IDN Times, Pekanbaru - Risnandar Mahiwa divonis 5 tahun 6 bulan (5,5 tahun) penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Pekanbaru, Rabu (10/9/2025). Mantan (eks) Penjabat (Pj) Wali Kota Pekanbaru itu, dinilai terbukti melakukan korupsi dan terima gratifikasi.
Adapun korupsi yang dimaksud yakni, menerima pencairan dana Ganti Uang Persediaan (GU) dan Tambahan Uang Persediaan (TU) di Bagian Umum Sekretariat Daerah APBD/ APBD-P Kota Pekanbaru Tahun Anggaran 2024 dengan total Rp3,8 miliar lebih.
"Menghukum terdakwa Risnandar Mahiwa dengan pidana penjara selama 5 tahun dan 6 bulan, dengan perintah tetap ditahan," ucap ketua hakim Delta Tamtama didampingi hakim anggota Jonson Parancis dan Adrian HB Hutagalung, Rabu petang.
Selain itu, majelis hakim juga menghukum Risnandar untuk membayar denda sebesar Rp300 juta. Dengan ketentuan, jika denda tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan badan selama 4 bulan.
Tidak hanya itu, majelis hakim juga memberikan hukuman tambahan terhadap Risnandar untuk membayar uang pengganti (UP) kerugian negara sebanyak Rp3.818.395.000. Terkait hal ini, majelis hakim memperhitungkan soal penyitaan yang telah dilakukan baik dari diri terdakwa Risnandar dan juga istrinya, sebesar Rp3,6 miliar lebih.
Artinya, Risnandar hanya perlu membayar sisa UP kerugian negara sekitar Rp200 juta lebih. Jika sisa UP itu tidak dibayar paling lama satu bulan setelah vonis berkekuatan hukum tetap atau inkrah, maka harta bendanya dapat disita JPU untuk dilelang guna menutupi UP tersebut.
"Jika UP tidak dibayar oleh terdakwa Risnandar Mahiwa, maka diganti dengan pidana penjara selama 1 tahun," terang hakim ketua.
Vonis majelis hakim itu, lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dimana sebelumnya, JPU KPK menuntut Risnandar dengan pidana penjara selama 6 tahun penjara, denda Rp300 juta atau subsider 4 bulan kurungan dan UP kerugian negara sebanyak Rp3.818.395.000 atau 1 tahun penjara.
Diketahui, Risnandar ditangkap KPK dalam Operasi Tangkap Tangan pada Senin (2/12/2024) di Kota Pekanbaru. Tidak hanya dia, Lembaga Antirasuah itu juga menangkap Indra Pomi Nasution yang saat menjabat sebagai Sekretaris Daerah Kota Pekanbaru dan Novin Karmila yang menjabat sebagai Plt Kabag Umum pada Sekretariat Daerah Pemerintah Kota Pekanbaru.
Berdasarkan isi dakwaan JPU KPK, Risnandar bersama-sama dengan Indra Pomi (berkas terpisah) dan Novin Karmila (berkas terpisah), meminta, menerima atau memotong pembayaran kepada Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara yang lain atau kepada kas umum yaitu telah memotong dan menerima uang seluruhnya berjumlah Rp8.959.095.000. Selain itu, ketiganya juga didakwa menerima gratifikasi.
JPU merincikan, Risnandar menerima sejumlah Rp2.912.395.000, Indra Pomi menerima Rp2.410.000.000 dam Novin Karmila menerima Rp2.036.700.000. Termasuk ajudan Risnandar yakni Nugroho Dwi Triputranto alias Untung menerima sebesar Rp1.600.000.000.
Modus yang dilakukan para terdakwa dalam memotong uang GU dan TU itu, seolah-olah kas umum hutang kepada mereka. Padahal diketahui bahwa pemotongan serta penerimaan uang tersebut bukan merupakan hutang.
Setiap akan dilakukan pencairan itu, Novin memberitahukannya kepada Risnandar. Kemudian meminta Indra Pomi untuk segera menandatangani Surat Perintah Membayar (SPM) dan SP2D.
Selain itu, Risnandar dan Indra Pomi juga menyampaikan kepada Harianto selaku Kepala Bidang Perbendaharaan BPKAD untuk mendahulukan pencairan GU maupun TU tersebut. Hal ini dikarenakan baik Risnandar, Indra Pomi sudah mengetahui bahwa setelah uang GU dan TU tersebut cair, maka mereka akan menerima uang bagiannya masing-masing.
