Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Instagram @melameyy

Pekan lalu pimpinan Ponpes Al Zaytun, Panji Gumilang dilaporkan ke Bareskrim  Polri beberapa oleh Ketua Forum Advokat Pembela Pancasila Ihsan Tanjung beberapa waktu lalu. Laporan itu teregistrasi dengan nomor LP/B/163/VI/2023/SPKT/BARESKRIM POLRI tertanggal 23 Juni 2023.

Dalam laporannya, Panji diduga melanggar Pasal 156 A KUHP tentang penistaan agama.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD juga menduga telah terjadi tindak pidana di Pondok Pesantren yang berada di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat. Ia menyebut tindak pidana itu dilakukan kepada perorangan atau pribadi.

Namun, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu enggan menyebut jenis tindak pidana yang telah terjadi di ponpes yang sudah didirikan sejak 1999 itu.

Belakang beredar kabar terdapat Mahad Al-Zaytun yang diduga mengajarkan Islam yang tak sesuai dengan syariat di Ponpes Al Zaytun.

Dugaan ajaran sesat bukan kali ini saja terjadi di Indonesia. Masih hangat diingatan kita nama Ahmadiyah Qadhiyan, Al-Qiyadah Al-Islamiyah, Salamullah, Tarekat Tajul, Gerakan Fajar Nusantara, Kerajaan Ubur-ubur, Hakekok Balakasuta, dan lain sebagainya.

Menurut riset pada tahun 2016, MUI mencatat ada 300 lebih aliran kepercayaan yang tergolong sesat di Indonesia. Masalahnya, ratusan aliran tersebut terkadang muncul tapi juga sering menghilang sewaktu-waktu.

Uniknya, bertahun-tahun Mahad Al-Zaytun sebagai yayasan pendidikan mendapat kucuran dana BOS dari pemerintah dengan nilai yang fantastis. Artinya dapat disimpulkan, pemberian dana BOS ini tidak melalui proses verifikasi yang baik sehingga ajaran-ajaran di Mahad Al-Zaytun lepas dari pertimbangan dalam pengucuran dana bantuan.

Lantas mengapa aliran agama yang diduga sesat ini subur di Indonesia dan pemerintah terkesan selalu terlambat mengindentifikasi dan mencegah penyebarannya? Yuk simak tanggapan dari Sosiolog asal Medan, Puteri Atikah, M.Si.

1. Pemerintah sendiri sulit menentukan mana aliran sesat dan tidak sesat

Puteri Atikah, M.Si, Sosiolog asal Sumatera Utara. (Dok. Pribadi)

Puteri Atikah mengaku sejak lama isu kesesatan dan penistaan agama menjadi pembicaraan yang selalu menarik perhatian publik di Indonesia. Namun dalam kasus pemberitaan yang menuduh kesesatan dalam institusi pendidikan agama, Al Zayitun harus dilihat secara hati-hati.

Dalam kondisi ekstrem, label sesat dan penista agama dapat menimbulkan amuk di kalangan masyarakat, serta berujung pada kriminalisasi. Harus dipahami, bahwa pada dasarnya potensi perbedaan penafsiran agama di masyarakat akan terus terjadi.

Penafsiran agama yang dilakukan secara rigid sekalipun tetap akan menimbulkan perbedaan. Karena pada kenyataannya, perbedaan latarbelakang dan kepentingan di suatu masyarakat, mempengaruhi bagaimana teks kitab suci ditafsirkan. Untuk itu, perbedaan ini harus dilihat sebagai suatu konsekuensi dari kehidupan masyarakat yang multikultural.

"Pemerintah dalam hal ini sulit menentukan mana aliran agama yang sesat dan mana yang tidak sesat. Karena pemerintah tidak memiliki otoritas serta kemampuan untuk mengkaji semua aliran agama dan membuktikan kebenarannya. Otoritas pemerintah adalah menindaklanjuti bila ada dugaan tindak pidana dan pelanggaran hukum dalam suatu institusi agama," ujarnya kepada IDN Times, Minggu (2/7/2023).

Dalam konteks Al Zayitun, menurut Puteri, bila terdapat unsur penipuan, pemerasan atau kekerasan seksual, maka tindakan ini yang seharusnya diusut oleh lembaga penegak hukum. Pengusutan ini juga harus dilakukan pada pesantren-pesantren lain yang diduga melakukan tindak pidana, terutama kekerasan seksual yang dilakukan oleh guru atau ustad pada santri.

2. Tudingan sesat harus dilihat secara hati-hati, jangan sampai terjadi kriminalisasi

Editorial Team

Tonton lebih seru di