Mahasiswa Papua di Aceh unjuk rasa terkait pelanggaran HAM di Papua. (IDN Times/Muhammad Saifullah)
Surat Terbuka Untuk Presiden Prabowo Subianto Dan Menteri Ham Bapak Natalius Pigai
Perihal : Tentang Jeritan Luka Panjang HAM di Tanah Papua
Kepada Yth.
Bapak Prabowo Subianto Presiden Republik Indonesia 2024-2029 dan Bapak Natalius Pigai Menteri Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
Salam keadilan dan kemanusiaan dari Tanah Papua.
Kami, generasi muda Papua, menulis surat ini bukan sekadar untuk didengar, tetapi untuk didengarkan dengan nurani, dijawab dengan kebijakan, dan ditindaklanjuti dengan keadilan. Di balik narasi pembangunan dan jargon “merangkul Papua”, yang kami lihat adalah darah dan air mata. Pelanggaran HAM berat yang telah berlangsung bertahun-tahun di Bumi Cenderawasih masih dibiarkan menganga tanpa penyelesaian.
Bapak Presiden,
Di tangan Anda kini terletak kendali negara, namun di mata kami masih tergambar wajah-wajah ketakutan para ibu yang kehilangan anaknya, pemuda yang disiksa, dan masyarakat adat yang diusir dari kampung halamannya oleh operasi bersenjata. Hal ini terjadi di Lanny Jaya, Intan Jaya, Nduga, Yahukimo, Maybrat, hingga Pegunungan Bintang semua daerah yang memiliki catatan luka panjang dan belum dipulihkan.
Kami ingin bertanya dari hati yang terluka:
• Kapan negara sungguh-sungguh hadir sebagai pelindung, bukan penindas, di atas tanah leluhur kami?
• Apakah nyawa Orang Asli Papua (OAP) begitu murah sehingga bisa diabaikan begitu saja?
• Mengapa pendekatan militer selalu menjadi pilihan utama, bukan rekonsiliasi dan penyembuhan sosial?
Bapak Menteri HAM, Natalius Pigai,
Sebagai sosok yang lahir dari rahim Papua dan telah lama bersuara bagi hak asasi manusia, kami berharap suara Bapak tidak padam dalam ruang kekuasaan. Saat inilah integritas Bapak diuji apakah berdiri bersama rakyat atau terbungkam dalam sistem yang abai pada luka-luka lama. Kami percaya, suara Bapak masih bisa menjadi pembuka jalan keadilan.
Tuntutan Kami:
1. Bentuk Tim Independen Pencari Fakta untuk menyelidiki pelanggaran HAM berat di Nduga, Intan Jaya, Yahukimo, Maybrat, Pegunungan Bintang, dan seluruh wilayah Papua Barat. Hal ini sejalan dengan Pasal 18 UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM yang mengatur pembentukan penyelidikan ad hoc untuk pelanggaran HAM berat.
2. Hentikan pendekatan militeristik dan segera wujudkan dialog damai yang bermartabat antara Papua dan Jakarta, sebagaimana semangat Pasal 28C UUD 1945 tentang hak untuk berkembang melalui dialog dan perdamaian.
3. Perkuat dan independensikan Komnas HAM, khususnya di wilayah Papua, agar mampu menjalankan mandatnya tanpa intervensi, sesuai dengan prinsip Paris Principles (Prinsip-Prinsip Paris 1993) tentang lembaga nasional HAM.
4. Hentikan stigma separatis terhadap Mahasiswa, pelajar, pendeta, Pastor, aktivis, dan rakyat sipil Papua, yang jelas bertentangan dengan asas praduga tak bersalah dalam Pasal 1 ayat (3) KUHAP dan prinsip non-diskriminasi dalam Pasal 3 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM.
5. Buka akses jurnalis nasional dan internasional untuk meliput situasi di Papua, sesuai dengan Pasal 19 Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (ICCPR) yang juga telah diratifikasi oleh Indonesia melalui UU No. 12 Tahun 2005.
Kami tidak menuntut lebih dari yang semestinya hak untuk hidup sebagai manusia yang bermartabat, diakui, dihargai, dan diberikan ruang menentukan masa depan kami sendiri. Jika Bapak Prabowo benar-benar mencintai Indonesia, maka cinta itu harus mencakup Papua bukan dengan laras senjata, tapi dengan keadilan dan keberanian moral.
Jika Bapak Natalius Pigai benar-benar mencintai rakyatnya, maka inilah saatnya berdiri bersama rakyat Papua, bukan hanya sebagai pejabat negara, tetapi sebagai anak bangsa yang tidak melupakan akar dan luka sejarah bangsanya.
Demikian surat ini kami buat sebagai panggilan nurani untuk keadilan dan kemanusiaan. Jika suara kami tidak lagi didengar di Tanah sendiri, maka jangan salahkan kami jika harapan berubah menjadi perlawanan.
Hormat kami,
TTD
Aliansi Mahasiswa dan Masyarakat Peduli HAM Papua
Banda Aceh, 27 Mei 2025.