Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IMG_5968.jpeg
Universitas Sumatera Utara Centre for Health Politics and Management (UCHPOLM) menggelar Forum Group Discussion atau FGD membahas terkait isu kesehatan mental (IDN Times/Indah Permata Sari)

Intinya sih...

  • Isu kesehatan mental di Kota Medan jarang disoroti

  • Kesehatan mental tidak memiliki regulasi atau pedoman secara hukum

  • Penelitian dilakukan untuk melahirkan regulasi kesehatan mental karena rendahnya literasi dan tingginya stigma

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Medan, IDN Times - Isu kesehatan mental jarang disoroti banyak khalayak, sebab sebagian besar kesehatan mental di sejumlah instansi atau Dinas terkait seperti Dinas Kesehatan dikategorikan pada Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ). Padahal secara umum, arti kesehatan mental adalah kondisi kesejahteraan seseorang secara keseluruhan yang meliputi kondisi emosi, kejiwaan, dan psikis. Artinya, kesehatan mental tidak semuanya pada kategori ODGJ.

Mirisnya, kesehatan mental hingga kini tidak ada memiliki regulasi atau pedoman secara hukum.

Dalam hal ini Zulfendri sebagai ketua peneliti dalam Forum Group Discussion atau FGD Selasa (19/8/2025) kemarin yang bertema "Strategi Penyusuan Kebijakan Kesehatan Mental Yang Responsif Dalam Meningkatkan Kesejahteraan Psikososial Masyarakat" ini telah sukses membahas isu kesehatan mental bersama dengan berbagai pihak sektor, terkecuali perwakilan dari DPRD Kota Medan yang tidak berhadir. FDG ini digelar oleh Universitas Sumatera Utara Centre for Health Politics and Management (UCHPOLM).

"Sebenarnya dengan semua sektor yang kita undang tentu berbicara tentang regulasi kesehatan mental tentu harus berbagai lintas sektor dan berbagai disiplin ilmu. Tentu, alhamdulillah yang kita undang ini semuanya alhamdulillah datang. Namun, yang tidak datang hanya dari DPRD Kota Medan. Nanti, kami akan mendatangi DPRD untuk meminta informasi bagaimana responnya untuk adanya regulasi kesehatan mental ini," ucap Zulfendri.

Dalam pertemuan ini diisi dengan diskusi menarik, Zulfendri menjelaskan bahwa kesehatan mental adalah aspek penting yang mencakup keseimbangan emosional, psikologis dan sosial. Baginya, isu kesehatan mental harusnya menjadi perhatian global karena dampaknya luas terhadap individu, keluarga dan masyarakat.

Diadakannya FGD tersebut berdasarkan hasil riset yang sudah dilakukan oleh Zulfendri sebagai ketua penelitian beserta dr Vita Camelia dan Warjio sebagai anggota penelitian.

"Tentu kita melahirkan sebuah kebijakan harus didasarkan Evidence-based atau pendekatan sistematis berdasarkan hasil riset. Hasil riset tadi kita undang para stakeholder ataupun juga yang memiliki kompetensi untuk membicarakan ini, tadi juga kita undang pihak rumah sakit sebagai provider, para akademisi, pegiat NGO, para pusat studi, dan rumah sakit semuanya dan termasuk analis utama kebijakan ini. Semua ini tadi memberikan masukan bagaimana nanti pentingnya kebijakan kesehatan mental atau regulasi ini tentu menjadi tanggungjawab kita bersama," jelasnya.

1. Target dalam penelitian dan FGD ini melahirkan regulasi kesehatan mental

Universitas Sumatera Utara Centre for Health Politics and Management (UCHPOLM) menggelar Forum Group Discussion atau FGD membahas terkait isu kesehatan mental (IDN Times/Indah Permata Sari)

Hal yang menjadi latar belakang dalam penelitian ini untuk bisa melahirkan regulasi kesehatan mental adalah rendahnya literasi kesehatan mental, dan tingginya stigma menjadi hambatan akses layanan dan peningkatakan gangguan mental yang terjadi pada remaja dan pasien penyakit kronis seperti TB.

Menurut Zulfendri, faktor penyebabnya adalah perubahan gaya hidup, tekanan akademik, pengaruh media sosial, kemiskinna struktural, dan faktor kingkungan. Pasien TB memiliki risiko tinggu depresi dan kecemasan yang memengaruhi kepatuhan pengobatan, sistem layanan kesehatan mental di Indonesia masih terbatas, belum terintegrasi lintas sektor, serta kebijakan internasional mendorong pendekatan interdisipliner, berbasis komunitas dan integrasi sektor.

"Kita juga sudah mendengarkan dari berbagai pihak tentang pentingnya kesehatan mental ini di Kota Medan, dan juga ada tadi dari Biro Hukum ini tentunya bisa akan menjadikan perwal dan menjadi perda.

