Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Apa Beda Koperasi Merah Putih dengan KUD? Berikut Penjelasannya

Koperasi Merah Putih
Koperasi Merah Putih
Intinya sih...
  • Koperasi Desa Merah Putih didirikan untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat desa melalui pendekatan ekonomi kerakyatan.
  • Program ini memiliki potensi untuk berkembang, tetapi juga mengemban banyak tantangan, seperti kebutuhan akan pendampingan dan pelatihan SDM yang setara dengan semangat pembentukan koperasi yang massif.
  • Koperasi Desa Merah Putih sebenarnya bukan sekadar proyek formalitas atau penghabisan anggaran. Efektivitasnya bergantung pada tiga hal utama: kualitas pengelolaan, pemanfaatan teknologi, dan partisipasi masyarakat.

Medan, IDN Times - Saat ini, Pemerintah sedang gencar-gencarnya untuk melaksanakan program Koperasi Merah Putih. Pembentukan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih didorong oleh kebutuhan, untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat desa melalui pendekatan ekonomi kerakyatan yang berbasis pada prinsip gotong royong, kekeluargaan, dan saling membantu.

Dalam hal ini, Pengamat Ekonomi, Wahyu Ario menyoroti program Koperasi Desa Merah Putih yang kini tengah digencarkan pemerintah. Dia mengatakan bahwa, ini menjadi sebuah langkah ambisius yang patut dicermati secara kritis. Namun, di satu sisi, program tersebut membawa semangat besar untuk membangkitkan ekonomi kerakyatan dari desa dengan membentuk koperasi di setiap desa atau kelurahan.

Diketahui, Koperasi Desa Merah Putih memberikan akses langsung kepada masyarakat terhadap sembako murah, layanan kesehatan dasar, hingga simpan pinjam berbunga rendah.

"Dengan desain kelembagaan berbasis partisipasi warga dan dukungan penuh dari BUMN serta pemerintah pusat, Koperasi Desa Merah Putih memang terlihat menjanjikan sebagai motor penggerak ekonomi lokal," kata Wahyu pada IDN Times, Minggu (27/7/2025).

Namun, di sisi lain, dia menilai euforia ini tidak boleh menutupi tantangan struktural yang ada.

1. Dahulu pada masanya KUD dibentuk secara top-down

Koperasi Merah Putih
Ilustrasi Koperasi Merah Putih di Semarang. (IDN Times/Fariz Fardianto)

Secara pengalaman masa lalu pada pembentukan Koperasi Unit Desa (KUD) yang menunjukkan koperasi tersebut dibentuk secara “top-down”, tanpa kesiapan Sumber Daya Manusia yang memadai, cenderung mandek atau bahkan menjadi beban.

Lanjutnya, banyak koperasi desa sebelumnya gagal karena dikelola seadanya, tanpa akuntabilitas dan semangat kolektif yang kuat. Maka dari itu, penting untuk bertanya, apakah masyarakat benar-benar siap mengambil alih tanggung jawab kelembagaan ini. Apakah pendampingan dan pelatihan SDM sudah berjalan setara dengan semangat pembentukan koperasi yang massif. Apalagi pemerintah sedikit memaksakan diri untuk mendirikan lebih dari 80.000 Koperasi Desa Merah Putih.

Selain itu, fungsi koperasi yang menjalankan bisnis strategis, seperti distribusi LPG, sembako, dan obat bisa berpotensi menimbulkan gesekan dengan pelaku ekonomi lokal yang sudah lama beroperasi di desa, seperti pedagang kecil atau pengecer tradisional.

"Jika Koperasi Desa merah Putih dijalankan tanpa prinsip inklusif dan malah memonopoli akses barang subsidi, ia bisa berubah menjadi alat ekonomi eksklusif yang justru memarginalkan pelaku usaha lainnya. Hal ini perlu diantisipasi dengan regulasi yang jelas dan mekanisme pengawasan yang kuat agar koperasi tidak dikuasai segelintir elit lokal," jelas pengamat ekonomi di Sumut ini.

Sedangkan, Koperasi Desa Merah Putih memang memiliki peluang untuk berkembang, karena mendapat dukungan besar dari pemerintah. Namun juga mengemban banyak tantangan.

Program ini bisa menjadi instrumen transformasi ekonomi dari bawah, asalkan tidak hanya dibangun secara formal, tetapi juga disertai dengan proses pembelajaran, pengurus yang profesional, serta kesadaran kolektif masyarakat desa. Tanpa itu semua, koperasi hanya akan menjadi proyek seremonial yang meredup setelah euforia peresmian.

