Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Sumut Berduka, Tokoh Pejuang dan Pers TWH Tutup Usia

Mufti Mutawatir TWH merupakan cucu Muhammad TWH foto bersama (Dok. Pribadi)

Medan, IDN Times - Kabar duka menyelimuti Sumatera Utara. Veteran pahlawan kemerdekaan sekaligus tokoh Pers Sumut, Muhammad Tok Wan Haria (TWH) tutup usia pada Kamis (30/1/2025) malam. 

Mufti Mutawatir TWH yang merupakan cucu dari Muhammad TWH menceritakan kenangannya bersama kakek semasa hidup, hingga diberi amanah untuk menjaga Museum Perjuangan Pers yang berada di Jalan Darussalam/Sei Alas no. 6 Medan.

"Momen bersama untuk membangun museum adalah momen terindah saya bersama kakek," katanya pada IDN Times, Minggu (2/1/2025).

TWH lahir di Gedung Samudra Pasai, 15 November 1932. Putra dari Abdurrahman TWH seorang Perjuangan Kemerdekaan, ibunya Hj. Samiyah. Tutup usia 92 tahun.

1. Mufti tak pernah menyangka sang kakek akan membuka museum

Mufti Mutawatir TWH merupakan cucu Muhammad TWH (IDN Times/Indah Permata Sari)

Mufti menceritakan tak pernah terbesit dipikirannya bahwa sang kakek akan membuka museum tersebut dirumah sederhana ini, yang nantinya dikunjungi oleh banyak orang.

"Namun dengan kegigihan dan semangat beliau saya berfikir bahwa, yang akan beliau lakukan pastilah bermanfaat untuk banyak orang. Ya benar, apa yang telah dibangun oleh kakek adalah hal terbesar yang mungkin orang lain tidak dapat lakukan. Dengan gigihnya, beliau mengumpulkan benda-benda bersejarah secara sukarela," ucapnya.

Bahkan, mampu menampung dan melestarikan koleksi bersejarah tersebut.

2. TWH wakafkan rumah pribadi untuk dijadikan Museum Perjuangan Pers Sumut

Mufti Mutawatir TWH merupakan cucu Muhammad TWH foto bersama (Dok. Pribadi)

Lanjutnya, sang kakek mewakafkan rumah pribadinya untuk dijadikan sebagai sarana edukasi bagi generasi muda.

Rumah sederhana tersebut, dijadikan sebuah bangunan bersejarah yang diberi nama Museum Perjuangan Pers Sumatera Utara.

"Kini perjuangan beliau untuk melestarikan koleksi berharga tersebut telah usai, namun jasa beliau  mendirikan Museum tidak akan pernah sirna," kata Mufti.

3. Kini Mufti mengemban amanah dari kakek untuk menjaga Museum

Mufti Mutawatir TWH merupakan cucu Muhammad TWH (IDN Times/Indah Permata Sari)

Kini Mufti sedang menjalankan amanah dari sang kakek, untuk melanjutkan dan menjaga Museum bersejarah dirumah tersebut.

"Saya diamanahkan untuk melanjutkan museum sederhana ini, berat saya rasa beban yang akan saya emban, namun apapun itu saya akan berusaha tetap gigih untuk tetap melestarikan apa yang telah beliau lakukan selama ini," tutup Cucu ke lima dari anak kedua sebagai penerus untuk mengurus Museum Perjuangan Pers.

Di dalam museum tersebut, terdapat banyak koleksi-koleksi koran yang ditempel serta wajah-wajah tokoh pers hingga perjalanan hidupnya dahulu.

Sebagai informasi, tempat inu memiliki dua yayasan yakni, Yayasan Museum Pers Sumatera Utara dan Yayasan Pelestarian Fakta Perjuangan Kemerdekaan RI. Namun disayangkan, para pengurusnya tidak aktif.

Untuk diketahui, TWH merupakan Tentara Pelajar Indonesia (TPI) dari asal Aceh. Mengawali jejak pendidikan TWH yakni Volk School, Sekolah Rendah Islam (SRI) di Geudong, Sekolah Menengah Islam (SMI) di Lhokseumawe.

