Samsung Solve for Tomorrow 2025 Dibuka untuk GenZ Berinovasi

Samsung Solve for Tomorrow 2025 kembali dibuka untuk anak sekolah menengah atas, kejuruan, madrasah aliyah dan setingkat, serta para pelajar di perguruan tinggi untuk menciptakan solusi teknologi yang berdampak positif bagi masyarakat global.
Bagi Samsung, program Solve for Tomorrow 2025 (SFT) merupakan komitmen untuk mendukung inovasi dan pengembangan teknologi yang dimulai sejak muda. Pendaftaran program ini dibuka mulai tanggal 19 April hingga 17 Mei 2025.
Info pendaftaran dan jadwal SFT 2025 dapat dilihat di situs Samsung Solve For Tomorrow. Program ini terbuka bagi siswa SMA/SMK/MA serta mahasiswa D3/D4/S1 yang masih aktif di seluruh Indonesia. Jangan lewatkan kesempatan untuk menjadi bagian dari perubahan.
Bagus Erlangga, Head of Corporate Marketing, Samsung Electronics Indonesia menjelaskan tahun ini, kami pihaknya membawa Samsung Solve for Tomorrow ke level berikutnya. Ini merupakan wujud komitmen kami dalam mendorong generasi muda berpikir kreatif dan berkontribusi pada solusi global melalui teknologi.
Menurutnya Kemitraan global dengan IOC tahun ini membuka kesempatan bagi para pemenang Samsung Solve for Tomorrow untuk maju ke seleksi tingkat regional dan global serta mendapatkan pengalaman sekali seumur hidup menjadi SFT Global Ambassador.
"Kami berharap, salah satu anak bangsa terpilih dan mendapat kesempatan ini dan menunjukan inovasi mereka yang akan membawa dampak positif untuk dunia,” ujarnya.
1. Tahun ini mengusung dua tema
Samsung Solve for Tomorrow adalah platform inovasi yang memupuk kreativitas dan mempersiapkan generasi muda untuk menjadi problem solver global melalui teknologi. Dengan komitmen untuk mengubah ide cemerlang menjadi solusi nyata, SFT 2025 memberikan akses pelatihan, sertifikasi, dan jaringan kolaboratif untuk mendukung peserta mengatasi tantangan lokal maupun global.
Tahun ini, Samsung Solve for Tomorrow membawa dua tema, yaitu Teknologi untuk Keberlanjutan Lingkungan (Environmental Sustainability via Technology) dan Teknologi untuk Perubahan Sosial melalui Olahraga (Social Change through Sport & Tech).
SFT 2025 menjadi lebih istimewa dengan adanya kemitraan strategis secara global bersama International Olympic Committee (IOC). Kerja sama ini membuka kesempatan bagi peserta yang terpilih di tingkat nasional akan bersaing di tingkat regional dan global.
Sebanyak 10 tim terbaik yang terpilih melalui seleksi tingkat global akan menjadi Samsung Solve for Tomorrow Global Ambassador. Mereka akan mendapat kesempatan memperkenalkan ide-ide inovatif mereka dan bertukar-pikiran serta pengalaman dengan peserta dari seluruh dunia bertepatan dengan ajang Olimpiade Musim Dingin 2026.
SFT 2025 menantang para peserta untuk mengeksplorasi dan memilih satu dari dua fokus tema utama, yaitu pertama, Teknologi untuk Keberlanjutan Lingkungan (Environmental Sustainability via Technology) yang berfokus pada Ekonomi Sirkular, mendorong peserta untuk mengeksplorasi peran pendekatan STEM dalam menjaga dan memulihkan lingkungan melalui pengurangan limbah, penggunaan ulang, daur ulang, dan regenerasi sumber daya.
Tema ini mengajak peserta untuk mencari solusi teknologi yang dapat mengurangi dampak pencemaran, mendukung proses bahan organik seperti makanan atau agricultural, dan meningkatkan pengelolaan sampah plastik menjadi listrik di Indonesia dan dunia, dan lain sebagainya.
Tema kedua, Teknologi untuk Perubahan Sosial melalui Olahraga (Social Change through Sport & Tech), merupakan tema baru tahun ini yang mendorong generasi muda untuk menciptakan solusi inovatif dengan memanfaatkan teknologi untuk menjadikan olahraga sebagai bagian pendidikan dan gaya hidup semua orang, termasuk inklusivitas bagi perempuan dan penyandang disabilitas.
Tema ini bertujuan untuk mengatasi ketidaksetaraan dalam akses olahraga dengan memanfaatkan teknologi untuk menciptakan kesempatan yang lebih inklusif. Data WHO menunjukkan bahwa lebih dari 1 miliar orang di dunia hidup dengan disabilitas, dan sekitar 1 dari 3 perempuan merasa terhalang untuk berpartisipasi dalam olahraga karena keterbatasan fasilitas dan budaya.