Masyarakat Adat ompu Umbak Siallagan berunjuk rasa di depan Mapolda Sumatra Utara, Senin (25/3/2024) (IDN Times/Prayugo Utomo)
Sorbatua ditangkap karena dituduh menyerobot lahan milik PT Toba Pulp Lestari. Dia ditangkap saat membeli pupuk di Simpang Simarjarunjung, Tanjung Dolok, Jumat (22/3/2024). Setelah itu, Sorbatua dibawa pergi meninggalkan istrinya yang saat itu ikut bersamanya.
Masyarakat pun membantah jika mereka menyerobot lahan milik PT TPL. Mereka justru menuding PT TPL yang menyerobot lahan masyarakat adat.
"TPL lah yang mencuri, merusak, menggarap, datang tiba-tiba dan kita dituduh sebagai pencuri di atas tanah kita sendiri. Ini kan ibarat kita dituduh mencuri di rumah kita sendiri. Lalu, ditangkap polisi dan ditangkapnya secara tidak wajar," kata Jhontoni.
Masyarakat adat, kata Jhontoni, sudah mengelola lahan itu turun temurun. Sementara PT TPL baru beroperasi di era 1990-an.
"Kalau kemudian dibilang masyarakat yang menggarap, kan simple saja, yang lebih dulu di sana siapa, tentu masyarakat adat yang sudah 11 generasi itu, kalau dihitung satu generasi ada 25 tahun, sudah ada ratusan tahun lebih masyarakat di situ. Sementara TPL baru beroperasi sekitar tahun 90-an. Pihak perusahaan PT Toba Pulp Lestari yang selama ini mereka memang itu melakukan kegiatan di atas tanah leluhur atau tanah adat dari masyarakat adat Dolok Parmonangan," ujarnya.
Menurut Jhontoni, kasus seperti ini juga banyak terjadi di Indonesia. Dia mengatakan hal itu terjadinya karena pemerintah yang tidak kunjung mengesahkan Undang-undang Masyarakat Adat.
"Memang secara aturan ini akibat dari pada lalainya presiden dan DPR RI yang sampai sekarang tak kunjung mengesahkan rancangan UU masyarakat adat, sehingga persoalan seperti ini akan terus terjadi di mana-mana. Masyarakat warga negara yang sudah secara turun-temurun berada di sana, dituduh menjadi penggarap ini kan sangat aneh. Jadi, masyarakat bukan penggarap," pungkasnya.