Jejaknya menjadi pejuang kemerdekaan Indonesia berbekal saat dia masuk Tentara Pelajar Indonesia (TPI), dan menjadi Anggota Penerangan Tentara Resimen V Divisi X yang terhitung selama 4 tahunan.

Kemudian menjadi Koresponden Radio Perjuangan “Rimba Raya”, pelaksana penerbit surat kabar stensilan “Suasana” yang memuat berita-berita kemerdekaan diterbitkan oleh penerangan tentara resimen V Divisi X.

Tokoh pers tiga zaman itu juga sempat mendapat penghargaan kepeloporan bidang media yang diserahkan Presiden Jokowi, pada peringatan Hari Pers Nasional 2023 di Gedung GSG Pancing.

Kisahnya menjadi seorang veteran ini, saat berjuang pada Agresi Militer Belanda II dan tokoh pers. Kemudian, kisah tersebut dituliskannya ke dalam buku-bukunya. Saat dirinya berusia belasan tahun harus masuk menjadi tentara dan berperan dalam menerbitkan berita.

Berawal dari perang kemerdekaan, dahulu pada jamannya seluruh pelajar diwajibkan untuk masuk Tentara Republik Indonesia atau Tentara Pelajar Islam (TPI). Saat itu, Belanda merencanakan bumi hangus, dan orang-orang dulu berada di baris belakang di Aceh tahun 1960-an.

TWH kala itu ditempatkan di bagian penerangan dan ditugaskan menjadi Tentara Penerangan, untuk penerimaan berita maupun foto, serta memberikan informasi kepada masyarakat mengenai kondisi Indonesia pada era kemerdekaan. Perannya di penerangan tentara itu untuk memberitakan suasana penembakan lewat lukisan.

TWH saat jadi TPI, pernah ditugaskan dalam rapat yang dilakukan Presiden Soekarno di Bireuen tahun 1948. Saat itu usianya masih 16 tahun.

Setelah Agresi Militer Belanda berakhir, TWH pindah ke Medan. Tahun 1950, dia melanjutkan pendidikan di SMP Josua dan kemudian masuk ke SMA Tagore. TWH berusia 22 tahun, bekerja di Harian Mimbar Umum pada tahun 1954. Ia kembali melanjutkan perjuangan melalui pena. Sebagai tokoh pers konsekuensinya dibenci penjajah. 

Saat itu, sejumlah media dibredel karena mengganggu kepentingan kolonial. Belum lagi saat Partai Komunis Indonesia (PKI) ingin menguasai seluruh surat-surat kabar. Surat kabar nasionalis dianggap musuh.

Dia bersama temannya melawan, dan dipecat dari keanggotaan organisasi wartawan. Karena dianggap kontrarevolusi. Jadi tak bisa kerja di manapun.

TWH beralih profesi jual buku di pustaka mimbar. Saat PKI jatuh pada 1965, TWH kembali menjadi wartawan. Karena perjuangan itu, dia mendapat penghargaan penegak pers pancasila. Ada 14 orang yang dapat bintang tersebut.

Saat menjadi wartawan, TWH fokus menulis. Ia bahkan mengumpulkan karya-karyanya dan dituangkan ke dalam buku. Kala itu, profesinya itu juga membawanya keliling wilayah Asia dan ASEAN. 

Dalam perjalanan karirnya, TWH  pernah menjadi satu-satunya perwakilan Indonesia untuk meliput pemilihan Presiden Ronald Reagen periode kedua pada tahun 1980-an bersama 27 jurnalis dari seluruh dunia.

Tahun 2011, Muhammad TWH mendapatkan "Press Card Number One" atau Kartu Pers Nomor Satu dari PWI Pusat.

Kini ia sudah menerbitkan 25 buku. Buku pertama berjudul Front Barat Medan Area yang diterbitkan tahun 1986.Kini TWH menikmati masa tuanya di rumahnya. Dia mendirikan Museum Perjuangan Pers Sumatera Utara pada tahun 2019 dengan berbagai koleksi yang masih disimpannya rapi.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Indah Permata Sari
Arifin Al Alamudi
Indah Permata Sari
EditorIndah Permata Sari
Follow Us