Usai perbincangan di kafe, Dani ternyata tergiur dengan pembagian yang ditawarkan Alfi. Ia mencari calon pembeli sisik trenggiling dengan bertanya ke beberapa rekannya.
Pada pekan pertama November 2024, seorang bernama Amir Simatupang tiba-tiba menelepon Dani menanyakan sisik trenggiling.
Di persidangan, Amir mengaku temannya di media sosial bernama Alex asal Aceh sedang mencari sisik trenggiling. Teringat bahwa rekannya yang lain pernah menawarkan sisik trenggiling, Amir pun menghubunginya dan mendapatkan kontak Dani.
Melalui telepon, Amir ingin memastikan bahwa sisik trenggiling itu masih ada atau tidak.
Setelah itu, Amir ditugaskan Alex untuk melihat langsung sisik trenggiling tersebut dan menjanjikan Rp100 ribu untuk per kilogram sisik trenggiling yang jadi dibeli.
Amir yang merupakan pencari minyak nilam asal Labuhanbatu Utara itu tergiur dengan upah yang ditawarkan Alex. Dengan biaya yang diberikan Alex, ia lantas berangkat ke Kisaran menggunakan bus.
Pada 10 November 2024, Amir bertemu Dani di Tanah Lapang Kota Kisaran. Dani membawa Amir ke rumahnya untuk beristirahat sembari menunggu Yusuf pulang bekerja. Malam harinya, Dani membawa Amir ke rumah Yusuf dan memastikan bahwa sisik trenggiling masih ada dan asli.
Usai sisik trenggiling dilihat dan dipegang oleh Amir, Dani lalu menelepon Alex untuk negosiasi harga. Alex menawar dengan harga Rp900 ribu per kilogram pada Dani dan akan membeli 320 kilogram. Dani langsung setuju. Ia memberitahukannya pada Yusuf dan Alfi, lalu mereka sepakat untuk menjualnya.
Namun, Dani tidak memberitahu harga yang sebenarnya pada Alfi. Pada Alfi, Dani mengatakan Alex membeli dengan harga Rp600 ribu per kilogram. Selisih Harga Rp300 ribu dijanjikan Dani dibagi untuk Yusuf dan Amir.
Alex mentransfer uang Rp3,5 juta pada Dani untuk biaya packing dan ongkos kirim. Malam itu juga, Amir, Dani, dan Yusuf mengemas 320 kilogram sisik trenggiling ke dalam sembilan kotak besar dan memasukkannya ke mobil Yusuf. Alfi tiba di rumah Yusuf pada 11 November 2024 pagi.
Mereka berempat mengantar paket berisi 320 kilogram ke loket PT RAPI Kisaran untuk dikirim pada Alex. Dani membonceng Amir menggunakan motor, Yusuf menyetir mobil berisi paket 320 kilogram sisik trenggiling, Alfi mengikuti Yusuf menggunakan mobilnya.
Mereka berempat tiba di loket PT RAPI sekitar pukul 10.00 WIB.
Amir menunggu di warung seberang loket. Yusuf dan Dani menurunkan paket sisik trenggiling ke loket dan hendak meminta resi pengiriman. Alfi kemudian meminta Dani memastikan Alex melakukan pembayaran. Dani mengambil gambar sembilan kotak sisik trenggiling yang akan dikirim pada Alex dan meminta transfer uang pembelian.
Belum sempat uang ditransfer, tiba-tiba tim Gabungan Penegak Hukum dan Gakkum KLHK Sumut datang dan menangkap mereka berempat beserta alat bukti sembilang kotak berisi sisik trenggiling.
Amir dibawa ke markas Balai Gakkum LHK Sumatera, Yusuf dan Dani dibawa ke Markas Sub Detasemen Polisi Militer di Asahan lalu dipindahkan lagi ke Tahanan Militer Kodam I/BB di Medan. Saat itu, Alfi sempat dibawa ke Sub Denpom Asahan. Namun, ia pulang begitu saja.
Pada Agustus lalu, Alfi ternyata diperiksa oleh Propam Polda Sumut. Ia menjalani tahanan di sel (Patsus) selama 21 hari sejak awal September. Ia juga dihukum oleh Propam Polda Sumut karena terbukti terlibat dalam perdagangan tersebut. Ia dihukum mendapatkan pembinaan dan pendidikan (Bindik) dan tidak bisa mengikuti pendidikan di kepolisian selama satu tahun.
Alur kronologis dari mulai mencari calon pembeli hingga penangkapan yang diutarakan Dani, Yusuf, dan Amir secara keseluruhan selaras. Baik itu saat menjadi saksi maupun terdakwa di PN Kisaran dan Pengadilan Militer.
