Ternyata 1 Juli 1590 Bukan Hari Jadi Kota Medan, Ini Penjelasan Antropolog

Intinya sih...
Usia Kota Medan sebenarnya dihitung sejak tahun 1909, bukan dari tahun 1590 yang diakui sebagai hari jadi Kota Medan.
Pada tanggal 1 April 1909, Belanda menetapkan Medan sebagai Kota Madya, dipimpin oleh Wali Kota pertama kali oleh Baron Daniel Mac Kay pada tahun 1918.
Erond Damanik menyarankan Pemerintah Kota Medan untuk membagi beban kota ke pinggiran dengan membangun infrastruktur layak di daerah pinggiran.
Medan, IDN Times - Pemerintah Kota Medan baru saja merayakan Hari Jadi Kota Medan ke-435 tahun pada 1 Juli kemarin. Pemko Medan mencatat Kota Medan sudah berdiri sejak tahun 1590). Ternyata hal itu dibantah oleh Guru besar bidang Ilmu Antropologi Politik dan Konflik, FIS Unimed, Prof. Dr. Erond Litno Damanik, S.Pd. M.Si.
Ia menjelaskan bahwa usia Kota Medan sesungguhnya dihitung sejak tahun 1909. Artinya, Kota Medan menurut penelitiannya baru berusia 116 tahun.
Dalam penjelasan Eron, sejarah Kota Medan dengan usia 435 tahun ini dihitung dari tahun 1590 yang pada saat itu masih menjadi kampung dan dibuka oleh Guru Patimpus di sekitar Petisah, yang didasari dengan manuskrip (naskah tulisan tangan) hikayat Hamparan Perak.
Manuskrip itu dimaksud mengisahkan seseorang yang dinilai pandai, dan berilmu tinggi yaitu Guru Patimpus. Nah, momen ini lah yang sampai sekarang diterima sebagai hari jadi Kota Medan.
"Pertanyaannya kan sederahana sebenarnya, nah ini kan hari jadi kota. Apakah pada tahun 1590 Medan itu sudah jadi kota? Tapi kalau disebut hari ulang tahun Medan ya mungkin saja tapi kalau hari jadi kota itu gak mungkin. Tapi sampai sekarang itu yang diterima sebagai sebuah kebenaran prasyarat yang sudah diterima oleh saat ini. Kalau saya ditanya misalnya, apakah 1 Juli 1590 itu Medan sudah menjadi kota? Tentu saja belum," jelasnya pada IDN Times.
1. Momen saat Guru Patimpus membuka kampung menjadi Medan hingga menjadi Kota
Jika berpedoman pada tahun 1974, katanya pada saat itu ada yang ditugasi untuk mengetahui hari jadinya kota Medan dan menjadi kekeliuran. Sehingga, menurutnya sangat jelas bahwa Medan belum menjadi kota pada tahun 1590.
Lalu yang menjadi pertanyaannya adalah, sejak kapan Medan menjadi kota? Dan mengapa tanggal 1 Juli 1590 itu diakui sebagai hari jadi Kota Medan?
"Pada saat itu, mungkin saja momen seorang pioner sebagai pembuka Medan yaitu Guru Patimpus, sehingga disebut jadi Kota Medan," tutur Wakil Dekan III FIS Unimed.
"Kalau hari jadi Kota Medan itu tanggal 1 April 1909 yang dibuat oleh Belanda. Nah, kenapa? Karena 1 April 1909 itu memang Medan sudah menjadi Kota Madya. Ini sejalan dengan perkembangan kota sebuah kampung bertransformasi menjadi kota dan dipimpin oleh seorang Wali Kota. Jadi, sebuah area yang disebut kota harus dipimpin oleh Wali Kota. Seperti Siantar, Binjai, dan kota lainnya yang dipimpin oleh Wali Kota," tambah Eron.
Lanjutnya, Belanda pada saat itu membuat dasar pemikirannya. Ketika tahun 1909 Medan sudah layak menjadi kota baru dan dibuatkan peraturannya. Medan itu ditetapkan menjadi kota yang dipimpin oleh seorang Wali Kota sejak tahun 1909.
Dalam cerita Erond, pada tahun 1974 hari jadi Kota Medan ini diganti karena sebagian masyarakat atau pihak tidak mau memakai yang dibuat oleh Belanda tanggal HUT Kota Medan yaitu 1 April tahun 1909.
