Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Unjuk Rasa Mahasiswa Papua di Aceh, Tuntut Penarikan Militer

Mahasiswa Papua di Aceh unjuk rasa terkait pelanggaran HAM di Papua. (IDN Times/Muhammad Saifullah)
Mahasiswa Papua di Aceh unjuk rasa terkait pelanggaran HAM di Papua. (IDN Times/Muhammad Saifullah)

Banda Aceh, IDN Times - Aliansi Mahasiswa dan Masyarakat Papua Se-Aceh berunjuk rasa menuntut sejumlah pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang terjadi di Bumi Cendrawasih, Selasa (27/5/2025). Mereka berjalan dari kawasan Simpang Lima hingga ke Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) di Kota Banda Aceh.

“Banyak pelanggaran HAM yang terjadi di Tanah Papua tetapi belum ada penyelesaian,” kata Koordinator Aksi, Askin dalam orasinya.

Tidak hanya berorasi, mereka juga membawa sejumlah foto diduga para korban pelanggaran HAM di Papua. Selain itu mereka turu menuliskan beberapa pesan di lembaran kertas. 

Di antaranya, ‘Kami Butuh Keadilan, Bukan Peluru. Stop Kriminalisasi & Militerisasi di Tanah Papua’, ‘Papua Bukan Medan Tempur’, ‘Mendesak Segera Cabut Operasi Militer Dari Seluruh Tanah Papua, Segera Selesaikan Pelanggaran HAM Yang Terjadi di Tanah Papua’.

1. Minta Pemerintah Tarik Militeris dari Tanah Papua

Mahasiswa Papua di Aceh unjuk rasa terkait pelanggaran HAM di Papua. (IDN Times/Muhammad Saifullah)
Mahasiswa Papua di Aceh unjuk rasa terkait pelanggaran HAM di Papua. (IDN Times/Muhammad Saifullah)

Para mahasiswa Papua juga mendesak Pemerintah Pusat menarik militer dari Bumi Cenderawasih. Mereka menuding kehadiran militer akan menambah banyak kasus pelanggaran HAM di Papua.

“Kehadiran TNI dan Polri menjadi pemuncul traumatik bagi masyarakat. Oleh karena itu, tarik militer organik maupun nonorganik dari Papua,” kata Yustinus dalam orasinya.

Dia mengatakan penyelesaian konflik yang ada di Papua tidak bisa diselesaikan dengan mengirimkan militer. Murut dia, keberadaan militer hanya akan menambah traumatik bagi orang-orang di Tanah Papua.

Sebab, beberapa kasus pelanggaran HAM di Papua yang terjadi sejak 196-an sampai 2025 diduga terjadi akibat tindakan aparat atau militer. Masyarakat selalu menjadi korban.

Oleh karena itu, Yustinus mengatakan, kehadiran mereka dalam aksi unjuk rasa karena melihat hak asasi masyarakat Papua sedang didiskriminasi oleh negara.

“Negara hanya menjadi sumber pembunuhan karena mengirimkan militernya ke masyarakat,” ujar Yustinus.

2. Serahkan 25 poin tuntutan dan surat terbuka

Mahasiswa Papua di Aceh unjuk rasa terkait pelanggaran HAM di Papua. (IDN Times/Muhammad Saifullah)
Mahasiswa Papua di Aceh unjuk rasa terkait pelanggaran HAM di Papua. (IDN Times/Muhammad Saifullah)

Aliansi Mahasiswa dan Masyarakat Papua Se-Aceh menyerahkan 25 poin tuntutan serta surat terbuka kepada DPRA. Tuntutan dan surat tersebut ditujukan untuk Presiden dan Menteri HAM Republik Indonesia.

“Kita berikan tuntutan ke DPRA karena kami tahu DPRA ini merupakan sebagai wakil atau tangan rakyat,” kata Askin Alimdam.

Dia menyampaikan alasan memberikan tuntutan dan surat terbuka ke DPRA karena menganggap parlemen tingkat provinsi tersebut representatif dari rakyat sama halnya seperti di Papua.

Sehingga menurut Askin dan kawan-kawan, DPRA bisa menyampaikan tuntutan dan surat terbuka mereka ke Presiden serta Menteri HAM Republik Indonesia.

Dia mengatakan surat terbuka tersebut tidak hanya selebaran kertas, tetapi juga harus didengarkan dan ditindaklanjuti. Sebab isi surat tersebut bukan hanya suara dari segelintir orang, tetapi perwakilan dan representatif dari masyarakat Papua. 

“Dari Sorong sampai Merauke,” ujar koordinator aksi tersebut.

Sementara itu, Kepala Bagian Penganggaran dan Pengawasan DPRA, Sukmawati, mengatakan tidak ada satu orang pun pimpinan maupun anggota parlemen di gedung dewan tersebut. Mereka dikatakan reses ke masing-masing daerah pemilihan (dapil).

“Dengan waktu yang bersamaan, agenda di DPRA itu sedang melaksanakan kegiatan reses,” kata Sukmawati, Selasa.