"Tetapi bila dijalankan dengan hati-hati, transparan, dan berbasis kebutuhan nyata warga, koperasi desa ini bisa menjadi tonggak penting menuju kemandirian ekonomi bangsa. Kita butuh koperasi yang bukan hanya hidup, tapi juga benar-benar menghidupi masyarakat banyak khususnya di perdesaan," tutur Benjamin.

Maka, jika melirik kebelakang lagi pada Koperasi Unit Desa ini sepertinya tidak jauh beda. Padahal, seperti yang diketahui bahwa KUD pada jamannya dulu tidak berjalan dengan baik atau tepat.

Dia menjelaskan secara bentuk, keduanya memang tampak serupa yaitu sama-sama koperasi yang berbasis desa dan bertujuan mendekatkan layanan ekonomi kepada masyarakat. Keduanya juga didorong oleh negara, dan sama-sama melibatkan peran pemerintah dalam pembentukan, pembinaan, hingga pembiayaan. Namun, kesamaan bentuk tidak serta-merta berarti kesamaan substansi dan pendekatan. Justru di sinilah letak pembeda yang penting untuk dianalisis.

KUD pada masa Orde Baru cenderung merupakan proyek negara yang sangat sentralistis, dengan pengelolaan yang top-down dan minim partisipasi warga. Banyak KUD dijalankan oleh perangkat desa atau tokoh lokal yang tidak benar-benar mewakili kepentingan kolektif.

Lanjutnya, KUD kala itu menjadi saluran distribusi berbagai program pemerintah misalnya pupuk, kredit, dan gabah. Tapi, tidak dikelola secara profesional dan cenderung birokratis. Akibatnya, KUD kehilangan semangat koperasi yaitu kekeluargaan, kepercayaan, dan keswadayaan warga.

2. Koperasi Merah Putih didirikan bukan hanya pada konteks periodesasinya, tetapi juga pada desainnya

WhatsApp Image 2025-07-21 at 12.49.32.jpeg
Prabowo Ditemani Titiek Soeharto-Puan Resmikan Koperasi Merah Putih (YouTube.com/Sekretariat Presiden)

Dia menilai saat ini, Koperasi Desa Merah Putih didirikan dengan tuntutan transparansi, demokratisasi ekonomi, dan kemajuan teknologi digital. Bedanya bukan hanya pada konteks periodesasinya, tetapi juga pada desainnya.

Koperasi Merah Putih menekankan pembentukan berbasis musyawarah desa, pengelolaan oleh warga desa sendiri, serta pemanfaatan sistem digital untuk operasional dan akuntabilitas.

Pemerintah juga membuka peluang seluas-luasnya untuk koperasi mengembangkan unit usaha sesuai potensi lokal, bukan sekadar menyalurkan program pusat. Ini adalah koreksi atas model KUD yang terlalu seragam dan birokratik.

"Namun demikian, kemiripan pola pembentukan secara massal tetap perlu diwaspadai. Jika koperasi hanya dijadikan simbol politik atau program instan tanpa pendampingan jangka panjang, maka bukan tidak mungkin ia akan mengulangi kegagalan KUD. Maka dari itu, yang dibutuhkan saat ini bukan sekadar ‘menghadirkan lagi’ koperasi dalam rupa baru, tapi membangun koperasi dengan cara yang benar yaitu dari bawah, partisipatif, profesional, dan akuntabel," jelas Benjamin dengan tegas.

"Koperasi Desa Merah Putih layak dihadirkan kembali justru karena kita belajar dari kegagalan KUD. Kita tidak boleh trauma masa lalu menjegal masa depan. Tapi kita juga tidak boleh mengulang kesalahan dengan semangat lama yang dibungkus jargon baru. Yang menentukan bukan nama koperasinya, tapi bagaimana koperasi itu dijalankan. Jika masyarakat benar-benar diberdayakan dan koperasi menjadi alat perjuangan ekonomi bersama, maka Koperasi Merah Putih bisa menebus kegagalan masa lalu dan menjadi simbol baru ekonomi kerakyatan yang bangkit kembali," tambahnya.

3. Koperasi Merah Putih dinilai hanya sekadar proyek formalitas atau penghabisan anggaran

Koperasi Merah Putih resmi diluncurkan di Sumatra Utara. (Dok: Diskominfo Sumut)
Koperasi Merah Putih resmi diluncurkan di Sumatra Utara. (Dok: Diskominfo Sumut)

Dilihat dari desain dan skema yang dibangun, Koperasi Desa Merah Putih sebenarnya bukan sekadar proyek formalitas atau penghabisan anggaran. Program ini dirancang cukup serius, dengan melibatkan musyawarah warga, pendanaan melalui KUR bersubsidi, hingga pelibatan BUMN untuk mendukung distribusi barang dan layanan di desa.