Asal mulanya, kata Erond perubahan tanggal ulang tahun Kota Medan ini dibentuk menjadi sebuah tim di dalamnya ada 9 orang yang ditunjuk waktu itu saat Surkani menjabat sebagai Wali Kota, dan Ketua DPRD Medan Djanius Djamin. Mereka mengganti Hari Lahir Kota Medan tanggal 1 April 1909 menjadi 1 Juli 1590 itu dikisahkan berdasarkan pada kisah hikayat Hamparan Perak Guru Patimpus.
Guru patimpus dahulunya memiliki ilmu tinggi dan melawan ilmu tinggi juga dengan Datuk Kota Bangun. Datuk Bangun akhirnya bisa mengalahkan Guru Patimpus, kemudian Guru Patimpus masuk agama Islam dan menikahi putri dari Datuk Bangun.
Datuk Bangun memberikan sebidang tanah, yaitu Petisah yang kini dibuatkan monumen Guru Patimpus.
"Kalau saya ditanya secara pribadi dan secara keilmuwan saya, apakah 1 Juli 1590 itu Medan sudah menjadi kota, jawabannya itu enggak tapi mungkin saja masih menjadi kampung iya. Tapi itu saya kira bukan dan belum menjadi kampung, karena kalau saksi mata awal yang pernah melihat Medan ini, ini baru ada tahun 1823," jelasnya.
Pada saat itu, seorang inggris bernama John Anderson singgah ke Medan dan melihat Medan memiliki penduduk hanya 200 orang. Jadi, kemungkinan saja Medan baru muncul pada tahun 1823 sebagai sebuah permukiman jadi tidak mungkin tahun 1590. Namun, menurutnya, sejarah sementara ini kota Medan sudah membukukan bahwa hari jadi Medan itu tahun 1590.
"Ya sudah mau apa lagi kita. Artinya, kan beda perspektif atau sainspektif katakanlah hari ini dengan politis," tuturnya.
Lanjut Erond, berdasarkan dari buku John Anderson tahun 1823, belum ada Wali Kota, dahulu Medan dipimpin oleh Raden Inu sebagai pemimpin Kota Medan dengan 200 masyarakat saat John Anderson datang.
"Nah, tapi di situ belum jadi kota sebenarnya karena syarat menjadi Kota itu dipimpin oleh Wali Kota," jelas Erond.
Kemudian, tepat tanggal 1 April 1909 Kota Medan ditetapkan menjadi Kota, dipimpin oleh Wali Kota pertama kali oleh Belanda bernama Baron Daniel Mac Kay tahun 1918 kantornya tepat berada di depan bangunan Aston hari ini.
Lokasi Lapangan Merdeka dahulunya disebut Alun-alun atau esplanade, yang menyerupai kota di Eropa dengan lapangan hijau ditengah kota. Sebab, biasanya di Eropa dikelilingi stasiun kereta api, bank, kantor pos dan lainnya.
Kantor Wali Kota sekarang ini dibangun ditepi sungai deli, berbeda dengan kantor Wali Kota Medan tahun 1909 yang letaknya persis di Aston mengadap Lapangan Merdeka sekarang kini menjadi Heritage.
"Kemudian kantor Wali Kota Medan dipindahkan ke belakang, sepertinya saat pemimpin Bahtiar Djafar menjabat sebagai Wali Kota pada tahun 1982 itu lah yang dipakai sampai hari ini," terangnya.
"Jadi, bagi saya ya sudah kalau memang 1 Juli 1590 ditetapkan hari jadi Kampung Medan silahkan saja. Tapi bukan hari jadi kota. Kalau hari jadi kota, ya tetap sepanjang hari ini 1 April 1909," tambah Eron.
Pada jamannya dahulu, pusat kota berada di sekitar Lapangan Merdeka, karena hampir kantor pemerintahan ada disitu. Untuk Kesawan sejak dulu merupakan lokasi pusat perdagangan sama seperti Kampung Madras. Sementara, bangunan kolonial itu sebagai pemukiman elit di era Belanda.
"Kan sudah sejak lama perhatian heritage didengungkan, ada banyak bangunan yang menandakan perkembangan pesat Medan sebagai kota," ucapnya.
