ilustrasi penanganan gas beracun (thedailybeast.com)
Terpisah, Corporate Communication PT SMGP Yani Siskartika menjelaskan, saat kejadian, PT SMGP tengah melakukan kegiatan logging test sumur T-11. Kegiatan logging sumur T-11 dilakukan untuk mengukur tekanan dan temperatur di sumur. Yani juga mengatakan, saat itu kondisi sumur tertutup, dan tidak ada aliran fluid sama sekali yang keluar dari sumur sepanjang logging dilakukan.
“Kegiatan operasional tersebut sejauh ini berjalan normal, namun dihentikan setelah ada laporan warga yang mengeluh mencium bau. PT SMGP juga memastikan bahwa kondisi pengukuran dari alat pendeteksi gas (fixed gas detector) menunjukkan tidak ada H2S atau nol, serta tidak ada satu pun alarm H2S yang aktif,” ujarnya, Sabtu.
Warga yang diduga menjadi korban keracunan gas karena operasional PT SMGP bukan pertama kalinya terjadi. IDN Times mencatat sejumlah kejadian diduga akibat operasional PT SMGP.
Pada 2018, dua orang anak meninggal dunia karena masuk ke dalam sumur milik PT SMGP. Sumur itu disebut tidak memiliki pembatas dan papan peringatan. Sehingga masyarakat bisa bebas mengaksesnya.
Kemudian, pada 2 Januari 2021, kebocoran gas terjadi di Desa Sibanggor Julu. Lima orang meninggal dunia, puluhan lainnya menjalani perawatan di rumah sakit.
Kemudian, pada 6 Maret 2022, kembali terjadi kebocoran sumur gas di Desa Sibanggor Julu. Sebanyak 58 orang dilarikan ke rumah sakit karena diduga keracunan. Namun saat itu, PT SMGP membantah jika terjadi kebocoran gas. Hasil penyelidikan dari pihak terkait, juga tak kunjung diketahui publik. Kemudian dugaan kebocoran gas terjadi pada Minggu 24 April 2022. Puluhan warga dilarikan ke rumah sakit.
Desakan agar PT SMGP ditutup terus bergulir. Namun tampaknya desakan dari para pegiat dan masyarakat dianggap angin lalu. Padahal, sejak kehadirannya, PT SMGP sempat mendapat penolakan.
WALHI mencatat sejak 2013, SMGP melakukan eksplorasi di kawasan Mandailing Natal. Mereka telah mendapatkan Izin dari Kementrian ESDM dengan luas WKP 62.900 Ha di 10 Kecamatan dan 138 Desa. Perusahaan itu diperkirakan akan menghasilkan listrik sebesar 240 megawatt.
Sejak kehadirannya, SMGP menuai penolakan dari masyarakat. Tercatat, penolakan dari masyarakat terjadi sejak 2014. Kemudian pada 2015, aksi penolakan warga berujung tewasnya satu orang korban di Desa Maga Lombang. Penolakan juga terjadi pada 2021. Tepatnya setelah kejadian dugaan keracunan yang menewaskan lima orang pada Januari 2021. Di antara korban tewas juga terdapat usia anak.
Informasi yang dihimpun, PT SMGP adalah perusahaan panas bumi yang 95 persen sahamnya dimiliki KS ORKA. Selain KS ORKA, 5 persen saham PT SMGP. Dilansir dari laman www.ebtke.esdm.go.id, KS ORKA adalah perusahaan internasional yang merupakan gabungan antara PT Kaishan Compressor (HK) Co Ltd, yang memiliki saham 90 persen dan Hugar Orka (Iceland) yang memiliki saham 10 persen.