Namun, kesaksian Alfi saat menjadi saksi di PN Kisaran Senin (28/4/2025) bertolak belakang. Alfi seakan 'amnesia' dan lupa semua peristiwa yang ia alami bersama Dani, Yusuf, dan Amir. Hakim pun geram.
Ia membantah semua keterangan dari dua TNI yang dibeberkan pada sidang sebelumnya. Padahal, keterangan tersebut sudah sesuai seperti yang tertuang dalam BAP dan dakwaan jaksa. Pertanyaan yang dilontarkan hakim, jaksa, dan kuasa hukum selama persidangan hanya dijawab ‘lupa’, tidak ingat’, dan ‘mereka bohong’ oleh Alfi.
Akhirnya sidang berjalan sangat singkat karena hakim tidak bisa menggali kesaksian apa-apa. Ketua Majelis Hakim Yanti Suryani bertanya apakah benar Alfi yang meminta Yusuf dan Dani untuk datang ke gudang Polres Asahan untuk mengambil sisik trenggiling, lalu meminta menyimpannya di kios milik Yusuf? Alfi menjawab dua TNI itu bohong.
Kemudian, saat ditanya kenapa bisa ditangkap bersamaan di loket PT RAPI, Alfi mengaku ada di situ karena ingin membeli tiket bus.
“Kalau kamu merasa gak bersalah dan hanya beli tiket, apa kamu gak marah waktu dikonfrontir sama dua TNI itu?” tanya Yanti.
“Saya ada marah di sidang militer. Tapi katanya harus soft [karena] itu kan persidangan, itu kan masih tahap pemeriksaan,” ungkap Alfi.
Hakim kembali bertanya, “Kalau kamu tidak bersalah, setelah selama ini, kenapa kamu tidak marah dan tidak menggugat balik mereka (dua TNI)? Harusnya sudah kamu lakukan itu sejak awal. Ini sudah hampir enam bulan kenapa kamu diam saja?”
Alfi menjawab dalam beberapa bulan terakhir ia tidak sempat membuat laporan dan sedang tidak fokus.
Ia juga mengatakan setelah persidangan ini akan membuat laporan balik untuk dua TNI yang sudah menuduhnya mengeluarkan 1,2 ton sisik trenggiling dari gudang Polres Asahan, meminta Dani mencari pembeli, dan mengawal pengiriman sisik trenggiling hingga ke loket PT RAPI.
Hakim Yanti Suryani terlihat kesal dengan kesaksian Alfi. Ia merekomendasikan kepada jaksa agar Bripka Alfi Hariadi Siregar segera ditetapkan sebagai tersangka.
“Berdasarkan hasil persidangan dari minggu sebelumnya hingga saat ini yang sudah terangkum dalam berita acara, hakim di sini menilai ada keterlibatan saksi (Bripka Alfi). Namun, semua kewenangan penyidik, apakah mau meneruskan ke tahap selanjutnya, kami hanya merekomendasikan. Tapi dalam sidang ini sudah ada dua bukti yang cukup membuktikan keterlibatan saudara (Bripka Alfi),” ujar Hakim Yanti.
Ia menegaskan, jika keberatan dengan yang dituduhkan, Alfi bisa menyatakan keberatan dan membantah hasil penyelidikan. Hakim mengingatkan Alfi bahwa tidak ada yang kebal hukum di Indonesia, siapa pun bisa terjerat dan bisa terbukti bersalah.
“Artinya, saudara bisa membela hak saudara apabila penyidik Polri meneruskan ini. Saudara punya hak membela diri. Tapi semua warga negara, semua pihak harus adil, tidak ada yang kebal hukum. Hakim aja ditangkap, Ketua MK, Ketua KPK aja ditangkap, saya sebagai Ketua Pengadilan bisa juga, kita tidak ada yang kebal hukum. Kalau merasa tidak bersalah kita bisa membela diri,” ujarnya.
Yanti pun mengatakan bahwa dirinya mengira Alfi sudah ditetapkan sebagai tersangka, sebagaimana tiga pihak lain yang terlibat.
“Saat saya baca dakwaan ini, dijelaskan saksi dalam berkas terpisah, saya mengira saksi ini sudah dijadikan tersangka. Ternyata ini belum proses apa-apa, hanya proses kode etik (oleh Polda Sumut), tidak ada proses penyelidikan dan tidak diperiksa sama sekali. Sedangkan dua anggota TNI sudah tersangka dan sudah menjalani sidang di Pengadilan Tinggi Militer Medan,” ujar Yanti dengan nada sedikit meninggi.