Meski demikian, tuntutan dan surat terbuka untuk Presiden dan Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Republik Indonesia yang massa aksi titip akan diteruskan kepada pimpinan DPRA.

“Jadi yang sudah kami terima ini akan kami teruskan kepada pimpinan. Berikutnya nanti akan dapat arahan,” ujar Kepala Bagian Penganggaran dan Pengawasan DPRA.

3. Isi 25 poin tuntutan Aliansi Mahasiswa dan Masyarakat Papua Se-Aceh

Mahasiswa Papua di Aceh unjuk rasa terkait pelanggaran HAM di Papua. (IDN Times/Muhammad Saifullah)
Mahasiswa Papua di Aceh unjuk rasa terkait pelanggaran HAM di Papua. (IDN Times/Muhammad Saifullah)

Adapun 25 poin tuntutan dari Aliansi Mahasiswa dan Masyarakat Papua Se-Aceh, yakni sebagai berikut:

1. Segera Hentikan operasi militer di Seluruh wilayah Tanah Papua, khususnya di Intan Jaya, Puncak Ilaga, Nduga, Dogiyai, Deiyai, Paniai, Yahukimo, Pegunungan Bintang, Maybrat Tambrauw, dan Merauke.

2. Tarik seluruh pasukan nonorganik TNI dan Polri dari kampung-kampung dan wilayah adat Orang Asli Papua (OAP).

3. Hentikan pembangunan pos-pos militer di sekitar fasilitas publik seperti sekolah, gereja, dan puskesmas.

4. Akui dan tindak secara hukum seluruh kasus pelanggaran HAM berat dan ringan yang dilakukan oleh aparat negara.

5. Tuntaskan penyelidikan dan penuntutan terhadap pelaku pembantaian warga sipil di Paniai (2014-2025) Nduga dan Intan Jaya (2018-2025) dan Yahukimo (2021-2025), dan Pegunungan Bintang (2020–2025). Tambrauw dan Maybrat (2018-2025), Merauke (2020-2025)

6. Berikan ganti rugi dan pemulihan menyeluruh kepada para korban dan keluarga korban pelanggaran HAM.

7. Segera bentuk Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi khusus untuk Papua, yang melibatkan masyarakat sipil, tokoh adat, dan gereja.

8. Buka akses penuh bagi Komisi HAM PBB dan pemantau internasional untuk masuk ke Papua.

9. Berikan jaminan keselamatan dan akses terhadap jurnalis, peneliti, dan LSM HAM di seluruh wilayah Papua.

10. Akhiri stigma teroris terhadap pejuang kemerdekaan Papua, karena pendekatan keamanan justru memperparah konflik dan pelanggaran HAM.

11. Segera evakuasi dan tangani pengungsi internal (IDPs) di Nduga, Intan Jaya, Yahukimo, dan Pegunungan Bintang secara bermartabat.

12. Sediakan layanan pendidikan, kesehatan, dan pangan darurat bagi seluruh warga yang mengungsi.

13. Evaluasi total pendekatan keamanan di Papua yang terbukti gagal dan menimbulkan lebih banyak korban sipil.

14. Akui keberadaan konflik politik di Papua sebagai akar masalah, bukan semata-mata persoalan kriminal atau separatisme.

15. Libatkan OAP dalam proses perundingan damai yang setara, bermartabat, dan transparan.

16. Hentikan kriminalisasi terhadap aktivis HAM, mahasiswa Papua, dan tokoh gereja yang bersuara kritis.

17. Hapus kebijakan-kebijakan diskriminatif terhadap OAP dalam sektor pendidikan, ekonomi, dan politik.

18. Cabut status daerah operasi militer terselubung yang melekat di beberapa wilayah Papua.

19. Desak pemerintah Indonesia untuk menghormati prinsip HAM internasional seperti Deklarasi Universal HAM, Kovenan Sipil dan Politik, dan Konvensi Anti-Penyiksaan.

20. Desak Komnas HAM RI untuk bersikap tegas dan independen, serta hadir langsung di wilayah konflik untuk memantau pelanggaran.

21. Bangun sistem pemantauan independen yang melibatkan masyarakat sipil dan gereja untuk mendokumentasikan kekerasan dan pelanggaran HAM di Papua.

22. Tolak pendekatan pembangunan yang disertai militerisasi dan perampasan tanah adat.

23. Hormati kedaulatan dan hak atas tanah ulayat masyarakat adat Papua, sebagai bagian dari hak asasi yang dilindungi konstitusi.

24. Desak lembaga internasional dan negara sahabat untuk turut menekan pemerintah Indonesia, agar bertanggung jawab atas pelanggaran HAM di Papua.

25. Bangun solidaritas nasional dan internasional untuk Papua, sebagai bentuk keprihatinan atas krisis kemanusiaan yang berlangsung.

4. Surat terbuka untuk Prabowo dan Natalius Pigai dari Mahasiswa Papua

Mahasiswa Papua di Aceh unjuk rasa terkait pelanggaran HAM di Papua. (IDN Times/Muhammad Saifullah)
Mahasiswa Papua di Aceh unjuk rasa terkait pelanggaran HAM di Papua. (IDN Times/Muhammad Saifullah)

Surat Terbuka Untuk Presiden Prabowo Subianto Dan Menteri Ham Bapak Natalius Pigai

Perihal : Tentang Jeritan Luka Panjang HAM di Tanah Papua

Kepada Yth.