2. Awal perusahaan tembakau hadir di tengah Kota Medan
Dia juga menceritakan hadirnya perusahaan tembakau itu awalnya berkantor di Labuhan Deli, kantornya disebut Deli Maatschappij didirikan oleh Jacobus Nienhuys dan Peter Wilhelm Janssen. Diketahui, perusahaan ini bergerak dalam budi daya tembakau dengan konsesi untuk Kesultanan Deli di Sumatra, Hindia Belanda (yang kini Indonesia). Namun, letak kantor di Labuhan Deli tidak cocok sebagai pusat kota karena sangat terpengaruh oleh pasang naik dan pasang surut.
"Ketika pasang naik misalnya disitu yang paling berbahaya, hampir Labuhan Deli itu tergenang air laut, maka Pendiri perkebunan tembakau Deli adalah Jacobus Nienhuys itu merasa tidak cocok di sana sebagai kota. Maka, dipindahkanlah itu ke pertemuan Sungai Babura dan Sungai Petani. Nah, itulah yang hari ini persis ada di jalan Tembakau Deli. Dari samping kantor Grapari dibelakang itu ada kantor Deli Maskapai disitulah pertemuan sungai Babura dan Petani," jelasnya.
Lanjutnya, Sungai Babura itu mengalir dari Padang Bulan sementara sungai Petani mengalir dari jalan Juanda. Bertemunya di kantor Deli Maskapai dan titik pertemuan itu disebut Sungai Deli sampai kearah Belawan.
"Jadi, kantor itu masih ada sampai sekarang, kalau kita naik ke parkiran Delipark Podomoro kita akan melihat rumah itu masih ada sampai sekarang. Disitu sebenanrya, kenapa harus disitu karena pegawai Deli Maskapai dulunya naik-naik sampan dari Labuhan Deli ke kantor itu. Itu awalnya, maka sejak saat itu berpindahanlah Istana Deli pindah dari Labuhan Deli ke Medan, dan juga kantor perkebunan pindah dari Labuhan Deli ke Medan," ungkap Erond.
Pada tahun 1886 Medan ini ditetapkan ibukota Deli Serdang dan tahun 1887 Medan ini ditetapkan sebagai ibu kota Keresidenan Sumatera timur, kemudian 1909 Medan ini menjadi kota.
"Jadi, jelas tahapannya. Jadi bukan tahun 1590. Memang sudah ada disitu jangan-jangan pada tahun 1590 masih menjadi hutan belantara," terangnya.
"Kalau kita melihat tulisannya si John Anderson wilayah ini masih hutan belantara, penduduknya pun menyebar. Medan yang dijumpai waktu itu dia bertemu Raden Inu setelah berperang dengan datuk Brayan itu hanya 200 orang yang berpusat sekitar di jalan Sei Deli. Di sinilah pemukiman masyarakat yang dijumpai John Anderson, karena dia saat itu dia mau survey ekonomi. Jadi, sangat masuk akal misalnya ketika John Anderson sampai Belawan melayari perahunya ke Sungai Deli. Maka dia di pertemuan Sungai Babura dan Petani itu, disitulah dia berhenti. Maka disitulah dia bertemu dengan masyarakat Medan yang tidak lebih 200 orang. Itulah sejarah catatan pertama yang bisa dibaca terkait Kota Medan, tahun 1823. Lain misalnya kalau ada dongen, hikayat itu lain tapi catatan tertulis yang pertama mendeskripsikan kampung Medan itu John Anderson," kata Erond.
Selama ini, Erond menilai banyak kekeliruan tentang hari jadi Kota Medan, karena kekeliruan itu sebenarnya tahun 1974 disitu merebak sentimen anti kolonial anti belanda. Maka, hari jadi kota Medan itu diganti karena itu dipercaya buatan dari Belanda.
3. Nama jalan di Kota Medan diubah karena sentimen Belanda
Di situ juga nama jalan dulu awalnya nama-nama Belanda, nama-nama pembangunan diberi nama Belanda semua diubah kedalam bahasa Indonesia. Misalnya, jalan Wilhelmina Straat menjadi Jalan Sutomo, Nienhuysweg menjadi Jalan Pulau Pinang, Cremerweg menjadi Jalan Balai Kota pada tahun 1909.
Wilhelmina itu nama Ratu Belanda, Nienhuysweg pelopor perkebunan tembakau deli, Cremerweg sebagai Direktur Utama Perusahan Deli Maskapai.