Setelah uang GU dan TU tersebut dicairkan, kemudian Novin mengarahkan Darmanto selaku Bendahara Pengeluaran Pembantu untuk memotong sebagian uang dan diserahkan kepadanya. Kemudian Novin menyerahkan uang tersebut kepada Risnandar, Indra Pomi, Nugroho, termasuk untuk bagiannya sendiri.
Selama menjabat sebagai Pj Wali Kota Pekanbaru, Risnandar telah menerima uang dari pemotongan GU dan TU dengan total Rp2.912.395.000. Dengan rincian, pada sekitar bulan Juni 2024 bertempat di Rumah Dinas Wali Kota Pekanbaru, Risnandar menerima uang secara tunai yang diserahkan oleh Novin sebesar Rp53.900.000.
Lalu pada Juli 2024 sebesar Rp500 juta, sekitar bulan Agustus 2024 sebesar Rp250 juta dan pada September 2024 Rp650 juta. Kemudian pada sekitar Oktober 2024 sebesar Rp300 juta dan Bulan November 2024 Rp1 miliar.
Hal yang sama juga dilakukan oleh Indra Pomi, Novin dan Nugroho. Mereka menerima uang pemotongan GU dan TU dari APBD dan APBD-P Tahun 2024 itu secara berulang kali.
Sedangkan dalam gratifikasinya, Risnandar menerima berupa uang dan barang dengan total sejumlah Rp906 juta. Uang itu berasal dari 8 pejabat ASN di lingkungan Pemko Pekanbaru selama periode Mei hingga November 2024. Penerimaan gratifikasi tersebut dilakukan baik secara langsung maupun melalui perantara ajudan Risnandar.
Adapun rinciannya, pada Mei 2024, Risnandar menerima Rp5 juta dari Wendi Yuliasdi selaku Kepala Bidang Pengelolaan Persampahan dan Kebersihan Dinas LHK Pemerintah Kota Pekanbaru, melalui Tengku Ahmad Reza Pahlevi selaku Sekretaris Dinas LHK.
Berlanjut pada Juni 2024, Risnandar menerima Rp50 juta dari Mardiansyah selaku Kepala Dinas Perumahan dan Permukiman Pemerintah Kota Pekanbaru, melalui Mochammad Rifaldy Mathar selaku Ajudan PJ Wali Kota.
Pada Juni sampai November 2024, Risnandar menerima Rp70 juta dan sebuah tas merek Bally senilai Rp8,5 dari Zulhelmi Arifin selaku Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan, melalui Nugroho Adi Putranto alias Untung selaku Ajudan Pj Wali Kota.
Berikutnya, pada Juli sampai November 2024, Risnandar menerima Rp200 juta dari Yulianis selaku Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kota Pekanbaru, melalui Nugroho selaku Ajudan PJ Wali Kota.
Lalu, Juli hingga November 2024, Risnandar kembali menerima Rp80 juta dan dua kemeja senilai Rp2,5 juta dari Alek Kurniawan selaku Kepala Badan Pendapatan Daerah Kota Pekanbaru, melalui Nugroho selaku Ajudan Pj Wali Kota.
Selanjutnya, pada Agustus hingga November 2024, Risnandar menerima Rp350 juta dari Indra Pomi selaku Sekretaris Daerah Kota Pekanbaru, melalui Mochammad Rifaldy selaku Ajudan Pj Wali Kota.
Pada Juni hingga September 2024, Risnandar menerima Rp40 juta dari Yuliarso selaku Kepala Dinas Perhubungan Kota Pekanbaru, yang sebagiannya diserahkan melalui Nugroho.
Terakhir pada November 2024, Risnandar menerima Rp100 juta dari Edward Riansyah selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kota Pekanbaru.
JPU KPK menyebut, patut diduga bahwa penerimaan gratifikasi ini memiliki keterkaitan dengan jabatan Risnandar sebagai Pj Wali Kota Pekanbaru saat itu.
