Medan, IDN Times – Gelombang unjuk rasa di berbagai daerah dipercaya menjadi akumulasi kemarahan masyarakat terhadap para wakilnya di DPR dan kebijakan pemerintah. Meski belakangan yang muncul bukan lagi unjuk rasa, melainkan dominasi anarkisme.
Tak sedikit yang menilai, banyak ‘penunggang gelap’ dalam kerusuhan-kerusuhan yang terjadi. Namun tetap saja, unjuk rasa ini menjadi bentuk kemarahan.
Kabar rencana kenaikan tunjangan DPR di tengah kondisi ekonomi masyarakat yang serba sulit membuat publik murka. Di saat rakyat berjuang menghadapi kenaikan pajak hingga beban hidup sehari-hari, DPR justru dinilai lebih sibuk memperkaya diri. Puncaknya, pernyataan kontroversial Ahmad Sahroni, Wakil Ketua Komisi III DPR dari Fraksi NasDem, kian menyulut emosi publik hingga berujung pada peristiwa penggerudukan rumahnya. Dia menyebut, orang yang ingin membubarkan DPR merupakan mental manusia tolol.
Kemarahan masyarakat bukan hanya soal Sahroni, tapi juga cermin hilangnya kepercayaan publik terhadap lembaga DPR itu sendiri. Dosen Sosiologi Universitas Negeri Medan, Ismail Jahidin, menilai situasi ini bisa dibaca lewat kacamata teori hegemoni Antonio Gramsci.