Pembelajaran dengan sistem konvensional khusus santri penghapal Alquran di Ponpes Tarbiyatul Mustafid Lombok Barat. (dok. Istimewa)
Pondok Pesantren (Ponpes) Tarbiyatul Mustafid Dusun Batu Rimpang Desa Badrain Kecamatan Narmada, Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB) juga lebih memilih mengesampingkan teknologi dan fokus untuk mencetak santri penghafal Alquran.
Selain mengelola pendidikan formal dari jenjang Raudatul Atau (RA), Madrasah Ibtidaiyah (MI), Madrasah Tsanawiyah (MTs) dan Madrasah Aliyah (MA), Ponpes Tarbiyatul Mustafid juga mengelola pendidikan nonformal penghafal Alquran dan kajian kitab-kitab kuning.
Ponpes tersebut kini sudah mencetak puluhan penghafal Alquran. Tak sedikit lulusannya juga diterima kuliah di luar negeri seperti Yaman. Untuk mencetak santri penghafal Alquran, Ponpes Tarbiyatul Mustafid masih menerapkan pola pembelajaran konvensional, tetapi untuk lembaga pendidikan formal mulai dari RA sampai MA, mengikuti perkembangan teknologi informasi saat ini.
Pengajar di Ponpes Tarbiyatul Mustafid, Ustaz Khaerul Anwar menjelaskan pihaknya fokus untuk melahirkan penghafal-penghafal Alquran. Sehingga dalam prosesnya, pendidikan masih menggunakan pola konvensional. Para santri dilarang membawa handphone (HP) ke madrasah.
"Kita pondok pesantren tahfiz. Kita lebih fokus ke penghafal Alquran. Jadi media-media elektronik seperti HP, tidak diperbolehkan masuk. Kita belajarnya masih konvensional. Khusus santri di asrama masih mempertahankan motode pembelajaran yang sejak dulu," kata Khaerul, Sabtu (21/10/2023).
Larangan membawa HP diberlakukan bagi para santri di lingkungan Ponpes. Terlebih bagi santri yang mondok di asrama. Sejak 2015, Ponpes Tarbiyatul Mustafid telah memiliki asrama untuk para santri. Tercatat, saat ini siswa yang mondok di asrama lebih dari 200 santri dan sekitar 50 santriwati.
Mereka yang mondok di asrama, merupakan santri MTs dan MA yang khusus menjadi penghapal Alquran dan mengkaji kitab-kitab kuning. Khaerul menjelaskan kebijakan larangan membawa HP ke lingkungan ponpes karena melihat mudharatnya yang lebih besar.
"Orang tua santri juga menilai seperti itu. Karena anak-anak ini juga kebanyakan menghabiskan waktu untuk game online kalau kita lihat yang tidak mondok. Bahkan bagi yang mondok, itu diuji (tidak menggunakan HP) ketika libur, " tuturnya.
Sementara itu, untuk pendidikan formal dari tingkat RA, MI, MTs dan MA, kata Khaerul, pendidikan tetap menyesuaikan dengan perkembangan teknologi. Apalagi, sekarang ada kurikulum merdeka belajar.
"Karena anak mondok ini ada non formal kalau di asrama. Karena fokusnya di tahfiz, paling menghapal, baca Alquran, belajar kitab kuning. Tapi kalau di madrasah berjalan sesuai dengan rel yang dikasih pemerintah, " terangnya.
Terpisah, Kepala Bidang Pendidikan Madrasah Kanwil Kemenag NTB Muhammad Amin menjelaskan untuk tujuan tertentu, santri atau siswa diperbolehkan menggunakan HP dalam proses belajar mengajar. Tetapi secara umum, siswa dilarang membawa HP ke madrasah.
"Memang HP bagus, tetapi jika dalam proses belajar mengajar masih pegang HP, konsentrasi terbagi. Santri tidak fokus pada proses belajar mengajar. Makanya ada madrasah yang melarang siswa membawa HP. Tetapi siswa difasilitasi kalau menghubungi orang tua, sudah ada di lembaga atau madrasah itu," terang Amin.
Begitu juga di Pesantren Ar-Raudlatul Hasanah Medan. Santri dan santriwati tidak diizinkan untuk menggunakan HP. Namun, untuk menggantinya anak-anak diminta untuk menempel dan membaca informasi update dari surat kabar harian tersebut.
“Jadi di sini kita tidak izinkan anak-anak untuk menggunakan HP, tetapi kita memberikan informasi yang berkaitan melalui harian surat kabar. Sejak dari awal memang kita tidak izinkan alat komunikasi HP, untuk menggantinya kita fasilitasi surat kabar setiap hari mengganti di etalase,” kata Sekretaris Pesantren Ar-Raudlatul Hasanah Medan, Habibie Sembiring.
Terkait kemampuan teknologi maupun sains yang ada pada santri atau santriwati, Habibie mengatakan bahwa pesantren Ar-Raudlatul Hasanah Medan sudah sering mengikuti lomba sains hingga keluar kota Medan. Artinya, para santri sangat antusias dalam pembelajaran sains dan teknologi.
“Meskipun, anak-anak tidak diizinkan untuk memegang HP, namun pesantren selalu meng-upgrade kemampuan mereka lewat Olimpiade. Ini terbukti saat Olimpiade biologi di Kota Bandung kita Alhamdulillah termasuk di antara lembaga yang berprestasi. Ini artinya bahwa tanpa gadget pun bisa berkembang dan maju,” sambungnya.
Dikatakannya bahwa, saat ini pembelajaran tanpa menggunakan HP tidak berpengaruh dan sistem yang diterapkan di sini semuanya sesuai dengan perkembangan dan materi yang sudah disesuaikan.