Sedangkan Indra Pomi, juga menerima gratifikasi berupa uang dari sejumlah ASN di lingkungan Pemerintah Kota Pekanbaru ditahun 2024. Total uang yang diterima, baik secara langsung maupun tidak langsung melalui ajudannya Indra Putra Siregar, berjumlah Rp1,2 miliar lebih.
Penerimaan pertama tercatat dari Hariyadi Wiradinata selaku Kabag Umum Pemerintah Kota Pekanbaru, yang diserahkan melalui Indra Putra Siregar. Adapun rinciannya, Rp50.000.000 pada bulan Februari 2024, Rp50.000.000 pada bulan Maret 2024 dan Rp200.000.000,00 pada bulan April 2024. Penyerahan uang itu, semuanya bertempat di Toko Baju Martin.
Masih dari Hariyadi, pada bulan Mei 2024, Indra Pomi kembali menerima Rp100.000.000 secara tunai di kantor DPRD Kota Pekanbaru. Kemudian dia juga kembali Rp200.000.000 pada bulan Juni 2024, Rp200.000.000 pada bulan Juli 2024 dan Rp200.000.000 pada bulan Agustus 2024. Penyerahan semua uang itu, juga berlokasi di toko baju Martin, yang berada di Jalan Jenderal Sudirman.
Pada bulan Maret 2024, Indra Pomi juga menerima uang tunai sejumlah Rp5.000.000 dari Zulhelmi Arifin selaku Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Kadis Perindag) Kota Pekanbaru, di ruang kerja Sekretaris Daerah Kota Pekanbaru.
Penerimaan lainnya berasal dari Yulianis selaku Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Pemkot Pekanbaru, berupa uang tunai Rp50.000.000 pada bulan Juni 2024 di Ruang Kerja Sekretaris Daerah Kota Pekanbaru, serta melalui Indra Putra Siregar sejumlah Rp20.000.000 pada bulan September 2024, Rp30.000.000 pada bulan Oktober 2024 dan Rp20.000.000 pada bulan November 2024, yang semuanya terjadi di ruang kerja Sekretaris Daerah Kota Pekanbaru.
Martin Mahkluk selaku Kepala Bidang (Kabid) Dinas Perumahan dan Permukiman (Perkim) Kota Pekanbaru, juga memberikan uang tunai kepada Indra Pomi sebesar Rp10.000.000 pada bulan Maret 2024, Rp10.000.000 pada bulan Juli 2024, dan Rp5.000.000 pada bulan Oktober 2024. Penyerahan uang itu, bertempat di kantor Sekretaris Daerah Kota Pekanbaru.
Masih di tahun 2024, Alek Kurniawan selaku Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Pekanbaru, memberikan uang tunai sejumlah Rp10.000.000 kepada Indra Pomi. Kemudian pada bulan Agustus 2024, Zulfahmi Adrian selaku Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Kasatpol PP) Kota Pekanbaru, menyerahkan uang tunai Rp5.000.000 kepada Indra Pomi.
Terakhir, pada tanggal 18 November 2024, Yuliarso selaku Kepala Dinas Perhubungan (Kadishub) Kota Pekanbaru, melalui Indra Putra Siregar, menyerahkan uang tunai sejumlah Rp50.000.000 untuk Indra Pomi.
Seluruh uang yang berjumlah Rp1.215.000.000 tersebut, diterima Indra Pomi tanpa pernah dilaporkan kepada KPK dalam waktu yang ditentukan. Sehingga penerimaan ini dianggap sebagai gratifikasi yang tidak sah.
Terakhir, Novin juga menerima gratifikasi, yang jumlahnya sebanyak Rp300 juta. Penerimaan gratifikasi Ini, terjadi pada tanggal 2 Desember 2024, bertempat di sebuah agen BRI Link yang berlokasi di Jalan Hangtuah, dekat SPBU Harapan Jaya, Kota Pekanbaru.
JPU KPK menyebut, bahwa Novin menerima uang tunai sejumlah Rp300 juta dari dua individu bernama Rafli Subma dan Ridho Subma. Dana tersebut kemudian ditransfer ke rekening Bank BRI dengan nomor 017001003950568 atas nama Nadya Rovin Putri, yang merupakan anak dari Novin Karmila.
Penerimaan uang sebesar Rp300 juta ini pun tidak pernah dilaporkan oleh Novin kepada KPK dalam jangka waktu 30 hari kerja setelah diterima.