Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Videoshot_20251020_200508.jpg
Lenny Damanik selaku ibu kandung MHS (IDN Times/Eko Agus Herianto)

Intinya sih...

  • Ibu korban kesal dengan putusan hakim, minta terdakwa dihukum seadil-adilnya

  • Keluarga ungkap ada memar di tubuh MHS, diduga akibat dianiaya Sertu Riza

  • LBH Medan sebut susah beberapa kali minta ekshumasi ke Denpom namun tak digubris

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Medan, IDN Times - Air mata yang berdesakkan ingin meluruh pada akhirnya tak kuasa ditahan oleh Lenny Damanik di Pengadilan Militer I-02 Medan, Senin (20/10/2025) siang. Ibu dari mendiang MHS (15) selaku remaja yang meninggal dunia diduga dianiaya anggota TNI itu, tak terima dengan putusan Majelis Hakim. Terdakwa kasus penganiayaan bernama Sertu Riza Pahlivi diberi vonis 10 bulan penjara, lebih ringan dari tuntutan Oditur.

Sampai dengan saat ini, pihak keluarga berkeyakinan bahwa MHS meninggal akibat dianiaya Sertu Riza. Terlebih saat mereka melihat tubuh remaja 15 tahun itu terdapat sejumlah memar yang menjejak.

1. Ibu korban kesal dengan putusan hakim, minta terdakwa dihukum seadil-adilnya

Lenny Damanik selaku ibu kandung MHS (IDN Times/Eko Agus Herianto)

Lenny menangis sambil memegang foto anaknya, MHS. Kepada awak media ia mengatakan bahwa keluarganya tidak terima dengan putusan 10 bulan penjara yang dialamatkan kepada terdakwa Sertu Riza Pahlivi.

"Saya betul-betul kesal mendengar putusan itu cuma 10 bulan, padahal anak saya sudah meninggal dibunuh. Padahal masih panjang perjalannya," kata Lenny sambil menangis.

Hukuman 10 bulan penjara menurutnya sangat ringan. Bahkan putusan itu lebih ringan 2 bulan dari tuntutan Oditur sebelumnya.

"Saya mohon supaya terdakwa dihukum seadil-adilnya. Itu permintaan saya, tak lebih dari itu. Dihukum sesuai perbuatannya," lanjutnya.

2. Keluarga ungkap ada memar di tubuh MHS, diduga akibat dianiaya Sertu Riza

Sertu Riza saat menjalani sidang vonis (IDN Times/Eko Agus Herianto)

Poridin Sitanggang selaku abang sepupu korban turut hadir di persidangan mendampingi Lenny. Mewakili keluarga, ia berkeyakinan bahwa MHS meninggal karena dianiaya Sertu Riza.

"Awalnya saya dipanggil sama keluarga, 'lihat dulu adikmu di mana di sana? Katanya dipukul tentara'. Masyarakat semua bilang begitu. Awalnya saya tak hiraukan, saya pikirkan keselamatan adik saya. Saya bawa dia ke rumah sakit Muhammadiyah. Sebentar MHS sadar. Asal setiap bicara dia kesakitan. Karena saya penasaran, saya buka bajunya terdapat memar di tubuhnya," ungkap Poridin.

Ia berkeyakinan memar ditubuh MHS diduga akibat dianiaya Sertu Riza. Begitu pula dengan luka di kening MHS yang ia duga bukan karena terbentur rel karena melompat.

"Apa yang saya laporkan di Denpom, tak sesuai dengan apa yang dikatakan hakim. Saya jadi bingung. Saya tak puas. Saya tahan emosi saya di dalam. Kita tahu hukum, makanya saya tak ribut. Harapannya saya ingin lanjut naik banding terus, hukum seberat-beratnya. Bila perlu jabatan dicopot," bebernya.

3. LBH Medan sebut susah beberapa kali minta ekshumasi ke Denpom namun tak digubris

Pendamping hukum keluarga korban dari LBH Medan, Richard Hutapea (IDN Times/Eko Agus Herianto)

Pendamping hukum keluarga korban dari LBH Medan, Richard Hutapea, mengaku kecewa dengan putusan Majelis Hakim. Hal ini disebutnya tak memberikan keadilan bagi keluarga korban.

"Melainkan justru memberikan bentuk impunitas kepada pelaku kekerasan terhadap anak khususnya pelaku dari institusi militer. Di sepanjang persidangan yang kami ikuti, ini sangat tertutup, tak transparan. Kita berkaca bahwa tak ada keadilan di Pengadilan Militer. Di sini justru terjadi impunitas. MHS sudah meninggal, seorang anak, tapi terdakwa diputus 10 bulan penjara," kata Richard.

Ada sejumlah kejanggalan yang dicatat LBH Medan dalam amar putusan. Salah satunya ialah tak adanya jejas.

"Di amar putusan bahwa tak adanya jejas. Padahal kami sudah beberapa kali melayangkan surat ekshumasi, mohon diperiksa kembali mayatnya, tetapi tak digubris oleh Denpom. Oditur kemarin justru menuntut 1 tahun. Kita kecewa, selain 10 bulan juga tak ada sanksi pemberhentian dari satuannya. Artinya kan dia dikembalikan dan ditugaskan kembali," pungkasnya.

Editorial Team