Bahkan, unit-unit usaha koperasi, seperti kios sembako, layanan simpan pinjam, dan klinik desa, langsung menyasar kebutuhan sehari-hari masyarakat. Artinya, tujuan utamanya memang agar rakyat bisa langsung merasakan manfaatnya.

"Tapi tentu saja, niat baik ini tetap bergantung pada pelaksanaan di lapangan. Jika koperasi hanya dibentuk karena kewajiban administrasi, tanpa pendampingan, tanpa pengelolaan yang benar, dan hanya untuk menghabiskan anggaran, maka manfaatnya tidak akan terasa. Di sinilah peran pemerintah, pendamping, dan masyarakat sendiri sangat penting: memastikan bahwa koperasi ini benar-benar hidup, bukan sekadar nama,' jelasnya.

Oleh karena itu, pembentukan Koperasi Desa Merah Putih bukan sekadar proyek anggaran, tapi peluang besar agar masyarakat desa punya akses ekonomi yang lebih adil dan mandiri. Tapi peluang itu harus dijaga, diawasi, dan dijalankan dengan niat yang tulus, bukan hanya untuk pencitraan atau seremonial.

4. Efektifitas Koperasi Desa Merah Putih sangat bergantung pada tiga hal utama

Koperasi Merah Putih resmi diluncurkan di Sumatra Utara. (Dok: Diskominfo Sumut)
Koperasi Merah Putih resmi diluncurkan di Sumatra Utara. (Dok: Diskominfo Sumut)

Terkait efektivitas, menurutnya, efisiensi Koperasi Desa Merah Putih sangat bergantung pada tiga hal utama yaitu kualitas pengelolaan, pemanfaatan teknologi, dan sejauh mana koperasi ini benar-benar dijalankan oleh dan untuk masyarakat.

Secara konsep, koperasi ini punya potensi efisiensi yang besar, dengan memotong rantai distribusi (misalnya untuk sembako, LPG, atau hasil panen), harga barang bisa lebih murah bagi warga, dan petani atau nelayan bisa mendapat harga jual yang lebih adil. Koperasi juga bisa menjadi pusat layanan terpadu, dari simpan pinjam, kesehatan, hingga logistik, yang artinya biaya dan harga barang yang dibeli masyarakat bisa ditekan.

Selain itu, pemerintah mendorong digitalisasi koperasi, yang kalau benar-benar dimanfaatkan, bisa membuat pencatatan lebih transparan, transaksi lebih cepat, dan pengawasan lebih mudah. Artinya, koperasi tidak lagi dikelola secara manual atau asal jalan, tapi bisa mengikuti sistem yang rapi dan efisien.

"Namun, efisiensi itu tidak akan tercapai secara otomatis. Kalau SDM-nya belum siap, pengurusnya tidak profesional, atau koperasi hanya dijalankan sekadar formalitas, maka alih-alih efisien, yang terjadi justru pemborosan. Kuncinya ada pada pendampingan yang kuat, rekrutmen pengelola yang kompeten, dan keterlibatan aktif masyarakat," tuturnya.

Jadi, efisiensi Koperasi Desa Merah Putih bisa tercapai dan bahkan berdampak besar, asalkan dijalankan dengan serius. Kalau tata kelolanya baik, koperasi ini bisa jadi contoh bagaimana ekonomi kerakyatan berjalan efektif dan efisien dari desa.

5. Pemerintah diminta untuk mengawal koperasi ini sampai berjalan dan memberi manfaat nyata bagi masyarakat

Koperasi Merah Putih resmi diluncurkan di Sumatra Utara. (Dok: Diskominfo Sumut)
Koperasi Merah Putih resmi diluncurkan di Sumatra Utara. (Dok: Diskominfo Sumut)

Dia berharap kepada pemerintah dengan hadirnya Koperasi Desa Merah Putih tentu sangat besar. Yaitu, pemerintah tidak berhenti hanya pada pembentukan, tapi juga benar-benar mengawal koperasi ini sampai berjalan dan memberi manfaat nyata bagi masyarakat dan koperasi ini jangan sampai hanya jadi papan nama di desa, tapi aktivitasnya nol.

"Kita juga berharap ada pendampingan yang serius dan berkelanjutan, terutama dalam hal pelatihan pengurus, manajemen keuangan, dan digitalisasi. Pemerintah perlu memastikan koperasi ini dikelola secara profesional, transparan, dan partisipatif—bukan jadi alat segelintir elit lokal. Harapan lainnya adalah agar koperasi tidak berdiri sendiri, tapi mendapat dukungan penuh dari BUMN, bank penyalur KUR, dan sektor swasta lokal," terangnya.

