tajam di punggung sebelah kirinya. Kedalaman lubang bekas tusukan sedalam 10 sentimeter. Sedangkan 10 lainnya mengalami luka-luka yakni Dedi, Perdi, Titus, Sepadan, Oktavianis, Rofika, Rikki, Jupentus, Perdiansyah, dan Hendri Gunawan.
Pantauan IDN Times, dari 25 tersangka baru 15 TNI yang diadili dalam 5 berkas perkara berbeda. Berkas perkara nomor 41 dengan terdakwa Rizki Akbar Maulana dan Wandi. Berkas Perkara nomor 42 dengan terdakwa Rizki Nur Alam, S.Tr (Han), Ariski Suprianto Naibaho, Endica Yabto Supratmin, dan Fahmi Hidayat.
Berkas Perkara nomor 43 dengan terdakwa Rio Kuntoro, Edward Yusfa Harefa, David Pratama, dan Ahmad Fikram Hasby Aziz. Berkas perkara nomor 44 dengan terdakwa Martin Alexander Lumbantoruan, Riki Wanda Pratama, dan Mustaqim.
Sedangkan Terdakwa Praka Saut Maruli Siahaan dan Praka Dwi Maulana Kusuma disidangkan dalam berkas perkara nomor 45.