Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IMG_20251023_181137.jpg
2 kontraktor yang terlibat kasus korupsi jalan (IDN Times/Eko Agus Herianto)

Medan, IDN Times - Terdakwa kasus korupsi peningkatan struktur Jalan Provinsi ruas Sipiongot–Batas Labuhanbatu dan Jalan Hutaimbaru–Sipiongot, Akhirun, buka-bukaan soal praktik suap-menyuap di tubuh PUPR. Sejumlah fakta diungkap Akhirun saat diperiksa Majelis Hakim di Pengadilan Negeri Medan, Kamis (23/10/2025).

Direktur PT Dalihan Natolu Group (DNG) itu bahkan secara rinci memiliki catatan siapa saja yang kebagian "uang proyeknya". Mereka adalah orang-orang yang menduduki posisi sentral di tubuh kementerian khususnya dalam hal ini PUPR.

1. Topan Ginting singgung jatah fee 4 persen saat bertemu Akhirun

Akhirun dan Rayhan saat menjalani sidang kasus korupsi (IDN Times/Eko Agus Herianto)

Khamozaro Waruwu selaku Hakim Ketua berkali-kali mengungkapkan kepada Akhirun, bahwa keterangannya sangat berguna untuk menguak praktik korupsi yang selama ini mekar di instansi PUPR. Bahkan bisa saja dapat memutus budaya suap-menyuap yang mereka dapat dari kontraktor.

"Keterangan terdakwa bisa membuka tabir yang terselubung selama ini. Diharapkan bisa memberikan sesuatu yang berguna. Tabir yang dibuka jadi pertimbangan mulai dari tuntutan dan lainnya," kata Khamozaro, Kamis (23/10/2025).

Sebagai Direktur Utama PT DNG selaku pemenang tender pengerjaan jalan di Sipiongot, Akhirun mengaminkan perkataan hakim. Bahkan ia tegas mengatakan ada satu aturan tak tertulis bagi kontraktor untuk menyetor sebagian "uang proyek".

"Ceritanya pertengahan Mei 2025 saya dikenalkan dengan Topan Ginting di kantor Disperindag ESDM. Kami bertemu berempat, ada saya, Pak Topan, Kapolres Yasir, dan Kepala UPTD Gunung Tua Rasuli. Pak Topan bertanya kepada Rasuli, apa benar kalau saya mampu mengerjakan 2 proyek ini. Rasuli jawab bahwa saya mampu dan sudah biasa kerja di PUPR. Kemudian Pak Topan nanya apakah saya sudah paham sama aturan selama ini?" cerita Akhirun.

"Aturan" yang dimaksud Topan Ginting disebut Akhirun ialah budaya komitmen fee. Di mana Kepala Dinas PUPR Sumut dapat 4 persen dari nilai proyek.

"Maksudnya aturan ini adalah hal yang sudah membudaya bahwa komitmen fee itu ada. Bahasanya 'aturan'. Pemberian fee ini untuk kepala Dinas maksudnya, fee 4 persen dari nilai proyek. Saya jawab kalau saya sudah paham," lanjutnya.

2. Akhirun mengaku tandatangani komitmen fee 12 persen dari nilai kontrak, ini rincian yang dapat jatah!

Hakim Khamozaro Waruwu (IDN Times/Eko Agus Herianto)

Berdasarkan pengakuan Akhirun, saat itu pula Topan memerintahkan Rasuli untuk menindaklanjuti proses pengaturan pemenangan tender. Setelah itu mereka membuat kesepakatan termasuk menyetujui komitmen fee keseluruhan mencapai 12 persen dari nilai proyek (pagu Rp96 milyar).

"Fee 6 sampai 12 persen itu maksudnya include untuk seluruh pekerjaan itu. Iya contohnya untuk Kadis 4 persen, Rasuli 1 sampai 2 persen," beber Akhirun.

Lebih rinci ia membeberkan rincian pembagian dari 12 persen komitmen fee itu. Mulai dari Panitia Lelang mendapat komitmen fee sebesar 0,3 sampai 0,5 persen, Pengawas Lapangan 0,3 sampai 0,5 persen, Konsultan 0,5 sampai 0,75 persen, PPK 0,5 sampai 0,75 persen.

Tak sampai di situ, Bendahara UPT dapat jatah 0,5 sampai 0,75 persen, Pengurusan Keuangan 0,25 sampai 0,5 persen, Asistensi Berkas 0,2 sampai 0,3 persen, KPA/KUPT 0,75 sampai 1 persen, Bendahara Dinas 0,3 sampai 0,5 persen, hingga Kepala Dinas PUPR 3-4 persen.

"Benar semua (data itu). Saya tandatangani totalnya 12 persen," jelas Direktur Utama PT DNG.

3. Sejak berdiri PT DNG selalu garap proyek dari Pemerintah Sumut

2 kontraktor yang terlibat kasus korupsi jalan (IDN Times/Eko Agus Herianto)

PT DNG bergerak di bidang jasa konstruksi jalan. DNG disebut Akhirun sudah berdiri sejak tahun 2006 di Tapanuli Selatan.

"Dari tahun 2023 sampai 2025 kalau tidak salah PT DNG menangani proyek dari PUPR provinsi, Kabupaten Mandailing Natal, Padang Sidempuan, Kabupaten Padang Lawas Utara, BBPJN. Untuk proyek di luar Sumut tak ada," jelas Akhirun.

Pernah dalam satu tahun PT DNG menangani proyek yang total pagunya mencapai Rp177 miliar. Di tahun 2025 juga mereka menangani proyek sebesar Rp32 miliar.

"Proyek saya biasa dan selalu ke sektor pemerintah. Gak ada di luar pemerintah dan di luar Sumut. Kami punya AMP dan batching plant. AMP ini tempat untuk memproduksi aspal. Sementara batching plant untuk produksi beton. AMP ini saya punya tahun 2012 mulai didirikan dan diproduksi 2013," pungkasnya.

Editorial Team