Sehingga, inilah dasarnya. Sebab, baginya dengan riset yang sudah dilakukan secara nasional USU pernah ikut terlibat pertama dalam penelitian Mental Health Adolescent atau Kesehatan Mental Remaja, kemudian skrining mental health pada remaja, dan selanjutnya ketiga melakukan riset tentang mental TB pada penderita TB terhadap kesehatan mental.

"Dari 3 hal inilah sebagai dasar kemudian pada hari ini melajukan riset tentang kebijakan, dan apa sih keputusan pemerintah untuk mengatasi permasalahan kesehatan mental ini, maka perlu adanya kebijakan ini. Inilah yang kita buat suatu studi sebagai dasar pentingnya kebijakan kesehatan mental yang strateginya evidence-based," kata Zulfendri yang juga sebagai ketua Universitas Sumatera Utara Centre for Health Politics and Management (UCHPOLM).

2. Pentingnya tenaga psikolog untuk ditempatkan di puskesmas dalam integrasi layanan primer

Universitas Sumatera Utara Centre for Health Politics and Management (UCHPOLM) menggelar Forum Group Discussion atau FGD membahas terkait isu kesehatan mental (IDN Times/Indah Permata Sari)

Dia mengatakan bahwa kehadiran para peserta ini dari seluruh stakeholder, memberikan suatu pandangan akan pentingnya kebijakan tersebut.

"Termasuk tenaga psikolog yang ditempatkan di puskesmas nanti, dalam rangka integrasi layanan primer tadi menjadi suatu rekomendasi untuk ke depannya mengatasi permasalahan ini," katanya.

Peran pemerintah saat ini, dikatakan Zulfendri juga memiliki suatu kajian maka permasalahan kesehatan mental menjadi program nasional. Namun, dalam implementasi dilapangan, layanan primer belum ditangani oleh tenaga psikolog ataupun juga tenaga psikiatri, hanya tenaga perawat.

Sehingga, ini menjadi catatan kedepan perlunya pemberdayaan psikolog untuk program integrasi layanan primernya.

"Bagaimana kolaborasi psikolog atau psikiatri untuk menangani kesehatan mental, itu yang kita harapkan nanti. Seperti di Jogja, mereka ada praktik sekali seminggu tapi dibayar oleh puskesmas karena sudah Bendahara Umum Daerah (BUD) nah di Medan kan juga sudah ada mampu gak membayar itu atau dari pemerintah," ucapnya usai diskusi.

Usai FGD, Zulfendri bersama anggota peneliti merencanakan kelanjutan hasil dari diskusi ini bagaimana melakukan advokasi hingga melahirkan suatu regulasi karena pentingnya menangani masalah untuk Kota Medan dalam pelayanan. Sebab, menurutnya saat ini yang fokus itu tadi pada ODGJ (Orang Dengan Gangguan Jiwa).

"Padahal ODGJ itu kan berat, tapi yang ringan-ringan ini kan belum fokus, maka itu nanti harus kita ciptakan mengingat akan ada generasi emas," jelas Zulfendri.

Kendala dalam penelitian ini yang dipikirkan adalah para stakeholder yang diundang tidak berhadir. Namun, semuanya berhadir kecuali dari DPRD.

"Akan kami datangi dia (DPRD Medan) melalui indepth ke dia. Karena dia sebagai pengambil keputusan yang berkaitan dengan regulasi kan dia. Kebanyakan orang fokus pada ODGJ bukan kesehatan mental, makanya menjadi sorotan," terangnya.

3. Kolaborasi seluruh bidang diperlukan karena bukan hanya dirawat saja tapi pos perawatan juga harus diperhatikan

Direktur Utama RS. Pirngadi Medan, Suhartono (IDN Times/Indah Permata Sari)

Sementara itu, Dirut RS Pirngadi Kota Medan, Suhartono mengatakan terkait kesehatan mental yang dibahas pada isu ini perlu kolaborasi dalam seluruh bidang karena bukan hanya dirawat saja tapi pos perawatan juga harus diperhatikan.

"Jadi siapa yang akan merawat dan mendampingi mereka setelah fase diobati. Tidak selamanya mereka harus berada di rumah sakit. Karena, di satu sisi kan beban pada kapasitas perawatan, beban biaya karena tidak mungkin bisa status terus menerus karena dia ada masalah otak, terus tadi disebut mungkin perlu obat pengembangan pasca perawatan itu. Keluarga juga sebagian mau menerima dan sebagian lagi tidak atau kurang berkenan menerima atau yang paling berfikir serahkan saja ke rumah sakit. Sementara, kapasitas kita juga terbatas," pungkas Suhartono.

Diketahui, RS Pirngadi memfasilitasi poli psikiatri untuk periksaan kesehatan pasien ODGJ, perawatan ODGJ, dan konseling. Para pasien ini (ODGJ) cenderung yang dirazia.

Editorial Team