Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Videoshot_20250807_145014.jpg
Fitriani selaku ibu kandung MAF yang menangis histeris di persidangan (IDN Times/Eko Agus Herianto)

Intinya sih...

  • Fitriani menangis histeris saat Majelis Hakim membacakan kronologi ditembaknya MAF oleh 2 anggota TNI.

  • Keluarga tidak puas dengan putusan hakim yang memvonis 2 terdakwa dengan hukuman 2,5 tahun penjara.

  • Abang kandung MAF yang berteriak di ruang sidang diseret keluar karena menolak impunitas di Pengadilan Militer.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Medan, IDN Times - Tangis histeris menggema di Pengadilan Militer I-02 Medan, Kamis (7/8/2025) saat pembacaan putusan terhadap 2 anggota TNI yang membunuh seorang remaja di bawah umur berinisial MAF. Ibu korban yang hadir menyaksikan sidang vonis terhadap Serka Darmen dan Serda Hendra tersebut, menangis dan berteriak membuat suasana persidangan sempat heboh.

Bukan cuma itu, pantauan IDN Times abang kandung korban yang turut hadir juga bersuara menyampaikan penolakannya terhadap putusan 2,5 tahun penjara kepada 2 terdakwa. Ia bersama temannya juga tampak mengibarkan bendera One Piece di dalam ruang sidang, sebelum pada akhirnya diseret keluar.

1. Fitriani menangis histeris saat Majelis Hakim membacakan kronologi ditembaknya MAF

Serka Darmen dan Serda Hendra menunggu putusan dibacakan oleh Majelis Hakim (IDN Times/Eko Agus Herianto)

Fitriani selaku ibu remaja berinisial MAF yang meninggal ditembak 2 anggota TNI, tak dapat membendung air matanya yang berdesakkan keluar. Saat 2 pelaku pembunuhan bernama Serka Darmen dan Serda Hendra divonis 2 tahun 6 bulan penjara oleh Majelis Hakim, saat itu pula tangisnya semakin histeris.

"Rindu kali saya sama dia. Anak saya gak salah, dia anak baik, dia sayang kali sama saya. Anakku! Adek! Rindu kali mamak, Dek!" kenang Fitriani sembari menangis histeris.

Saat ditemui IDN Times seusai sidang, Fitriani mengaku begitu terpukul. Terlebih saat Majelis Hakim membacakan kronologi anaknya ditembak anggota TNI tepat di dadanya.

"Saya begitu dibacakan kronologi (kematian) anak saya, saya tidak sanggup. Apalagi hasil visumnya, saya tak tega," akunya.

2. Keluarga tidak puas dengan putusan hakim yang memvonis 2 terdakwa dengan hukuman 2,5 tahun penjara

Fitriani selaku ibu kandung MAF yang menangis histeris di persidangan (IDN Times/Eko Agus Herianto)

Fitriani juga tak urung mengomentari hasil sidang putusan yang sudah diketok oleh Majelis Hakim. Baginya, hukuman yang dialamatkan kepada Serka Darmen dan Serda Hendra dinilai masih tergolong ringan.

"Saya gak puas. Karena warga sipil yang membantu mereka saja dihukum 4 tahun penjara, kenapa mereka cuma 2 tahun 6 bulan?" bebernya.

Kendati hasil sidang putusan melebihi tuntutan dari oditur dan para terdakwa dipecat dari institusi TNI, Fitriani tetap mengaku kecewa. Ia berpendapat bahwa 2 TNI yang membunuh anaknya seharusnya mendapatkan hukuman yang lebih dari para pelaku sipil. Sebab mereka berdualah aktor utama di balik meninggalnya MAF.

"Saya tak terima. Setidaknya (hukuman) mereka di atas sipil, 5 atau 6 tahun lah," pungkas Fitriani.

3. Abang kandung MAF yang berteriak di ruang sidang diseret keluar

Sidang putusan 2 TNI yang bunuh seorang remaja di Perbaungan (IDN Times/Eko Agus Herianto)

Hal senada juga disampaikan Muhammad Ilham selaku abang kandung MAF. Kesedihan masih menyelimuti hatinya pasca adik bungsunya meninggal tahun 2024 lalu.

"Tolak impunitaslah di Pengadilan Militer ini. Betul-betul mati keadilan di sini. Karena mengingat kasus pembunuhan ini memang terbukti bersalah dan dilakukan secara sadar dan brutal yakni penembakan sampai 5 kali seperti yang dibacakan hakim," ungkap Ilham.

Pantauan IDN Times, saat sidang berlangsung pun abang kandung korban juga berteriak. Terlebih saat vonis terucap dari mulut Majelis Hakim.

"Tadi ketika pembacaan sidang putusan saya berstatement, berteriak di persidangan bahwa tak ada keadilan di Pengadilan Militer. Lalu saya ditarik keluar, ditarik, sampai memar perut saya," pungkas Ilham.

Editorial Team