Ilustrasi suap dan korupsi (IDN Times/Mardya Shakti)
Hal memberatkan, perbuatan terdakwa tidak sejalan dengan program program pemerintah dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih dan bebas dari praktik Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN).
Sedangkan hal meringankan, mantan orang nomor satu di Pemko Tanjungbalai tersebut berterus terang, sopan, kooperatif dalam mengungkapkan pelaku lainnya, menyesali perbuatannya dan belum pernah dihukum sebelumnya dan masih memiliki tanggungan keluarga.
Majelis hakim juga tidak dapat menerima permohonan terdakwa mendapatkan Justice Collaborator (KC) karena hal itu bukan untuk pelaku utama.
"Baik ya. Terdakwa maupun penuntut umum sama-sama memiliki hak selama 7 hari untuk pikir-pikir apakah terima atau melakukan upaya hukum banding atas putusan ini," pungkas As'ad Rahim Lubis.
Dalam kasus ini, Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin, terseret. Di mana, pada Oktober 2020 lalu terdakwa berkunjung ke rumah dinas M Azis Syamsuddin, yang juga sesama kader Partai Golongan Karya (Golkar) di Jalan Denpasar Raya, Kecamatan Kuningan, Kota Jakarta Selatan.
Terdakwa ketika itu ikut sebagai calon petahana pada Pilkada Kota Tanjungbalai periode 2021-2026. M Syahrial khawatir bila elektabilitasnya turun bila penyidik KPK melakukan pemanggilan terhadap dirinya atau sampai terjadi Operasi Tangkap Tangan (OTT) atas dugaan kasus korupsi 'lelang jabatan' di Pemko Tanjungbalai.
Saksi M Azis Syamsuddin pun menawarkan terdakwa agar berhubungan dengan Stepanus Robin Pattuju soal keinginan agar kasus dugaan suap 'lelang jabatan' di Pemko Tanjungbalai tidak dilanjutkan penyidikannya oleh KPK.
Stepanus kemudian meminta bantuan kepada salah seorang advokat bernama Maskur Husain untuk nantinya mengurus kasus.terdakwa. Oknum advokat tersebut pun meminta jasa Rp1,5 miliar. Stepanus Robin selanjutnya menghubungi terdakwa M Syahrial dan menyanggupi angka Rp1,5 miliar tersebut.