Bapak Prabowo Subianto Presiden Republik Indonesia 2024-2029 dan Bapak Natalius Pigai Menteri Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

Salam keadilan dan kemanusiaan dari Tanah Papua.

Kami, generasi muda Papua, menulis surat ini bukan sekadar untuk didengar, tetapi untuk didengarkan dengan nurani, dijawab dengan kebijakan, dan ditindaklanjuti dengan keadilan. Di balik narasi pembangunan dan jargon “merangkul Papua”, yang kami lihat adalah darah dan air mata. Pelanggaran HAM berat yang telah berlangsung bertahun-tahun di Bumi Cenderawasih masih dibiarkan menganga tanpa penyelesaian.

Bapak Presiden,

Di tangan Anda kini terletak kendali negara, namun di mata kami masih tergambar wajah-wajah ketakutan para ibu yang kehilangan anaknya, pemuda yang disiksa, dan masyarakat adat yang diusir dari kampung halamannya oleh operasi bersenjata. Hal ini terjadi di Lanny Jaya, Intan Jaya, Nduga, Yahukimo, Maybrat, hingga Pegunungan Bintang  semua daerah yang memiliki catatan luka panjang dan belum dipulihkan.

Kami ingin bertanya dari hati yang terluka:

• Kapan negara sungguh-sungguh hadir sebagai pelindung, bukan penindas, di atas tanah leluhur kami?

• Apakah nyawa Orang Asli Papua (OAP) begitu murah sehingga bisa diabaikan begitu saja?

• Mengapa pendekatan militer selalu menjadi pilihan utama, bukan rekonsiliasi dan penyembuhan sosial?

Bapak Menteri HAM, Natalius Pigai,

Sebagai sosok yang lahir dari rahim Papua dan telah lama bersuara bagi hak asasi manusia, kami berharap suara Bapak tidak padam dalam ruang kekuasaan. Saat inilah integritas Bapak diuji apakah berdiri bersama rakyat atau terbungkam dalam sistem yang abai pada luka-luka lama. Kami percaya, suara Bapak masih bisa menjadi pembuka jalan keadilan.

Tuntutan Kami:

1. Bentuk Tim Independen Pencari Fakta untuk menyelidiki pelanggaran HAM berat di Nduga, Intan Jaya, Yahukimo, Maybrat, Pegunungan Bintang, dan seluruh wilayah Papua Barat. Hal ini sejalan dengan Pasal 18 UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM yang mengatur pembentukan penyelidikan ad hoc untuk pelanggaran HAM berat.

2. Hentikan pendekatan militeristik dan segera wujudkan dialog damai yang bermartabat antara Papua dan Jakarta, sebagaimana semangat Pasal 28C UUD 1945 tentang hak untuk berkembang melalui dialog dan perdamaian.

3. Perkuat dan independensikan Komnas HAM, khususnya di wilayah Papua, agar mampu menjalankan mandatnya tanpa intervensi, sesuai dengan prinsip Paris Principles (Prinsip-Prinsip Paris 1993) tentang lembaga nasional HAM.

4. Hentikan stigma separatis terhadap Mahasiswa, pelajar, pendeta,  Pastor, aktivis, dan rakyat sipil Papua, yang jelas bertentangan dengan asas praduga tak bersalah dalam Pasal 1 ayat (3) KUHAP dan prinsip non-diskriminasi dalam Pasal 3 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM.

5. Buka akses jurnalis nasional dan internasional untuk meliput situasi di Papua, sesuai dengan Pasal 19 Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (ICCPR) yang juga telah diratifikasi oleh Indonesia melalui UU No. 12 Tahun 2005.

Kami tidak menuntut lebih dari yang semestinya hak untuk hidup sebagai manusia yang bermartabat, diakui, dihargai, dan diberikan ruang menentukan masa depan kami sendiri. Jika Bapak Prabowo benar-benar mencintai Indonesia, maka cinta itu harus mencakup Papua  bukan dengan laras senjata, tapi dengan keadilan dan keberanian moral.

Jika Bapak Natalius Pigai benar-benar mencintai rakyatnya, maka inilah saatnya berdiri bersama rakyat Papua, bukan hanya sebagai pejabat negara, tetapi sebagai anak bangsa yang tidak melupakan akar dan luka sejarah bangsanya.

Demikian surat ini kami buat sebagai panggilan nurani untuk keadilan dan kemanusiaan. Jika suara kami tidak lagi didengar di Tanah sendiri, maka jangan salahkan kami jika harapan berubah menjadi perlawanan.

Hormat kami,

TTD

Aliansi Mahasiswa dan Masyarakat Peduli HAM Papua

Banda Aceh, 27 Mei 2025.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Doni Hermawan
Muhammad Saifullah
Doni Hermawan
EditorDoni Hermawan
Follow Us