Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Suasana Sentra Bahagia yang akan dibangun menjadi salah satu tempat Sekolah Rakyat (IDN Times/Indah Permata Sari)

Medan, IDN Times - Kementerian Sosial sedang merancang pembangunan Sekolah Rakyat atau disingkat SR, yang nantinya akan ada dibeberapa titik wilayah Indonesia pada tahun ajaran baru 2025/2026, salah satunya Sumatera Utara termasuk Kota Medan.

Wilayah Sumatera Utara mendapatkan 4 titik pembangunan Sekolah Rakyat (SR), dan ditargetkan tahun ini segera rampung. Adapun lokasi keempat SR itu yakni di Gedung UIN Sumut, dua sentra milik Kementerian Sosial dan satu lagi gedung milik Pemerintah Provinsi Sumut.

Hal ini dibahas dalam pertemuan Sosialisasi dan Koordinasi Pembentukan Sekolah Rakyat (SR) dan Dialog Pilar-pilar Sosial di Provinsi Sumatera Utara, bersama Menteri Sosial Republik Indonesia Saifullah Yusuf di Aula Raja Inal Siregar Kantor Gubernur Sumut, Jalan Diponegoro Medan, pada Jumat (11/4/2025) kemaren.

Sementara, Pemko Medan berharap bahwa Kota Medan mendapatkan pembentukan SR dari program Pemerintah Pusat melalui Kementerian Sosial. Alasan Pemerintah merancang Sekolah Rakyat ini untuk memberikan kesempatan belajar bagi siswa yang memiliki keterbatasan ekonomi, namun menunjukkan semangat tinggi untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi.

Sekolah rakyat menyediakan sistem pendidikan berkualitas dengan biaya keseluruhan yang ditanggung oleh pemerintah Republik Indonesia. Meski tidak memungut biaya sepeserpun pemerintah kabarnya akan menyediakan pelayanan pendidikan berkualitas bagi para siswa nantinya, salah satunya denga menerapkan sistem sekolah asrama atau boarding school. Sekolah rakyat juga akan membiayai seluruh kebutuhan sekolah muridnya mulai dari seragam, makan, asrama, peralatan sekolah, dan lainnya.

Rencana ini menjadi banyak sorotan dari berbagai kalangan masyarakat hingga anggota DPRD Medan. Pemerintah menilai pembentukan SR ini menjadi solusi instan dalam memutus mata rantai kemiskinan dengan membantu merealisasikan SR.

Sayangnya, banyak menilai tidak efektivitas dan tidak efisiensi hadirnya Sekolah Rakyat yang nanti akan hadir di Medan.

1. Butuh biaya Rp150 miliar di satu sekolah rakyat per tahun

ilustrasi siswa sekolah (pexels.com/Agung Pandit Wiguna)

Anggota DPRD Medan fraksi Nasdem, dr. Faisal Arbie menilai secara pribadi rencana ini kurang efektif dan kurang efisien. Sebab, tidak ada nilai urgensi kepada masyarakat. Bahkan, berpotensi meningkatkan kesenjangan dan diskriminasi pendidikan yang menimbulkan tendensi sekolah berkasta. Sehingga, dikhawatirkan hadir istilah sekolah khusus rakyat miskin dan sekolah khusus keluarga kaya.

"Alangkah baiknya dana itu dialokasikan disekolah yang sudah ada. Contohnya pencapaian guru-guru yang hari ini masih menuntut haknya," ucapnya pada IDN Times, Selasa (15/4/2025).

Diketahui, pendanaan Sekolah Rakyat digadang akan memakan dana berkisar Rp150 miliar per lokasi per tahun yang dananya bersumber dari APBN dan dana CSR perusahaan swasta.

Faisal Arbie menilai, meski berpotensi baik dalam wacana pembangunan SR ini, tapi harusnya berfokus mengelola Sekolah Negeri yang kondisinya masih banyak memprihatinkan.

"Ada yang kacanya bolong, plafonnya bolong. Kenapa gak itu yang direnovasi. Sekolah yang sudah ada, mau itu sekolah inpres atau sekolah negeri. Sehingga, mengurangi anggaran tersebut lebih efektif lagi atau lebih tepat sasaran," jelas Faisal Arbie.

2. Pemerintah diharapkan bisa fokus tangani kasus korupsi yang merajalela

ilustrasi sekolah (pexels.com/Pragyan Bezbarua)

Sebelumnya Pemerintah menjalankan program Makan Bergizi Gratis (MBG) dibeberapa daerah Indonesia, dan kini merencanakan Sekolah Rakyat. Hal ini menjadi pertanyaan masyarakat bahwa, fokus pemerintah pada dasarnya dimana.

Sebab, program MBG ini juga dinilai tidak merata. Sehingga, ada yang tepat sasaran dan ada yang tidak tepat sasaran.