Tak lama setelah menjadi saksi terdakwa Amir, Alfi resmi mengajukan praperadilan atas penetapannya sebagai tersangka. Namun, praperadilannya ditolak hakim PN Kisaran.
Aipda Alfi ditahan dan berkas tahap II diserahkan Gakkum KLHK pada Kejaksaan Negeri Kisaran pada 17 September 2025.
Di persidangan militer, ternyata Alfi melakukan hal yang sama. Oditur Militer, M. Tecky, heran dan marah dengan sikap 'amnesia' Alfi di hadapan majelis hakim militer.
Dalam dua kali kesaksian, Alfi membantah semua isi BAP awal pemeriksaan. M. Tecky merasa dua anggota TNI dikorbankan oleh Aipda Alfi dalam kasus penjualan sisik trenggiling ini sehingga memutuskan menuntut ringan Serka Yusuf dan Serda Dani, yakni 8 bulan penjara.
"Tiga orang sudah terdakwa, tapi otak pelakunya masih bebas, masih saksi. Kalian tahu Alfi itu sudah naik pangkat (dari Bripka) jadi Aipda dan pindah tugas (promosi) ke Polsek Mandoge?" ujar Tecky dengan nada heran.
Kapolres Asahan Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Revi Nurvelani (Dok. Instagram Polres Asahan)
Tim mencoba menelusuri asal-usul sisik trenggiling itu. Kapolres Asahan Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Revi Nurvelani yang diwawancarai, menyerahkan pertanyaan itu kepada Kepala Unit Propam Ajun Komisaris Polisi (AKP) Eben Siregar lantaran Revi baru saja menjabat mulai Juli 2025.
Eben yang ditanyai ihwal fakta persidangan bahwa sisik trenggiling itu berasal dari gudang Polres Asahan, membantahnya.
“Tidak bisa kita buktikan, bahwa barang itu berasal dari Gudang Polres Asahan,” ujar Eben di Mapolres Asahan, 16 September 2025 lalu.
Bahkan, kata Eben, pihaknya sudah memeriksa sejumlah petugas selain Alfi. Personel Sat Reskrim, Unit Tindak Pidana Tertentu, hingga petugas yang bertanggung jawab dengan gudang barang bukti sudah diperiksa. Semuanya kompak menjawab tidak mengetahui ihwal sisik trenggiling itu.
Jawaban dari Polres Asahan bertolak belakang dengan fakta persidangan yang ada. Dalam persidangan, kedua tentara mengaku mereka mengambil sisik trenggiling itu dari gudang Polres Asahan.
Ihwal keberadaan sisik tenggiling dalam jumlah besar ini juga sempat dikuatkan saksi tambahan dalam persidangan Yusuf dan Dani. Saksi yang dihadirkan adalah Komandan Unit Intel Kodim 0208/Asahan Letnan Satu Zulpiadi Tamzil Panjaitan. Dokumen putusan Pengadilan Militer I-02 Nomor 10-K/PM.I-02/AD/II/2025 dengan terdakwa Yusuf dan Dani menguatkan fakta bahwa sisik itu berasal dari Polres Asahan.
Beleid itu menunjukkan Zulpiadi mengenal Alfi. Ia juga pernah melihat Alfi, Dani dan Yusuf bertemu bersama di salah satu warung kopi.
Dalam kesaksiannya, Zulpiadi juga menyebut, Alfi sempat bertemu dengan Zulpiadi, dua bulan sebelum operasi pengungkapan itu.
Saat itu, Alfi menunjukkan sisik trenggiling yang ada di dalam kantong plastik kepada Zulpiadi. Bahkan Alfi menerangkan jika sisik itu merupakan hasil penangkapan Polres Asahan.
“Izin Ndan, kami ada tangkapan sisik, apakah ada pembeli?” ujar Alfi seperti yang dituliskan dalam kesaksian Zulpiadi.
Kata Zulpiadi, Alfi berani mengatakan itu karena merasa sudah percaya dengan Zulpiadi. Namun, saat itu Zulpiadi menghiraukannya karena menganggap itu ilegal.
Dalam kesaksiannya, Zulpiadi juga mengatakan bahwa dirinya sudah pernah mendengar soal pengungkapan kasus sisik tenggiling di Polres Asahan sebelum penangkapan Alfi, Dani, Yusuf dan Amir.
Ia mendapat informasi tentang penangkapan perdagangan sisik trenggiling itu di salah satu hotel di Kabupaten Asahan.
Menurut informasi itu, sisik trenggiling yang diungkap merupakan milik Acin, seorang warga negara asing yang tinggal di Indonesia. Meskipun Zulpiadi bilang, ia belum menjamin kepastian informasi itu.