Di situ juga secara luas Indian School diubah menjadi Khalsa. Komunitas India di kampung Madras juga membentuk sekolah untuk anak mereka. Tapi, ketika sentimen anti Belanda itu merebak tahun 1970-an itu diubah menjadi sekolah Khalsa berada di depan Rumah Sakit Materna. Kemudian juga sekolah yang berlokasi di Jalan Bintang bernama Sutung Chinese School menjadi Sekolah Sutomo, itu semua nama diubah pada tahun 1970-an awal ketika sentimen Belanda menguat di Indonesia. Maka, semua nama-nama bangunannya yang dibentuk oleh orang Belanda diubah semua, De Javasche Bank itu pun menjadi Bank Indonesia, hotel De Beur berubah menjadi Grand Inna.
Artinya, ketika jauh sebelum Indonesia merdeka tahun 1945 Medan sudah sangat maju. Rumah sakit modern sudah ada, kolam renang sudah ada, stadion kebun bungan sudah ada, pusat perdagangan sudah ada, hotel sudah ada, hingga perbankan juga sudah ada.
"Justru, kalau saya melihat hari ini agak aneh kota Medan ini. Karena kan pembangunan Kota Medan hanya terkonsentrasi di pusat kota yang dibenahi dari tahun ke tahun itu kan hanya disekitar Lapangan Merdeka, dan jalan Sudirman. Harusnya itu tidak perlu dibenahi tapi dirawat saja. Jadi Medan itu agak aneh, masak pusat kota menjadi pusat aglomerasi. Aglomerasi penduduk dan aglomerasi ekonomi. Jadi, daerah pinggiran ini gimana. Nah, coba miasalkan di pusat kota dibangun hotel-hotel, pencakar langit semuanya, terus juga pusat perbelanjaan. Sementara di daerah Batang Kuis, Marelan, Pancur Batu, dan daerah pinggiran lainnya itu gimana. Jadi, konsentrasi ekonomi, konsentrasi populasi tidak terpusat di inti kota saja. Init kota ini jadi macat karena pusat hiburan yang ada disitu semuanya," tuturnya.
Sehingga, dia menilai hak seperti ini tidak dibaca oleh Pemerintah Kota Medan, untuk membagi beban Kota Medan ke pinggiran.
4. Disarankan fasilitas infrastruktur didaerah pinggiran juga dapat dibangun
Erond menyarankan, harusnya dibangun juga fasilitas infrastruktur didaerah pinggiran Kota Medan. Sehingga, semua fadilitas dapat dinikmati seluruh penduduk Kota Medan diberbagai tempat.
"Jadi, dari tahun ke tahun aglomerasi ekonomi dan penduduk itu semua tersedia di inti kota. Nah, soplak sekali ketimpangan atau ironi pembangunan Kota Medan. Saya sih melihatnya seperti itu, sangat disayangkan kota yang dibangun oleh Belanda dulu juatru hancur ditangan kita sendiri. Sekarang dimana-mana macat, harusnya pembangunan sejak Belanda itu ditata dengan baik dan diteruskan, harusnya lebih meningkat penataannya. Ini justru enggak," kata Erond Damanik.
Dia menyarankan kepada Pemerintah Kota Medan terkait hari jadi Kota Medan harusnya dikembalikan tanggalnya.
"Kalaupun tanggal 1 Juli 1590, ya itu hari jadi Medan mungkin bukan hari jadi Kota. Jadi, silakan saja mau dipilih 1590 sebagai hari jadi kampung Medan kalau pun itu mau dikembalikan ketetapan Belanda 1 April 1909. Tapi, itu udah masa lalu sih, kalau saya berpikir bagaimana Medan ini kedepan. Artinya, selalu saya menyoroti daerah pinggiran Kota Medan jadi aglomerasi ekonomi, aglomerasi penduduk, dan aglomerasi pemukiman itu jangan lagi inti kota tapi disebarkanlah ke pinggiran dengan cara membangun infrastruktur yang layak didaerah pinggiran," tutupnya.
5. Pemerintah diminta untuk membenahi sejumlah permasalahan Kota Medan
Dia juga meminta kepada Pemerintah Kota Medan dapat membenahi sampah, kemacetan, dan banjir.
Menurutnya, Kota Medan yang pernah disebut menjadi Kota Medan metropolitan jauh dari kata tersebut. Sebab, kata urban saja baginya belum sampai. Artinya, kata urban dan metropolitan berbeda. Disebutkannya contoh kota metropolitan seperti kota Paris, New York, Barcelona dan lainnya. Bahkan, menurut Eron di Kuala Lumpur tidak masuk kota metropolitan. Apalagi di Indonesia, kota Jakarta tidak masuk kota mertropolitan.