Faisal Arbie menilai bahwa MBG yang kemaren saja belum mencakup seluruh Indonesia.

"Bahkan, kita lihat dibeberapa wilayah di Jawa vendornya ada yang mengundurkan diri keluar dari perjanjian kontrak karena kontrak hingga sampai saat ini belum ada terima orderan. Sementara fasilitas dan sarana sudah dibangun untuk mempersiapkan itu," jelasnya.

Lanjutnya, tolak ukur MBG ini tidak tepat sasaran. Sebab, orangtua juga harus membiayai uang sekolah anaknya dan yang mendapatkan makan hanya anaknya.

"Kenapa tidak diringankan saja beban orangtuanya untuk uang sekolah gratis atau pendidikan gratis. Sampai sekarang saya belum mengerti apakah makanan itu lebih prioritas daripada pendidikan," sebutnya.

Karena Faisal Arbie memiliki profesi dokter sebelum dunia politik, dikatakannya sehat menjadi nomor satu daripada pendidikan.

"Sehat dulu kita baru bisa pintar, bukan pintar dulu baru kita kejar sehat. Tapi, apakah makanan yang kita kasih itu bisa membuat sehat, sementara nilai dan kandungan gizinya itu gak punya standar, di Kota A dan di Kota B itu beda yang diterima mereka. Bahkan, pernah difoto sayurnya itu beberapa potong dan lauknya itu gak ada. Jadi, pertanyaannya apakah itu sehat? ," tambahnya.

Dia berharap Pemerintah juga bisa untuk fokus mengejar koruptor yang masih saja merajalela. Sebab, dalam kepemimpinan Prabowo Subianto menjanjikan nantinya akan mengejar para koruptor hingga ke Antartika.

3. Masalah banjir lebih mendesak diselesaikan di Kota Medan

ilustrasi kegiatan di sekolah (pexels.com/ Norma Mortenson)

Selain itu, Anggota DPRD Kota Medan Dapil 3 ini menilai masih banyak temuan-temuan yang harus diberi solusi, salah satunya banjir. Tidak hanya pemerintah, tapi masyarakat dan berbagai elemen diminta untuk ikut serta menangani banjir.

Dari 21 Kecamatan Kota Medan, Faisal Arbie menilai seluruh masyarakat merasakan tingkat sektor ekonomi yang menurun. Artinya, perputaran ekonomi khususnya di Kota Medan dinilai menurun.

"Mau itu pekerjaan, pendapatan atau penghasilan itu isu yang paling seksi hari ini. Bahkan, masyarakat gak peduli lagi sekarang dengan pembangunan atau infrastruktur yang dibangun pemerintah," tuturnya.

Dalam kegiatan Sosialisasi Perda (Sosper) yang rutin dilakukan Faisal Arbie ini menemukan temuan dari masyarakat bahwa apa yang bisa didapat dari program pemerintah.

"Sebagai contoh, banyak yang berharap dengan BLT (Bantuan Langsung Tunai), Bansos (Bantuan Sosial), KIP (Kartu Indonesia Pintar). Jadi mereka sudah apatis dengan isu banjir, jalan pembangunan, mereka apatis dengan semua itu. Mereka lebih menilai apa yang bisa didapatkan," katanya.

Menurutnya, BLT atau sejenisnya yang membantu masyarakat itu dinilai tidak mendidik masyarakat untuk lebih kuat berupaya dan berdaya.

"Harusnya, pemerintah menciptakan lapangan kerja, bukan memberi santunan. Karena karakter manusia ini ketika disantuni maka itu menjadi kewajiban negara padahal tidak dan ketika tidak dapat ributnya kemana-mana," jelasnya.

Lebih baik dibekali dengan ilmu, keterampilan dan kemampuan lewat OPD-OPD di Pemerintahan, sehingga bisa menciptakan lapangan kerja sendiri.

" Balik lagi, hari ini tingkat permintaan dari pasar itu semua rendah mau apapun itu produksinya kecuali makanankarena kebutuhan pokok kita. Tapi, produksi apapun nilai jual sekarang sedang turun," ungkapnya.

Dia berharap Pemerintah bisa mengubah wajah Indonesia yang hari ini tingkat kepercayaan masyarakat terhadap Pemerintah itu sangat rendah.

"Dengan Kepemerintahan yang hari ini, bisa mengembalikan kepercayaan masyarakat Indonesia terkait dengan sistem karena masyarakat sudah cukup lelah melihat dinamika-dinamika Pemerintah yang ada. Mulai dari korupsi, kinerja hingga Kementrian ada saja komentar masyarakat tentang Pemerintah hari ini. Harapannya bisa kembali pemimpin itu seperti apa sehingga kepercayaan masyarakat itu ada dan semakin besar, karena besarnya satu negara itu tidak luput dari kepercayaan masyarakat," pungkasnya.

Editorial Team