Koordinator Spesialis Lingkungan dan Perubahan Iklim BITRA, Iswan Kaputra (IDN Times/Eko Agus Herianto)
Bagai pungguk merindukan bulan, begitu juga petani di Secanggang yang merindukan adanya irigasi. Sebab dari tahun ke tahun mimpi mereka bisa panen melimpah selalu terjerat dengan nihilnya irigasi.
Masalah ini sudah dilihat BITRA bertahun-tahun lalu. Yang disayangkan mereka, pemerintah tak jua melihat masalah ini sudah menimpa ribuan petani. Padahal secara geografis, areal pertanian mereka cukup dekat dengan sungai Wampu.
"Warga sudah mencita-citakan punya irigasi yang bagus dan permanen, ya. Tapi selama ini yang dilakukan apa? Usulan-usulan dari desa masing-masing itu secara parsial. Kita ketahui bahwa sampai sekarang perencanaan untuk bendungan atau bendung di Sungai Wampu itu tidak masuk ke sini. Padahal ini ada 1080 hektare pertanian milik Desa Kebun Kelapa, Desa Sungai Ular, Desa Hinai Kiri, dan Desa Tanjung Ibus," kata Koordinator Spesialis Lingkungan dan Perubahan Iklim BITRA, Iswan Kaputra.
Berbagai diskusi telah BITRA helat, baik dengan para petani, pemerintah desa, Balai Wilayah Sungai, sampai Dinas PUPR. Sehingga mengerucut usulan dari petani yang mengatakan bahwa mereka butuh irigasi permanen dari sungai Wampu. Minimal 50 tahun dapat bertahan dan bisa mengairi 1080 hektare
"Sungai Wampu itu kan airnya bagus, dan terus berganti. Kalau yang ada di sini (tadah hujan? kan PH-nya tinggi, payau dan beberapa persoalan-persoalan lain sehingga pertumbuhan padinya itu tidak maksimal. Nah kalau diari sungai Wampu, lalu jalurnya di atas dan bisa ke tengah sawah sana, distribusinya nanti akan efektif. Jika kalau volumenya besar, mudah-mudahan bisa mengairi semua, itu harapan kita. Karena kalau yang selama ini, kan, parsial dan cenderung tidak efektif," harap Iswan.
Apa yang diinginkan masyarakat petani ia nilai sebagai bentuk mewujudkan swasembada pangan. Jika PR distrubusi air tak dapat selesai, maka wacana swasembada pangan di Langkat baginya omong kosong.
"Warga sangat khawatir dan pesimistis kalau permohonan masyarakat yang sudah dikaji secara mendalam, partisipatif, dan menurut masyarakat tidak mungkin salah lagi kaliannya, malah tidak dipenuhi. Kemungkinan besar yang namanya swasembada pangan itu cuma cerita di atas meja atau di layar televisi saja," pungkasnya.