Nama-nama korban tsunami berderet di menara Museum Tsunami Aceh. (IDN Times/Arifin Al Alamudi)
Di Museum Tsunami, Ridwan Kamil memadukan konsep rumah tradisional Aceh dengan bukit penyelamatan sehingga desain museum ia namakan dengan “Rumoh Aceh as Escape Hill”.
Desain museum sarat dengan nilai kearifan lokal. Hal itu tercermin dari desain museum yang menyerupai Rumoh Aceh (rumah tradisional berupa rumah panggung) yang berpadu dengan konsep bukit penyelamatan. Museum juga didesain menyerupai gelombang besar yang mengingatkan kita pada tsunami.
Sementara dindingnya didesain dengan motif tari Saman (tari tradisional dari Gayo Lues). Di tengah-tengah museum ada satu cerobong berbentuk silinder yang menjulang ke langit.
Melalui cerobong setinggi 33 meter ini nantinya akan memantulkan cahaya ke langit. Kamil menamakan cerobong ini dengan The Light of God, pertanda hubungan manusia dengan Tuhan.
Saat masuk di cerobong ini akan terdengar lantunan ayat suci Alquran yang membuat pengunjung merinding. Terlebih di seluruh dinding cerobong ada nama-nama para korban. Pengunjung seakan bisa merasakan saat berada di tengah bencana tsunami dan hanya bisa berserah pada Tuhan.
Di museum juga ada terowongan yang menggambarkan suasana dukacita yang dinamakan dengan tunnel of sorrow, memorial hall, amphitheatre. Di ruang paling atas (atap) didesain berbentuk elips yang akan ditanami rumput dan berfungsi sebagai escape hill. Dari atap ini, dapat melihat Kota Banda Aceh.