Serikat Petani Indonesia (SPI) ketika meninjau lokasi banjir di Aceh. (Dokumentasi Serikat Petani Indonesia (SPI) untuk IDN Times)
Dia mengatakan banjir yang terjadi di Aceh Tamiang, khususnya di kawasan yang bermuara ke Kuala Simpang, menunjukkan kerusakan serius pada daerah aliran sungai (DAS). Kondisi ini tidak cukup hanya dengan pembersihan lumpur dan sampah kayu.
“Hingga saat ini hujan masih terus berlangsung, sehingga pemerintah perlu memberikan peringatan dini, arahan yang jelas, serta langkah mitigasi untuk menghadapi potensi banjir susulan yang masih mengancam keselamatan rakyat,” kata Henry.
Henry menegaskan pemerintah juga harus memikirkan secara serius kehidupan petani dan masyarakat desa pascabencana. Banyak rumah warga hancur, tanaman pangan rusak, dan perkebunan rakyat tidak dapat dipanen.
Tanpa intervensi negara yang kuat, petani tidak akan mampu memulihkan kehidupan dan produksi pertaniannya secara mandiri. Lebih jauh, SPI menilai bahwa bencana ini merupakan dampak dari tidak dijalankannya reforma agraria.
“Tidak ada penataan kawasan pertanian pangan yang harus dilindungi, tidak ada pengelolaan kawasan perkebunan, kehutanan, dan permukiman rakyat yang adil dan berkelanjutan,” ucap Ketua Umum SPI itu.
“Bahkan penataan desa dan kota pun diabaikan, sehingga kerentanan terhadap bencana terus berulang,” imbuhnya.