Hal yang paling penting menurutnya, koperasi ini menjadi alat pemerataan ekonomi, bukan sekadar proyek. Kemudian, harus ada upaya sungguh-sungguh agar masyarakat desa bisa menikmati akses yang lebih adil terhadap barang pokok, modal usaha, layanan kesehatan, dan pasar.

"Dengan kata lain, harapan kita adalah agar Koperasi Desa Merah Putih benar-benar menjadi bukti bahwa ekonomi bisa dibangun dari bawah, untuk rakyat, dan oleh rakyat sendiri," ujar Benjamin yang juga dosen di USU.

6. Ada empat keuntungan masyarakat jika Koperasi Merah Putih beroperasi secara optimal

Pendirian Koperasi Merah Putih
Pendirian Koperasi Merah Putih

Wahyu juga menilai jika Koperasi Desa Merah Putih beroperasi secara optimal, maka dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa melalui, yakni:

  1. Penciptaan Lapangan Pekerjaan Baru

Kehadiran Koperasi Desa Merah Putih secara langsung membuka peluang kerja bagi masyarakat lokal. Setiap koperasi memiliki unit-unit usaha seperti kios sembako, layanan simpan pinjam, klinik desa, apotek, logistik, dan sistem gudang.

Semua unit ini membutuhkan tenaga kerja, dari petugas toko, admin koperasi, sopir logistik, hingga tenaga kesehatan dan pengelola gudang. Artinya, koperasi berfungsi bukan hanya sebagai lembaga ekonomi, tapi juga sebagai penyerap tenaga kerja desa. Pemerintah bahkan memperkirakan bahwa koperasi ini bisa menciptakan hingga 2 juta lapangan kerja jika seluruh unit koperasi berjalan optimal. Ini menjadi solusi konkret bagi masalah pengangguran dan urbanisasi, karena pemuda desa kini punya alternatif bekerja dan berkarya di kampung halaman sendiri.

  1. Harga Produk Pertanian yang Lebih Baik bagi Petani

Selama ini, petani sering mengalami ketimpangan dalam rantai pasok karena hasil panen mereka dibeli dengan harga rendah oleh tengkulak. Koperasi Desa Merah Putih hadir sebagai offtaker atau pembeli langsung hasil pertanian warga. Dengan memangkas jalur distribusi dan menjual produk langsung ke pasar atau konsumen, koperasi bisa memberi harga jual yang lebih adil dan stabil kepada petani.

Bahkan, dalam banyak kasus, koperasi dapat mengolah hasil panen menjadi produk siap jual (seperti gabah jadi beras), sehingga menambah nilai produk dan meningkatkan pendapatan petani. Dalam jangka panjang, ini akan berdampak pada peningkatan nilai tukar petani (NTP) dan kesejahteraan keluarga petani.

  1. Harga Barang Kebutuhan Pokok Lebih Terjangkau

Koperasi Desa Merah Putih juga berperan penting dalam menstabilkan harga dan menjamin ketersediaan barang kebutuhan pokok di desa. Melalui unit kios atau gerai koperasi, masyarakat bisa membeli sembako, LPG, dan obat-obatan dengan harga yang lebih murah karena barang tersebut disuplai langsung dari distributor utama atau BUMN tanpa melalui banyak perantara.

Hal ini sangat membantu warga desa menghemat pengeluaran harian, terutama di daerah yang biasanya mengalami disparitas harga tinggi akibat distribusi yang sulit. Dengan harga yang lebih terjangkau dan pasokan yang stabil, daya beli masyarakat meningkat, dan beban ekonomi keluarga menjadi lebih ringan.

  1. Desa Menjadi Pusat Pertumbuhan Ekonomi Baru

Koperasi yang aktif dan sehat akan menjadikan desa tidak lagi sekadar tempat tinggal, tetapi pusat kegiatan ekonomi yang dinamis. Transaksi jual-beli, distribusi barang, pengolahan hasil pertanian, hingga pelayanan keuangan semua bisa berpusat di koperasi.

Desa yang dulunya hanya sebagai “penyedia tenaga kerja” untuk kota, kini bisa menjadi produsen, pengelola, dan pemilik dari aktivitas ekonomi itu sendiri. Hal ini menciptakan sirkulasi ekonomi lokal yang kuat, mengurangi ketergantungan pada kota, dan bahkan membuka peluang ekspor produk unggulan desa. Dalam konteks yang lebih luas, koperasi bisa menjadi pendorong lahirnya desa-desa mandiri, inovatif, dan produktif dan berkontribusi langsung terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.

Share
Topics
Editorial Team
Doni Hermawan
EditorDoni Hermawan
Follow Us